Kamis, 16 Januari 2014

Sekuel Kelam di Stadion Brawijaya Kediri



Mungkin sudah ditakdirkan Stadion Brawijaya Kediri tidak bersahabat dengan Arema dan Aremania meskipun dilabeli ucapan selamat datang. Kejadian kelam sekitar empat tahun yang lalu kembali terulang kemarin (Rabu 16/1/08). Kita ulas kejadian ini mulai Rabu siang, saat rombongan besar Aremania dari Stasiun Kotabaru Malang berangkat molor hingga jam 2 siang karena menunggu datangnya tiket pertandingan. Kenapa tiket baru sampai di Malang jam 2 siang pada hari H? Apakah Panpel Kediri tidak memikirkan hal tersebut? Penjualan tiket di stadion tentu berbeda dengan pendistribusian tiket di Malang.
Rombongan berangkat sekitar jam 2 siang. Perjalanan berangkat rombongan sekitar 30 bis serta puluhan truk & mobil pribadi berjalan lancar hingga mendekati areal Stadion Brawijaya di kota Kediri. Tapi ketika mendekati area stadion, rombongan dilempari batu oleh oknum suporter lain. Tidak ditemui penyambutan dari Persikmania sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya.
Bahkan ketika seluruh Aremania telah memasuki stadion, bernyanyi & berteriak yel-yel Aremania, tidak ada acara simbolis dari Persikmania selaku tuan rumah. Hanya ada ucapan selamat datang dari MC pertandingan. Aremania malah langsung berbaur dengan Singamania (Sriwijaya Mania) yang masih menyaksikan sisa pertandingan Sriwijaya FC vs PSMS Medan.
Pun demikian dengan kondisi Stadion Brawijaya yang tidak mampu menampung seluruh suporter. Hal ini telah dikemukakan jauh hari sebelum dimulainya babak 8 besar, tapi BLI dan Panpel selalu bergeming. Aparat keamanan pun terkesan ala-kadarnya. Sementara match steward hanya berkumpul di bawah tribun VIP. Inikah kinerja Panpel babak delapan besar di Stadion Brawijaya Kediri?
Suasana panas sebelum pertandingan merembet ke dalam lapangan. Berikut kronologis kejadiannya seperti dilansir Jawapos.com
1. Pukul 19.30 WIB, suporter Arema Malang mulai berteriak-teriak soal kinerja wasit. Itu setelah Persiwa Wamena unggul satu gol pada menit ke-28. Itu terjadi karena satu gol Arema oleh Patricio Morales dianulir pada menit ke-10.
2. Pukul 19.36 WIB, suporter Arema semakin beringas karena gol Patricio Morales kembali dianulir pada menit ke-36. Kondisi itu membuat pemain-pemain Arema protes kepada hakim garis Yuli Suratno. Mendadak ada oknum suporter yang nylonong masuk lapangan dan memukul Yuli.
3. Kejadian itu membuat suporter yang lain terpancing dengan melemparkan benda-benda keras dan botol minuman ke dalam lapangan. Kejadian itu membuat pertandingan selama 15 menit.
4. Setelah mereda dan Yuli diganti dengan Sudy Yunus, pertandingan kembali dimulai pada pukul 7.51 WIB dengan melanjutkan waktu pertandingan yang sudah berlangsung selama 36 menit.
5. Lanjutan pertadingan itu berlagsung lancar hingga babak I berakhir.
6. Pada pukul 8.26 WIB ketika pertandingan memasuki babak II menit ke-71 Aremania kembali membuat ulah. Tidak hanya melempar, mereka juga masuk ke lapangan menyerang asisten wasit.
7. Kemananan langsung turun tangan menyerbu suporter yang masuk. Tindakan itu tidak mengendalikan, tetapi justru membuat yang lain ikut masuk. Suasana pun makin tidak terkendali.
8. Kondisi itu terjadi selama lebih dari satu jam dan akhirnya dihentikan pada menit ke-71. Badan Liga Sepak Bola Indonesia (BLI) memutuskan Stadion Brawijaya, Kediri, tidak lagi digunakan untuk delapan besar.
Jangan Injak Ekor Singa
Secara subyektif, suporter mana yang tidak geram & emosi ketika melihat langsung timnya terus-terus menjadi bulan-bulanan wasit? Bahkan sampai 3 gol dianulir!! Oke kalau 2 gol Arema oleh Patricio Morales di babak pertama dianulir karena handsball dan offiside, tapi apakah gol Persiwa oleh Pieter Rumaropen juga “bersih” dari offside?
Ibarat bensin telah tertuang, kinerja wasit Jajat Sudrajat dan AW-nya malah menyulutkan api dengan menganulir gol (ketiga Arema yang dianulir) Emile Mbamba di babak kedua dan mengesahkan gol kedua Persiwa yang juga berbau offside. Tak perlu menunggu waktu lama, “api” pun berkobar. Liputannya baca di sini.
Satu catatan lain adalah tentang kinerja Panpel dan aparat keamanan. Panpel (match steward) dan aparat kemanan terkesan “mempersilahkan” oknum Aremania melakukan lemparan-lemparan, hingga masuk ke lapangan dan memukul hakim garis. Tidak ada halauan-halauan untuk menertibkan suporter di sentelban. Yang perlu dicatat dalam kejadian kemarin adalah oknum Aremania tidak melakukan kekerasan secara membabi buta, melainkan hanya kepada dua orang, yaitu asisten wasit (hakim garis) yang keputusannya sangat merugikan tim Arema.
Kalau tindakan anarkis dan perusakan stadion Brawijaya oleh Aremania menjadi sorotan tajam, kenapa ulah oknum Persikmania yang melempari batu dan menghancurkan kendaraan rombongan Aremania dibiarkan begitu saja? Bahkan di tempat parkir pun, kaca-kaca mobil Aremania dipecah. Ketika rombongan Aremania dalam perjalanan pulang, hampir seluruh bis, truk, mobil pribadi, hingga sepeda motor menjadi sasaran lemparan baru selama 3 jam! Kaca-kaca bus dan mobil pecah (termasuk bus yang ditumpangi OngisNade.Net). Sementara oknum Persikmania yang melempari batu & ketapel tersebut bersembunyi di kegelapan malam, gang-gang, dan rumah-rumah penduduk.
Ketika sampai di Stasiun Kotabaru Malang jam 3 Kamis dini hari, saya melihat sendiri bagaimana hampir semua kaca bis & mobil pribadi hancur dan beberapa rekan Aremania terluka.
Secara obyektif, apapun alasannya tindakan onar dan anarki tidak bisa dibenarkan, termasuk di dunia sepakbola. Tapi, peribahasa lama : tidak ada asap kalau tidak ada api harus menjadi renungan kita bersama.
Sudah benar-kah pengurus sepakbola kita mengurusi sepakbola itu sendiri selama ini? Terlalu panjang menguraikannya di sini. Kita semua tahu bagaimana bobroknya kualitas sepakbola kita di bawah kepengurusan PSSI saat ini yang berimbas kepada carut-marutnya kompetisi sepakbola kita.
Dan seperti biasanya, semua orang / pihak yang tidak mengalami kejadiannya langsung di Kediri atau hanya menyaksikan di tv langsung angkat bicara. Yang tidak suka langsung menghujat dan ramai-ramai berkomentar, yang mengerti kejadiannya mencoba melihat masalahnya terlebih dulu.
Insiden tersebut juga berimbas kepada kelanjutan perhelatan babak delapan besar grup A yang dipindahkan venuenya.
Sementara itu kubu Arema dan Aremania juga sedang menanti hukuman dari komdis. Bagaimanapun bentuk dan beratnya hukuman itu, kubu Arema dan Aremania telah merapatkan barisan bersama satu tekad satu jiwa membela nama Arema. Seperti yang dikatakan oleh Manajer Arema, Satrija Budi Wibawa kepada salah satu media online nasional, “Kita lihat nanti seperti apa. Yang jelas Arema akan terus berjuang hingga tetes darah penghabisan.”

http://ongisnade.wordpress.com/2008/01/17/sekuel-kelam-di-stadion-brawijaya-kediri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar