Sabtu, 24 November 2012

Cerita Aremania Dan Aremanita 4







Kapan Aku Menjadi Aremanita Sejati ?

Sebulum kita membahas apa yang akan ayas ceritakan, ayas kasih tahu dulu bahwa kisah ini dari nawak kodew ayas yang berdomisili di daerah yang menurut ayas pribadi sangat jauh dari kiblat aremania/nita stadion kanjuruhan di kab.Malang karna ia saat ini berdomisili di bhumi kretek kota Kudus Jawa Tengah. Entah berapa kilometer jarak Malang-Kudus, entah ratusn atau bahkan ribuan kilometer.
Meski dengan jarak yang sedemikian jauhnya tak mengurangi sama sekali rasa cintanya pada AREMA. Ayas dulu juga sempat heran “sebesar itukah pesona AREMA ?” hingga menembus jarak yang begitu jauhnya. Memang masih banyak nawak-nawak aremania/nita yang berdomisi lebih jauh lagi, seperti mereka yang berdomisili di pelosok aceh dan papua.meski secara gregogafis mereka lebih jauh tapi ayas pribadi tak begitu kagum atau terpesona karena mungkin “maaf” mereka bukan asli dari daerah tersebut atau lebih tepatnya mereka para perantau dari bhumi AREMA yang mengadu nasib ke bhumi orang dan sudah bermukim di sana dan menyebarkan virus cinta damai AREMA sehingga mereka bisa dan sukses mendirikan korwil-korwil di sana.
Memang tak semuanya para perantau ada juga sebagian kecil dari mereka yang merupakan penduduk asli pribumi. Seperti teman wanita ayas ini, ia asli dari Kudus asli dari nenek moyangnya tak ada darah Ngalam samah sekali yang mengalir dalam tubuhnya. Bahkan lebaran kemarin saja ia tak measakan apa yang dinamakan mudik, ya itu tadi karna ia asli warga situ,jadi tidak mudik kemana-mana

Kembali lagi ke nawak ayas tadi, ia memang bisa di katakan baru dalam hal kecintaan sama AREMA, ia mengenal baru AREMA di tahun 2010an ketika ia menyaksikan di depan layar kaca seketika itu juga ia seolah merasakan apa yang dinamak jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan menurut pengakuannya ia tak tau kalau AREMA pernah merasakan manisnya gelar juara. Tapi dengan beriringnya waktu dan semakin cintanya dia sama AREMA ia kini mulai mengerti satu persatu akan seluk beluk AREMA mulai dari sejarah klub, prestasi klub, sejarah retropus, hingga budaya ngalam pun tak luput ia pelajari. Ia kini sudah bisa dan terbiasa menggunaka salah satu budaya arek malang yakni boso walikan, bahasa yang menjadi salah satu kebanggan dan ciri khas tersendiri bagi kera ngalam. Bahkan kini semua yang berkaitan dengannya pasti berbau AREMA ataupun Aremania/nita seperti akaun Fb dan Twiternya. Sama seperti kebanyakan nawak-nawak aremania/nita yang lain yang nama akunnya ditambahi dengan nama-nama yang berbau AREMA seperti ongis nade, ongis kodew, ongisinam, sasaji, dan masih banyak yang lainnya.

Dan ini lah yang menjadi permasalahan baginya saa ini. Ia gundah atau yang sekarang lebih dikenal oleh nawak-nawak dengan istilah “galau”. Ia galau apakah masih pantas menggunakan embel-embel aremanita di namanya karna ia hingga saat ini belum bisa memenuhi apa yang seolah sudah menjadi kewajiban sebagai aremanita yakni datang dan membirukan stdion kebanggaan kita untuk mendukung satu nama AREMA. Memang rasa ingin datang langsung itu selalu ada dalam dirinya dan tak akan padam tapi apa daya hambatan untuk merealisasikan itu selalu ada datang menghampiri silih berganti.

Jangankan untuk mendukung Arema untuk ijin berkumpul bersama teman-teman korwil aremania kuus saja terasa mustahil baginya. Ia punya target ketika kelak sudah lulus halokes ia ingin sekali bekerja di daerah Malang atau paling tidak iya bisa bekerja entah dimana tempatnya karna itu mungkin akan bisa menjadi salah satu alasan baginya untuk keluar dari rumah untuk mendukung AREMA. Selain itu juga untuk bekalnya ketika mendukung AREMA kelak karna modal yang diperlukan untuk satu kali datang ke Kanjuruhan teman –teman korwilnya membayar Rp. 150.000,- tiap anak untuk patungan menyewa bus itupun belum termasuk tiket dan lain lainnya.

Kembali kepermasalahan. Ia sangat malu sama dirinya sendiri kenapa ia begitu berkoar-koar di duni maya ketika AREMA meraih kejayaan padahal ia sama sekali tak pernah berada di sampingnya untuk menemani par punggawa AREMA berlaga. Memang sesekali ia mengiringi atau mengikuti perkembangan tentusaja tidak secara langung seperti dari dunia maya atau ketika hanya bisa menyaksikan punggawa AREMA berlaga dari balik layar televisi saja
Ketika ia melihat para punggawa AREMA berlaga tetu saja tidak secara lansung atau hanya dari layar televisi saja ia selalu merasa galau akan dua rasa yang ada di htinya.
Rasa senang karna bisa melihat AREMa berlaga dan juga bagaimana kreatifitas nawak-nawak aremania yang lain. Selain rasa senang yang di rsakannya ia juga merasakan kesedihan atau rasa penyesalan atau bersalah karna ia tak bisa mendukung AREMA secara nyata padahal itu sangat di butuhkan bagi AREMA. Lewat do’a dan dzikir dan juga fb ia sampaikan dukungannya , memang ini sudah luar biasa namun baginya ini tidak ada artinya apa-apa karna ia belum pernah datang ke KANJURUHAN. Selama ini yang menjadi pengobat rindunya adalah lwat siaran lansung saja. Itu pun kalau disiarkan secara langsung. Bahkan ia mempunyai mimpi yang lebih “gila” lagi ketika kelak suatu saat nanti para punggawa AREMA bermain di KUDUS entah dalam tanding resmi atau hanya uji coba saja ia tak peduli panas, hujan, sakit atau sehat ia akan tetap datang mendukung tak peduli caci, maki, marah atau pukulan seklipun ia dapatkan dari orang tuanya.
Kadang ia berpikir akan hal yang lebih dan lebih “gila” lagi yang menurut saya sudah tak bsa di cernah oleh nalar lagi yakni andai ia sakit keras mungkin ia akan mendapat satu kesempatan permohonan dari rang tuannya dan yang akan ia minta dari permohonannya adalah ijin untuk mendukung arema. Mungkn inilah yang dinamakan cita sejati tak mengenal nalar dan sulit dipahami sebagai logikatapi inilah aremanita yang rela berkorbandemi arema dan menjunjung tinggi nilai norma akan ijin dari orang tua...

Semangatmu Semangat Kita Bersama
SALAM SATU JIWA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar