juga
sebagai "Mat Togel", karena sering dimintai nomor togel oleh
orang-orang di lingkungannya) tak pernah sempat mengenal hidup layaknya
anak-anak lain. Tidak ada hangatnya masakan Ibunda sepulang sekolah, tidak ada
perdebatan dengan teman-teman sebaya tentang jagoan di TV mana yang paling
perkasa, tidak ada. Kehidupan si anak terbuang adalah kehidupan padang sahara:
kering, keras, apapun dilakukan untuk bertahan hidup.
"Pokoke lek ketemu bapakku, takpateni.."
("Pokoknya kalau bertemu bapakku, kubunuh..")
Demikian Ahmad Dani berkata suatu ketika. Dan dia baru lagi tiga belas.
Untuk bertahan hidup, Ahmad Dani menjalani hari-hari seorang anak jalanan: terkadang nyemir sepatu, hari lain kernet mikrolet, hari lainnya lagi ngamen di jalan-jalan.. Jalan hidup yang sedemikian terjal perlahan membentuk jiwa Ahmad Dani kecil, jiwa yang penuh luka dan kebencian yang teramat pada orangtua yang sedemikian biadab tega membuang darah-dagingnya sendiri.
Namun demikian, sekeras apapun hidup memperlakukannya, Ahmad Dani tetaplah seorang anak yang haus akan perhatian, akan kasih-sayang, akan perlindungan. Ahmad Dani menemukan semua itu dari komunitas Aremania.
AREMANIA adalah komunitas suporter pendukung klub sepakbola Arema Malang. Aremania diakui secara luas sebagai komunitas suporter terbaik di Indonesia, khususnya dalam hal inovasi, kreativitas dan dukungan bagi klub mereka. Fenomena Aremania telah memicu munculnya komunitas serupa di daerah-daerah lain.
Ahmad Dani memperoleh figur kakak dan sahabat dari Aremania-Aremania yang lain. Tak heran jika kemudian di saat usianya baru 10 tahun, tahun 2002 silam, Ahmad Dani seorang diri bergabung dengan ribuan Aremania yang lain untuk menyaksikan Arema bertanding di Tangerang dan berbagai kota lain. Demi membiayai itu semua ia rela menggunakan uang hasil kerja kerasnya sendiri: ngamen, nyemir, ngernet..
Dan kemudian 11 April 2005 yang lalu.
Aremania, termasuk Ahmad Dani, berdatangan ke kota Madiun tempat klub kebanggaan mereka akan bertanding menghadapi Persekabpas Pasuruan. Pertandingan akhirnya dibatalkan setelah akibat kurangnya koordinasi panitia pelaksana dan keamanan, terjadi bentrok antar Aremania dan Laskar Sakera, pendukung Persekabpas.
Aksi kekerasan dan lempar batu pun terjadi di luar stadion. Saksi dari Aremania menyebutkan bahwa mereka mendapatkan tidak hanya serangan batu, namun juga bom yang biasa digunakan mencari ikan di sungai..
Dan ketika itu, Ahmad Dani berada di barisan terdepan dua kubu yang terlibat bentrok massal. Sakit yang menusuk hampir tidak dirasakannya ketika sebuah batu menghantam tepat di dadanya. Dalam suasana sedemikian kacau, bersama Aremania yang lain ia menyelamatkan diri dengan masuk kembali ke dalam stadion.. Mereka menunggu dan menunggu sampai suasana mereda dan mereka dapat kembali pulang.
Ahmad Dani masih belum menyadari lukanya, hanya mengeluh mual dan lapar kepada ayah asuhnya sekembalinya di Malang, untuk kemudian pamitan pergi kembali karena akan ngamen lagi di suatu tempat..
13 April 2005.
Ahmad Dani ditemukan tergeletak tanpa daya. Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit di Malang pun tak mampu menyelamatkan jiwanya.
Inna lillahi, wa inna ilaihi raaji'un..
Ratusan ribu Aremania berduka. Puluhan sopir mikrolet yang kenal dekat dengan Mat Togel pun berduka. Media massa, termasuk koran yang pernah mengambil foto aksi Ahmad Dani dua tahun lalu di Tangerang, pun berduka.
Malang pun berduka.
Semua mengantar kepergian Ahmad Dani, si kecil yang tidak sepantasnya menjalani kehidupan semacam ini.
Sekarang, hanya satu pertanyaan tersisa bagi kita. Bagi nurani kita, kalau memang kita masih memilikinya.
" Bagaimana kita bisa membiarkan ini semua terjadi? Kita semua, semuanya, berhutang nyawa pada seorang Ahmad Dani.. "
"Pokoke lek ketemu bapakku, takpateni.."
("Pokoknya kalau bertemu bapakku, kubunuh..")
Demikian Ahmad Dani berkata suatu ketika. Dan dia baru lagi tiga belas.
Untuk bertahan hidup, Ahmad Dani menjalani hari-hari seorang anak jalanan: terkadang nyemir sepatu, hari lain kernet mikrolet, hari lainnya lagi ngamen di jalan-jalan.. Jalan hidup yang sedemikian terjal perlahan membentuk jiwa Ahmad Dani kecil, jiwa yang penuh luka dan kebencian yang teramat pada orangtua yang sedemikian biadab tega membuang darah-dagingnya sendiri.
Namun demikian, sekeras apapun hidup memperlakukannya, Ahmad Dani tetaplah seorang anak yang haus akan perhatian, akan kasih-sayang, akan perlindungan. Ahmad Dani menemukan semua itu dari komunitas Aremania.
AREMANIA adalah komunitas suporter pendukung klub sepakbola Arema Malang. Aremania diakui secara luas sebagai komunitas suporter terbaik di Indonesia, khususnya dalam hal inovasi, kreativitas dan dukungan bagi klub mereka. Fenomena Aremania telah memicu munculnya komunitas serupa di daerah-daerah lain.
Ahmad Dani memperoleh figur kakak dan sahabat dari Aremania-Aremania yang lain. Tak heran jika kemudian di saat usianya baru 10 tahun, tahun 2002 silam, Ahmad Dani seorang diri bergabung dengan ribuan Aremania yang lain untuk menyaksikan Arema bertanding di Tangerang dan berbagai kota lain. Demi membiayai itu semua ia rela menggunakan uang hasil kerja kerasnya sendiri: ngamen, nyemir, ngernet..
Dan kemudian 11 April 2005 yang lalu.
Aremania, termasuk Ahmad Dani, berdatangan ke kota Madiun tempat klub kebanggaan mereka akan bertanding menghadapi Persekabpas Pasuruan. Pertandingan akhirnya dibatalkan setelah akibat kurangnya koordinasi panitia pelaksana dan keamanan, terjadi bentrok antar Aremania dan Laskar Sakera, pendukung Persekabpas.
Aksi kekerasan dan lempar batu pun terjadi di luar stadion. Saksi dari Aremania menyebutkan bahwa mereka mendapatkan tidak hanya serangan batu, namun juga bom yang biasa digunakan mencari ikan di sungai..
Dan ketika itu, Ahmad Dani berada di barisan terdepan dua kubu yang terlibat bentrok massal. Sakit yang menusuk hampir tidak dirasakannya ketika sebuah batu menghantam tepat di dadanya. Dalam suasana sedemikian kacau, bersama Aremania yang lain ia menyelamatkan diri dengan masuk kembali ke dalam stadion.. Mereka menunggu dan menunggu sampai suasana mereda dan mereka dapat kembali pulang.
Ahmad Dani masih belum menyadari lukanya, hanya mengeluh mual dan lapar kepada ayah asuhnya sekembalinya di Malang, untuk kemudian pamitan pergi kembali karena akan ngamen lagi di suatu tempat..
13 April 2005.
Ahmad Dani ditemukan tergeletak tanpa daya. Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit di Malang pun tak mampu menyelamatkan jiwanya.
Inna lillahi, wa inna ilaihi raaji'un..
Ratusan ribu Aremania berduka. Puluhan sopir mikrolet yang kenal dekat dengan Mat Togel pun berduka. Media massa, termasuk koran yang pernah mengambil foto aksi Ahmad Dani dua tahun lalu di Tangerang, pun berduka.
Malang pun berduka.
Semua mengantar kepergian Ahmad Dani, si kecil yang tidak sepantasnya menjalani kehidupan semacam ini.
Sekarang, hanya satu pertanyaan tersisa bagi kita. Bagi nurani kita, kalau memang kita masih memilikinya.
" Bagaimana kita bisa membiarkan ini semua terjadi? Kita semua, semuanya, berhutang nyawa pada seorang Ahmad Dani.. "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar