Minggu, 24 Februari 2013

FENOMENA MALANG, FENOMENA AREMA! Wed Jan 5, 2000 (Artikel tentang Arema Tahun 2000-An)

FENOMENA MALANG, FENOMENA AREMA!

Malangkah nasib Arema? Bisa ya, bisa tidak. Tergantung
dilihat dari sisi apa. Klub berjuluk Singo Edan yang
bermarkas di Kota Apel itu memang “kaya”
segala-galanya. Termasuk kaya masalah. Dana terutama.
Sebuah stereotip klub-klub peserta LI.


Kesebelasan Arema Malang, punya ikatan emosional yang
kuat dengan para suporternya.

Manajer Arema di LI VI, Gandi Yogatama, cuma tertawa
ketika dimintai penjelasan seputar nasib Arema. “Ya,
seperti inilah kami. Tenar dan seolah punya nama
besar, tapi faktanya selalu kesulitan dana. Para
pemain pun tampaknya sudah biasa hidup dalam situasi
begini,” ujar direktur teknik PDAM Malang yang sempat
memimpin Persema ini.
Jangan heran misalnya, ada satu momen satu hari
menjelang partai tandang, Arema belum punya ongkos
sepeser pun. Di Jayapura, saat Joko Susilo dkk. usai
tampil melawan Persipura dan mesti terbang ke
Makassar, hal serupa terjadi.

Gaji Kecil
“Tapi, satu hal yang pasti, pemain tak perlu tahu soal
ini. Konsentrasi mereka cuma main bagus, itu saja.
Soal duit, urusan pengurus,” lanjut Gandi.
Nyamankah tinggal di klub seperti ini? Entahlah. Fakta
berbicara, bahkan pemain asing sekelas Rodrigo Araya
pun rela meninggalkan Persma Manado dan malah main di
Malang.
“Padahal, gaji saya sekarang lebih kecil dibanding
saat membela Persma. Teman saya, Juan Rubio, bilang,
‘atmosfer sepakbola Malang luar biasa’. Saya sudah
membuktikannya,” ujar bintang asal Cili tersebut.
“Soal gaji sering terlambat, sudah biasa, Mas. Tak
soal gaji saya sekarang lebih kecil dibanding saat
membela Persija di LI IV,” kata Joko, yang menyebut
fanatisme dan iklim kekeluargaan menjadi modal utama
klubnya.
Fanatisme itu kadang terasa berlebihan. Misalnya saat
pemain gelandang Nanang Supriyadi dipinang Persikota.
Beberapa suporter tak terima. Mereka nekat menjemput
Nanang di Tangerang dan membawanya pulang ke Malang!
“Tadinya saya ingin cari nuansa baru, tapi melihat
dukungan suporter seperti itu, saya jadi terharu,”
tutur Nanang.

Kurang Laku
Para Aremania itu membayar “pemaksaannya” terhadap
pemain dengan dukungan yang sebanding. Di bawah
siraman hujan, tanpa kenal lelah mereka bernyanyi,
menari, dan terus memberi semangat. Fanatisme juga
merembes ke seluruh pelosok Malang, kotamadya maupun
kabupaten, serta pada Aremania yang tengah mencari
penghidupan di seluruh pelosok Nusantara.
Pendek kata, apa pun yang tengah terjadi di dalam
keluarga Arema, seluruh Aremania mengkopinya. Seperti
isu paling gres, saat tim asuhan M. Basri itu berniat
merekrut striker asal Montenegro, Dejan Gluscevic.
Dengan kekuatan seperti itu, mustahil Arema tak laku
dijual kepada sponsor. “Tapi, hasilnya belum memuaskan
juga. Padahal, kami sudah memasukkan proposal ke
perusahaan-perusahaan besar di sekitar Malang,” sebut
Eko Subekti, Sekretaris Yayasan Arema, lembaga
bentukan tokoh bola Acub Zainal.
Tentu ada yang tidak beres. Apakah Arema yang tak
laku, kurang detail dalam menyajikan proposal layaknya
klub-klub bonafid, atau justru citra LI secara umum
yang melemahkan nilai Arema?
Fenomena ini yang jadi PR kita bersama. Sungguh ironis
bila tim sepopuler Arema mengalami nasib malang. Kini,
tanggung jawab sementara dititikberatkan pada pemain.
Lewat prestasi, mereka diharap mampu mengkatrol nilai
jual timnya.
“Insya Allah kami bisa mewujudkannya,” ucap I Putu
Gede, andalan Arema. -Sigit Nugroho/Anang
Prihasto/Foto: Dwi Ary Setyadi-


http://groups.yahoo.com/group/arema-l/message/1212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar