Catatan:Dhimam Abror
Menonton pertandingan Arema di Stadion Gajayana berarti menonton pertunjukan kebudayaan rakyat. Itulah yang disuguhkan 20 ribu-an Aremania dalam pertandingan melawan Persebaya, Minggu lalu. Sayang, tidak ada suporter Persebaya yang diizinkan bertandang ke sana.
"TIM mana pun yang bertandang ke Stadion Gajayana, pasti dibuat keder duluan,"kata seorang wartawan Malang.Ungkapan itu tidak berlebihan. Hanya mereka yang benar-benar bermental baja yang tahan menghadapi suporter superfanatik Arema
yang dikenal sebagai Aremania (dan Aremanita untuk wanita).
Persebaya, yang bermain di Gajayana, Minggu lalu, pasti juga menghadapi keadaan yang sama. Begitu mereka masuk ke stadion, mereka melihat lautan biru 20 ribuan Aremania yang menyanyi dan menari dengan gerakan dan irama ritmis yang menggetarkan.
Tidak jarang, mental lawan sudah mengkeret begitu masuk lapangan. Hanya pemainberkelas juara seperti PSM yang bisa mengatasi problem itu. Persebaya punterlihat gugup berada di tengah-tengah lautan biru yang tidak pernah berhenti
bergerak dan bernyanyi sepanjang pertandingan.
Dalam pertandingan itu, justru pemain-pemain asing Persebaya yang tidak peduli dengan nama besarArema. Deca dan Marcello sejak awal sudah nekat meladeni permainan keras Charis Yulianto, Putu Gede dan Kuncoro. Selain mereka berdua,
striker Andy Kapouw juga bermain dengan penuh nyali. Pemain-pemain Persebaya lainnya, yang lebih mengenal gaya permainan Arema, memilih bermain "taktis" daripada harus berisiko menghadapi labrakan lawan.
Bermain melawan Arema, berarti bermain "melawan" puluhan ribu Aremania yang fanatik. Gerakan dan lagu-lagu mereka bisa menjadi teror yang menciutkan nyali. Apalagi, Persebaya tidak mempunyai seorang suporter pun yang diizinkan untuk
mendukung mereka."Kami tidak mau mengambil risiko," kata Kapolresta Malang Nicolaus Eko Riwayanto kepada Jawa Pos.
Suporter Arema dan Persebaya selalu bersaing. Masing-masing ingin menunjukkan sebagai yang terbaik dan terbesar. Harus diakui, Aremania lebih mempunyai citra yang baik ketimbang suporter Persebaya yang tercoreng oleh ulah bonek. Saking
tajamnya persaingan itu, sampai-sampai Persebaya dan Arema membuat kesepakatan untuk tidak saling mengirim suporter saat bertandang.
"Konsentrasi saya adalah mengamankan suporter Arema. Saya tidak bisa memecah konsentrasi kepada suporter Persebaya," kata Nicolaus mengenai alasannya tidak mau menerima suporter Persebaya.
Risiko memang sering muncul. Ketika suporter Arema masuk ke stadion Gelora Delta Sidoarjo beberapa waktu yang lalu, keributan pun pecah. Kabarnya, mereka diserang oleh suporter bonek yang menyusup ke stadion. Akhirnya mereka marah dan
keributan pun pecah.
Komentator sepak bola Malang Husnun N Djuraid melihat Aremania lebih mempunyai disiplin dibanding suporter Persebaya yang gampang disusupi bonek. Karena itu, ia melihat Aremania lebih siap berkunjung ke mana pun tanpa berbuat onar.
"Buktinya, mereka juga berkunjung ke Solo, dan tidak ada keributan," kata Husnun yang juga pemimpin redaksi Malang Post.
Aremania sudah menunjukkan disiplin yang sangat tinggi selama ini. Meski keanggotaan mereka sangat longgar dan tidak terikat secara formal, tetapi mereka sangat terkendali. Mereka dipimpin oleh koordinator wilayah (korwil) yang berada di wilayah kecamatan atau desa dan RT.
Kepemimpinan ini sifatnya informal. Biasanya tokoh informal setempat yangdianggap berwibawa yang diangkat sebagai korwil. Pemimpin formal malah jarang diterima dan bahkan sering dicurigai.
Secara sosiologis, Aremania banyak yang berasal dari kelas marjinal. Beberapa di antaranya bersentuhan dengan dunia premanisme. Beberapa juga mengkonsumsi minuman keras sebelum menonton. Tetapi ketika mereka memakai atribut Aremania, disiplin mereka begitu tinggi. Ketika seorang Aremania ketahuan melempar batu kearah lapangan, maka temannya sendiri yang meringkusnya. Itu juga yang terjadi
pada pertandinganMinggu. "Disiplin mereka sangat tinggi," kata Didik Suwandi, arek Malang yang sekarang menjadi bos sepeda motor Kanzen yang menjadi sponsor Arema.
Soal kreativitas, Aremania jagonya. Mereka mengadaptasi berbagai jenis lagu untuk dijadikan lagu-lagu Arema. Mulai dari lagunya Queen sampai lagu-lagu tradisional. Kutipan-kutipan di spanduk terasa cerdas. Bahkan syair lagu Westlife pun mereka kutip di spanduk: "When the skies are blue, I値l see you
once again, my love."
Sebelum pertandingan, mereka selalu menggelar performing art. Pada pertandingan Minggu, mereka membawa kaus hijau bertuliskan "Bonek, Virus Sepakbola Indonesia" lalu membakarnya.
Tetapi, satu hal yang patut dicontoh: mereka selalu membuka show dengan menyanyikan "Padamu Negeri" bersama sambil berdiri khidmat. Betul-betul sebuah pertunjukan rakyat yang cerdas dan menggetarkan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar