Minggu, 24 Februari 2013

LAGU BERAPI- API ITUTANPA JUDUL




Lagu Indonesia Raya usai dikumandangkan. Tak sampai hitungan menit, "lagu nasional Indonesia" yang lain langsung berkumandang. Teks nyanyian ini tidak diajarkan di bangku-bangku sekolah. Tapi malam itu, Sabtu lalu, menjelang Indonesia melawan Arab Saudi di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, semua orang tiba-tiba hafal liriknya di luar kepala.

Mulut sekitar 85 ribu suporter--dari 87 ribu kapasitas stadion--serentak mengumandangkannya. Udara di stadion yang berdiri pada 1962 itu bergetar menahan vibrasi suara gelora lagu.

"Garuda di dadaku, garuda kebanggaanku,
kuyakin hari ini pasti menang...
kobarkan semangatmu, tunjukkan sportivitasmu
kuyakin hari ini pasti menang...
ho ho ho ho ho.... "

Tarikan nada bait terakhir disusul dengan entakan kaki, tepukan tangan, siulan keras, dan pekikan membahana. Lagi-lagi, tanpa menarik napas untuk kedua kali, lagu kedua langsung dikumandangkan.

"Yo ayo, ayo Indonesia...
kuingin... kita harus menang...
da da da...
yo ayo, ayo Indonesia...
kuingin... kita harus menang...
da da da da....

Semangat Bambang Pamungkas dan kawan-kawan pun terlecut karenanya. Arab Saudi harus bersusah payah melawan Tim Merah-Putih, yang di atas kertas kalah segalanya. Indonesia memang akhirnya kalah 1-2. Tapi Arab Saudi harus berjuang mati-matian sebelum mendapatkan kemenangannya. "Tim mana pun akan kesulitan melawan tim di depan pendukung seperti ini," kata pelatih Arab Saudi, Helio Anjos, seusai pertandingan.

"Seharusnya kalau panitia mau menempatkan kelompok suporter klub Liga Indonesia dalam satu tribun, lagu-lagu penyemangat itu akan terdengar lebih dahsyat," kata Ferry Indrasjarief, penggubah syair Garuda di Dadaku di atas. "Tapi nggak apa-apa, dengan pengaturan kursi seperti itu pun gelora dukungan suporter tetap dirasakan oleh para pemain."

Ferry adalah mantan Ketua Umum The Jakmania, kelompok suporter Persija Jakarta, dan sekarang menjadi Wakil Manajer Persija. Pada 2002 Ferry menggubah syair Apuse, lagu daerah Papua, menjadi Persija di Dadaku. "Kami mengubah syairnya menjadi Garuda di Dadaku khusus untuk tim nasional."

Ferry tak mau mengklaim lagu itu hanya untuk Persija. Sebab, lagu tersebut juga dinyanyikan banyak klub lain. "Itu tak jadi masalah. Semakin banyak yang meniru, semakin baik. Dan tiru-meniru lagu di antara suporter klub Liga Indonesia adalah hal yang biasa." Toh, menurut Ferry, dia juga menggubahnya dari lagu Apuse.

Lagu Garuda di Dadaku atau Persija di Dadaku masih lebih jelas asal muasalnya daripada lagu Ayo... Ayo Indonesia. Ditemui Tempo di Malang, mantan dirigen suporter Arema Malang, Yoseph Elcepet, 34 tahun, tertawa saat ditanya sejarah lagu tersebut.

Lagu itu memang berasal dari markas Tim Singo Edan--julukan Arema. "Tapi penciptanya tak keruan juntrungannya, ini hasil kerja keroyokan," kata pria yang biasa dipanggil Kepet itu. "Tapi, kalau tidak salah ingat, mungkin yang menggubahnya ke dalam bahasa Indonesia adalah Arlette."

Nama yang disebut Kepet itu adalah nama istri Juan Manuel Rubio, mantan pemain Arema asal Cile akhir 1990-an. Manuel adalah kakak penyerang bengal Arema yang tak boleh lagi bermain di Indonesia karena terlibat tawuran pada 2000, Pacho Rubio.

Arlette pintar berbahasa Indonesia. "Pada 1997, Arlette menyerahkan sebuah kaset yang berisi tujuh lagu yang biasa dinyanyikan suporter nasional Cile," Kepet mengungkapkan. "Dari lagu yang syairnya 'Vamos... Vamos Chile' itulah lahir lagu yang sekarang sering kita nyanyikan menjadi 'Ayo, Ayo Arema.'"

Suporter Arema pertama kali menyanyikannya di kandang musuh bebuyutannya, Persebaya Surabaya, pada partai perdana Liga Indonesia IV 1997/1998. Tidak seperti Persija yang memberikan judul pada anthem-nya, Arema tak berani mencantumkan label pada lagu jiplakan dari Cile ini.

"Sampai sekarang lagu itu nggak ono judule (tidak punya judul)," kata Kepet sambil tertawa. "Karena itu, silakan saja suporter klub lain memakainya. Suporter Arema kian senang bila semakin banyak yang menggunakannya."

Sebagian besar klub Liga Indonesia ini menyanyikan "lagu Arema" tersebut saat bertanding. Tentu saja dengan modifikasi di sana-sini. Bahkan Persekabpas Pasuruan, yang notabene musuh dari kota tetangga, pun menyanyikannya. Syair aslinya berbunyi "... sore ini kita harus menang..." kerap diubah menjadi "... kuyakin kita pasti menang...."

Sumber : Tempo, 2007
* FOTO : Pendukung Arema (Aremania) Di Kandang Bajul Ijo Persebaya. 16 Nopember 1997. (hasil scan artikel koran Jawa Pos th 1997)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar