Catatan Sepakbola Sigit Nugroho (wartawan BOLA)
KADIT ITRENG KERA NGALAM?
Entah kapan dimulainya bahasa aneh yang berkembang di
masyarakat Malang. Mereka suka membolak-balik kata.
Tidak ngerti jadi kadit itreng. Arek Malang jadi Kera
Ngalam. Namun, budaya jalanan itu telah diterima
dengan baik oleh warganya.
Bukan cuma karena ingin membuktikan hal itu kalau pada
pekan ketiga Desember lalu saya nekat pergi ke Malang
meski kondisi tubuh sedang sakit. Fokus saya lebih
tertuju pada Aremania, kelompok suporter tim Singo
Edan.
Harumnya citra mereka sudah saya cium langsung di
beberapa kota. Yang paling buncit, saat mendukung
Caris Yulianto dkk. di Stadion Lebak Bulus, Jakarta,
di LI V. Kala itu Arema dibungkus Pelita Bakrie 0-1.
Aremania tak mengamuk, layaknya kelompok-kelompok
suporter tim lain. Mereka bahkan memaafkan dan
membesarkan hati para pemain. Soal kreasi di tribun
rakyat, jangan tanya. Mereka jagonya.
Cuma, apakah sikap menerima kekalahan juga berlaku di
Malang? Lain soal. Sebab beberapa tahun lalu, kota
Malang (terutama mobil-mobil pelat nomor L (Surabaya)
kenyang pengalaman menerima pelampiasan kekesalan
suporter.
Kebetulan, 22 Desember itu Arema akan menjamu Persija
dalam sebuah partai uji coba di Stadion Gajayana.
Peluang kalah amat terbuka sebab yang mereka hadapi
adalah tim matang dan sarat bintang. Dugaan saya
benar. Bambang Pamungkas dkk. membungkam tuan rumah
2-1.
Jujur saja, demi pembuktian naiknya tingkat
sportivitas Aremania, saya memang sedikit berharap
Arema kalah. Ini bukan perkara dukung-mendukung tim,
sebab sebagai wartawan saya mesti netral.
Fakta di lapangan ternyata amat mengejutkan sekaligus
membanggakan. Sekali lagi, mereka bisa menerima
kekalahan dengan sportif. Tak ada amuk masa. Memang,
sempat terjadi sepotong insiden yang melibatkan
striker temperamental Arema asal Cili, Rodriguez
“Pacho” Rubio dengan stoper Persija, Nur’alim.
Perkiraan saya, mereka bakal mengeroyok Nur’alim.
Kejadian itu nyaris terjadi tatkala sekelompok massa
berloncatan dan memburu pemain Persija itu. Namun,
mereka segera disambut rekan-rekannya, sesama
Aremania.
Bisa Ditularkan
“Hei, ingat! Kita bukan bonek! Jaga citra Aremania!
Jaga citra Malang!” begitu seru para pemimpin kelompok
lewat pengeras suara. Dan sebuah momen yang tak
terlupakan sempat saya rekam. Para Aremania yang masih
mentah dan emosional itu dihajar balik oleh ratusan
Aremania yang benar-benar ingin menjaga citra tim dan
kotanya!
Soal Pacho? Mereka bahkan mencemoohnya. “Sudah tidak
zamannya lagi pemain mengumbar emosi. Makanya kami
selalu tekankan kepada pemain dan suporter untuk
bertindak sportif. Jangan berbuat kasar, apalagi onar
seperti bonek,” ucap Ivan Syahrul, Aremania dari
kelompok Ultras.
Tentu saja, para bonek tak perlu panas hati mendengar
sentilan Ivan. Sebab, tidak semua suporter Persebaya
bermental jelek. Cuma, harus diakui, perilaku
arek-arek Suroboyo yang brutal lainnya telah mencemari
citra tim Bajul Ijo.
Saya bertanya-tanya, akankah di tahun 2000 nanti
pemahaman suporter Arema tentang sepakbola positif
tersebut bakal bisa ditularkan ke kota-kota lain di
Indonesia?
Jawabannya ada pada masyarakat sepakbola Indonesia
semua, baik PSSI, klub, pers, dan para suporter itu
sendiri. PSSI perlu lebih proaktif dalam menyikapi
iklim baik ini. Jangan lagi cuma mengandalkan
perbaikan alamiah yang tumbuh di luar seperti gaya
PSSI selama ini.
Pers pun perlu mensosialisasikan segenap perkembangan
agar bisa memancing kesadaran warga bola lainnya. Mari
kita bekerja sama.
http://groups.yahoo.com/group/arema-l/message/1214
Tidak ada komentar:
Posting Komentar