Lambang yang bersemayam di hati sejak kami dilahirkan, dibisikkan setiap hari oleh orang tua dan diajarkan oleh para guru betapa besar makna burung yang dipajang di depan kelas itu.
“Garuda di dadaku!” demikian sorak kami menyambut kalian, wahai 11 orang terpilih. Mereka yang di pundaknya kami tautkan segala beban untuk mengambil kehormatan yang telah lama pergi itu.
Kehormatan yang kami rindukan, kehormatan yang seolah tak pernah ada, kehormatan yang serasa semu karena terus kami teriakkan, sebutkan dan namakan tapi tak juga bisa dirasakan….atau setidaknya bisa dikisahkan pada anak cucu.
Bersama Merah Putih kami melangkah dengan pasti mendatangi Stadion Senayan, perlambang kebesaran kita pada suatu masa. Saat Ir Soekarno dengan segala kharismanya menjadikan kita tuan rumah Asian Games 1962, kuil penyembahan megah yang (kini hanya) mampu (setelah renovasi) menampung 98.000 orang di dalamnya.
Kesanalah kami menuju, meneriakkan nama negeri kami, lambang negara kami serta nama para lelaki yang siap berlari demi nama negeri yang kami puja ini.
Betapa kau bayangkan wahai Garuda, keinginan kami yang besar untuk melihat kejayaan di pundak kalian, kejayaan yang bisa membuat kami mampu membentuk sebuah kalimat “Suatu hari, saya lihat sendiri betapa hebatnya mereka di lapangan,” di suatu hari nanti, di saat otot ini semakin melemas, kulit ini makin berkerut dan kaki ini terus melemah.
Wahai lelaki-lelaki pemberani dengan Garuda di dadanya, kami ingin kalian bisa membuat kami bangga, kami ingin bisa bercerita bahwa kitalah yang terbaik dan kita sama-sama berada di saat dan waktu tersebut. Maafkan jika kami tidak membanjiri Stadion saat kalian dengan sungguh perkasa mematuk Malaysia dan Laos dengan ganas.
Maafkan jika suara kami yang sedikit di Stadion di dua malam itu tidak terlalu lantang menggema di langit kota Jakarta. Bukan karena kami tidak mencintai kalian, tapi hanya karena kami tidak pernah yakin bahwa kalian layak didukung untuk memberikan kami kemenangan. Karena jaminan kata kemenangan sangatlah sulit kami temukan selama ini.
Kami datang wahai Garuda yang menempel di dada kiri kaos Merah 11 lelaki anugerah Tuhan itu, kami datang dengan segala kepercayaan dan keyakinan….bahwa kita akan menang.
Bahwa kalian akan mampu memberi rasa yang hilang itu. Bahwa tidak juga Thailand yang selalu sulit kita kalahkan—bahkan di Kuil Senayan itu—bisa menahan gairah yang kalian miliki dan kami bakarkan dengan kobaran keras agar api itu terus membara di mata dan hati kalian.
Bersama kita nyanyikan Indonesia Raya, bersama kita gelorakan bara peperangan pada apapun yang menghadang. Berulang kali kami teriakkan nama kalian….Irfan, Bambang, Okto, Bustomi, Firman, Nasuha, Zulkifili, saudara terbaru kita Cristian Gonzalez dan nama-nama besar lainnya di atas lapangan.
Nama yang terus menggema di langit Jakarta karena kami begitu mencintai kalian, memuja kalian dan menginginkan kalian memenangkan pertempuran demi pertempuran ini.
Kami datang agar kalian bisa sekedar melepas beban di pundak itu, beban bangsa….beban kita semua pada negeri ini, beban dahaga kemenangan dan kejayaan. Kami ingin kalian membagi beban itu dan mengajak kami untuk membantu kalian meneriakkan segala puja puji pada Garuda, Merah Putih dan Indonesia tercinta.
Biarkan kami memberi terror dahsyat itu pada setiap lawan yang coba menghadang kalian. Biarkan kami membuat mereka ciut melihat jumlah kami yang massif itu. Jangan minta kami untuk turun ke lapangan karena kami, karena kami tidak sebaik kalian….
….tapi biarkan kami terus menggemuruhkan nama kalian dan nama bangsa ini agar kalian terpacu untuk memberi segala yang kalian punya pada kami. Sebaliknya kami akan berikan dukungan terhebat yang mungkin belum pernah kalian lihat dimanapun agar kalian terpacu dan terus memburu.
11 lelaki terbaik yang dimiliki bangsa ini. Di dada kalian Garuda terpajang, bukan lambang federasi seperti umumnya tim nasional banyak negeri. Kami titipkan lambang itu pada kalian agar kalian memahami bahwa kejayaan kalian adalah kejayaan kami, kebahagiaan kalian adalah kebahagiaan kami dan apa yang kalian rasakan saat lawan membobol gawang itu adalah juga duka dan perih kami.
11 Lelaki Pemberani.
Komposisi Timnas Indonesia
Kami melepas kalian di 16 Desember nanti, untuk lawan yang masih belum kita ketahui. Tapi kami ingin kalian kembali ke negeri ini dengan kejayaan. Kami ingin melihat kalian merayakan gol demi gol, kemenangan demi kemenangan bersama kami….karena kami, mencintai kalian.
Dada dan mata ini berharap untuk bisa melihat kalian di Rabu 29 Desember 2010 itu dengan tangan terkepal keatas dan mata menatap langit dan kami penuh dengan segala rasa bahagia dan bangga yang kami punya.
Malam final yang kami nantikan setelah begitu lama dirindukan. Kerinduan yang mendalam pada rasa bangga pada kalian, bangsa ini dan diri kami sendiri. Rasa bangga yang bisa membuat kami berkata di Asia Tenggara “Kalian harus belajar bahasa kami, karena kamilah juara Asia Tenggara!”
…….dan saat kalian berpesta dimanapun kalian yang terpilih berada, ijinkan kami membanjiri jalanan Jakarta dengan diri kami sembari meneriakkan nama kalian, sejajar dengan Garuda, Merah Putih dan Indonesia!!!
Ditulis oleh Andibachtiar Yusuf, seorang Filmaker & Football Reverend. Find @andibachtiar on twitter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar