Cerita Aremania Dan Aremanita 4
Kapan Aku Menjadi
Aremanita Sejati ?
Sebulum kita membahas apa yang akan ayas ceritakan,
ayas kasih tahu dulu bahwa kisah ini dari nawak kodew ayas yang berdomisili di
daerah yang menurut ayas pribadi sangat jauh dari kiblat aremania/nita stadion
kanjuruhan di kab.Malang karna ia saat ini berdomisili di bhumi kretek kota
Kudus Jawa Tengah. Entah berapa kilometer jarak Malang-Kudus, entah ratusn atau
bahkan ribuan kilometer.
Meski dengan jarak
yang sedemikian jauhnya tak mengurangi sama sekali rasa cintanya pada AREMA.
Ayas dulu juga sempat heran “sebesar itukah pesona AREMA ?” hingga menembus
jarak yang begitu jauhnya. Memang masih banyak nawak-nawak aremania/nita yang
berdomisi lebih jauh lagi, seperti mereka yang berdomisili di pelosok aceh dan
papua.meski secara gregogafis mereka lebih jauh tapi ayas pribadi tak begitu
kagum atau terpesona karena mungkin “maaf” mereka bukan asli dari daerah
tersebut atau lebih tepatnya mereka para perantau dari bhumi AREMA yang mengadu
nasib ke bhumi orang dan sudah bermukim di sana dan menyebarkan virus cinta
damai AREMA sehingga mereka bisa dan sukses mendirikan korwil-korwil di sana.
Memang tak semuanya
para perantau ada juga sebagian kecil dari mereka yang merupakan penduduk asli
pribumi. Seperti teman wanita ayas ini, ia asli dari Kudus asli dari nenek
moyangnya tak ada darah Ngalam samah sekali yang mengalir dalam tubuhnya.
Bahkan lebaran kemarin saja ia tak measakan apa yang dinamakan mudik, ya itu
tadi karna ia asli warga situ,jadi tidak mudik kemana-mana
Kembali lagi ke nawak ayas tadi, ia memang bisa di
katakan baru dalam hal kecintaan sama AREMA, ia mengenal baru AREMA di tahun
2010an ketika ia menyaksikan di depan layar kaca seketika itu juga ia seolah
merasakan apa yang dinamak jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan menurut
pengakuannya ia tak tau kalau AREMA pernah merasakan manisnya gelar juara. Tapi
dengan beriringnya waktu dan semakin cintanya dia sama AREMA ia kini mulai
mengerti satu persatu akan seluk beluk AREMA mulai dari sejarah klub, prestasi
klub, sejarah retropus, hingga budaya ngalam pun tak luput ia pelajari. Ia kini
sudah bisa dan terbiasa menggunaka salah satu budaya arek malang yakni boso
walikan, bahasa yang menjadi salah satu kebanggan dan ciri khas tersendiri bagi
kera ngalam. Bahkan kini semua yang berkaitan dengannya pasti berbau AREMA
ataupun Aremania/nita seperti akaun Fb dan Twiternya. Sama seperti kebanyakan
nawak-nawak aremania/nita yang lain yang nama akunnya ditambahi dengan
nama-nama yang berbau AREMA seperti ongis nade, ongis kodew, ongisinam, sasaji,
dan masih banyak yang lainnya.
Dan ini lah yang menjadi permasalahan baginya saa ini.
Ia gundah atau yang sekarang lebih dikenal oleh nawak-nawak dengan istilah
“galau”. Ia galau apakah masih pantas menggunakan embel-embel aremanita di
namanya karna ia hingga saat ini belum bisa memenuhi apa yang seolah sudah menjadi
kewajiban sebagai aremanita yakni datang dan membirukan stdion kebanggaan kita
untuk mendukung satu nama AREMA. Memang rasa ingin datang langsung itu selalu
ada dalam dirinya dan tak akan padam tapi apa daya hambatan untuk
merealisasikan itu selalu ada datang menghampiri silih berganti.
Jangankan untuk mendukung Arema untuk ijin berkumpul
bersama teman-teman korwil aremania kuus saja terasa mustahil baginya. Ia punya
target ketika kelak sudah lulus halokes ia ingin sekali bekerja di daerah
Malang atau paling tidak iya bisa bekerja entah dimana tempatnya karna itu
mungkin akan bisa menjadi salah satu alasan baginya untuk keluar dari rumah
untuk mendukung AREMA. Selain itu juga untuk bekalnya ketika mendukung AREMA
kelak karna modal yang diperlukan untuk satu kali datang ke Kanjuruhan teman
–teman korwilnya membayar Rp. 150.000,- tiap anak untuk patungan menyewa bus
itupun belum termasuk tiket dan lain lainnya.
Kembali kepermasalahan. Ia sangat malu sama dirinya
sendiri kenapa ia begitu berkoar-koar di duni maya ketika AREMA meraih kejayaan
padahal ia sama sekali tak pernah berada di sampingnya untuk menemani par
punggawa AREMA berlaga. Memang sesekali ia mengiringi atau mengikuti
perkembangan tentusaja tidak secara langung seperti dari dunia maya atau ketika
hanya bisa menyaksikan punggawa AREMA berlaga dari balik layar televisi saja
Ketika ia melihat para punggawa AREMA berlaga tetu saja
tidak secara lansung atau hanya dari layar televisi saja ia selalu merasa galau
akan dua rasa yang ada di htinya.
Rasa senang karna
bisa melihat AREMa berlaga dan juga bagaimana kreatifitas nawak-nawak aremania
yang lain. Selain rasa senang yang di rsakannya ia juga merasakan kesedihan
atau rasa penyesalan atau bersalah karna ia tak bisa mendukung AREMA secara
nyata padahal itu sangat di butuhkan bagi AREMA. Lewat do’a dan dzikir dan juga
fb ia sampaikan dukungannya , memang ini sudah luar biasa namun baginya ini
tidak ada artinya apa-apa karna ia belum pernah datang ke KANJURUHAN. Selama
ini yang menjadi pengobat rindunya adalah lwat siaran lansung saja. Itu pun
kalau disiarkan secara langsung. Bahkan ia mempunyai mimpi yang lebih “gila”
lagi ketika kelak suatu saat nanti para punggawa AREMA bermain di KUDUS entah
dalam tanding resmi atau hanya uji coba saja ia tak peduli panas, hujan, sakit
atau sehat ia akan tetap datang mendukung tak peduli caci, maki, marah atau
pukulan seklipun ia dapatkan dari orang tuanya.
Kadang ia berpikir
akan hal yang lebih dan lebih “gila” lagi yang menurut saya sudah tak bsa di
cernah oleh nalar lagi yakni andai ia sakit keras mungkin ia akan mendapat satu
kesempatan permohonan dari rang tuannya dan yang akan ia minta dari
permohonannya adalah ijin untuk mendukung arema. Mungkn inilah yang dinamakan
cita sejati tak mengenal nalar dan sulit dipahami sebagai logikatapi inilah
aremanita yang rela berkorbandemi arema dan menjunjung tinggi nilai norma akan
ijin dari orang tua...
Semangatmu Semangat Kita Bersama
SALAM SATU JIWA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar