Jumat, 31 Agustus 2012

Universalitas Aremania

Nek tail Arema dan Aremania kita seperti melihat miniatur bangsa Indonesia. Ono sing asli Malang yang bangga dengan identitasnya, ono sing pendatang yang ikut bangga dengan lingkungannya. Ono malah sing kadit osi ngomong owoj tapi gak pernah absen ke stadion setiap Arema niam. Di luar Malang, bahkan ada yang tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya di Malang, namun bangga beridentitas sebagai Aremania. Mereka semua bangga dengan identitas dan atribut yang mereka gunakan. Mereka semua mencintai satu hal yang sama. Mereka semua bersatu karena satu alasan.



" Hari ini Aremania sudah menjadi komunitas nasional. Kera-kera Ngalam sudah menyebar dari sabang sampai merauke. Dari Aceh sampai Papua. Nawak-nawak yang ada dimanapun, mari kita tularkan Jiwa dan Semangat Aremania dilingkungan kita masing-masing... "
 
Yang terlihat disini Arema dan Aremania adalah miniatur dari Indonesia. Seandainya saja warga republik ini memiliki jiwa dan semangat seperti Aremania untuk satu Indonesia. Niscaya tidak akan pernah terjadi konflik-konflik yang dengan isu SARA yang pernah terjadi di beberapa daerah. Seandainya saja masyarakat republik ini memiliki kedewasaan seperti Arema dan Aremania, toleransi seperti Arema dan Aremania, tidak akan pernah ada tawuran suporter.

Beberapa saat yang lalu hingga saat ini, Arema Indonesia seolah menjadi bahan pembicaraan yang tidak ada habisnya. Prestasi Arema Indonesia yang relatif stabil menghuni papan atas klasemen Liga Indonesia sejak musim lalu, di satu sisi menjadi kebanggaan bagi kita semua, dan hal ini berdampak dengan semakin diminatinya setiap pertandingan Arema Indonesia dimanapun berlaga, bahkan pertandingan tandang di beberapa daerah adalah pertandingan dengan rekor penonton terbanyak untuk team lawan.

Disisi lain, kontribusi suporter (Aremania) yang luar biasa, menjadi pangsa pasar tersendiri bagi perekonomian kota Malang (sayang masih belum berimbas banyak ke sponsor). Penjualan segala macam atribut yang terkait dengan Arema Indonesia meningkat drastis, omzet penjual mulai kaos, stiker, mulai yang di jual ritel di pinggir jalan, pasar, distro, kios, bedak, sampai yang di jual online seolah tak pernah lelah menguras kantung pembeli.

Namun, beberapa berita miring sempat menerjang team kebanggaan Aremania ini. Lihat saja beberapa bulan yang lalu ketika majalah Tempo melibatkan Arema Indonesia dalam catatan investigasinya mengenai KoruPSSI kontan menimbulkan reaksi negatif dari berbagai pihak, terlepas investigasi tersebut terdapat beberapa kesalahan data dan ternyata juga tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada beberapa pihak yang berkompeten seperti manajemen Arema Indonesia, sehingga menyebabkan validitas investigasi secara keseluruhan dipertanyakan.

Dampak dari pemberitaan tersebut adalah banyak pihak menganggap Aremania adalah kelompok yang antipati terhadap perubahan yang saat ini sedang didengungkan ditubuh PSSI, meskipun di hampir setiap kesempatan Aremania selalu hadir. Beberapa penolakan yang dilakukan Aremania adalah penolakan terhadap keberpihakan kepada beberapa orang yang terang-terang memiliki ambisi lebih dalam menyuarakan perubahan. Bagi Aremania gerakan Revolusi PSSI adalah gerakan Moral, dan ketika gerakan Moral berubah menjadi gerakan politik untuk kepentingan tertentu, apakah secara moral kita masih harus terlibat didalam gerakan tersebut ?

Menengok Aremania sendiri, di Malang Raya, jauh sebelum musim ISL 2010/2011, Arema dan Aremania telah menjadi subkultur tersendiri bagi masyarakat Malang Raya. Nama team “Arema” yang di artikan sebagai “Arek Malang” telah menjadi identitas bagi masyarakat Malang Raya dimanapun berada. Terlebih lagi dengan bahasa pergaulan yang mereka miliki dan identik atau di kenal dengan boso walikan, seolah mempertegas identitas ini. Namun jika kita tengok lebih dalam lagi, apakah Aremania ini hanya identik dengan masyarakat Malang Raya ? ternyata tidak, selain masyarakat asli dari Malang Raya, simpatisan Arema atau yang menyebut dirinya dengan Aremania/ta tidak hanya berasal dari warga asli Malang Raya ataupun keturunan Malang. Banyak kita melihat beberapa orang yang notabene bukan orang Malang, dan bahkan belum pernah ke Malang, adalah Aremania/ta. Suatu fenomena yang unik tentunya, jika Hotman Siahaan, seorang sosiolog Universitas Airlangga yang mengatakan bahwa kultur sepakbola di Indonesia berangkat dari primordialisme (http://beritajatim.com/detailnews.php/5/Olahraga/2010-03-28/60111/Sepakbola_Indonesia_Gamang). Sedangkan dalam pranala Wikipedia secara terminologi dan etimologi memaknai Primordialisme sebagai berikut :

Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.

Etimologi

Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan.

Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan. Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. Perilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran intinya.


Melihat pemaknaan diatas, Primordialisme memiliki kecenderungan untuk membentuk sebuah kultur,dan lebih bersifat kedaerahan. Namun yang menjadi perhatian kita adalah, apa yang menjadi magnet bagi sebagian masyarakat dari luar Malang untuk menjadi Simpatisan klub asal kota Malang ?

Ada beberapa hal yang dapat menjadi bahan analisa kita.

* Kreatifitas Aremania. Dalam setiap laga kandang dan tandang, dimana Aremania selalu memberikan dukungan dalam bentuk atraksi yang menarik, nyanyian dan lagu2 yang memberikan semangat dan menghibur, tarian yang atraktif.

* Sportifitas Aremania. Kalah dan menang adalah bagian dari permainan, dan setiap kemenangan adalah kado terindah bagi Aremania, sedangkan kekalahan bukanlah menjadi alasan untuk membuat ulah dan kerusuhan seperti yang dilakukan beberapa kelompok suporter lain dan uniknya, media seolah-olah sangat hobi sekali untuk mengekspose hal hal semacam ini (kerusuhan suporter) dibanding persahabatan suporter.

* Pesan Damai. Aremania selalu membuka tangan lebar-lebar bagi siapapun suporter team Tamu yang berkunjung ke Malang. Dan hal ini tentunya berbalas dengan sambutan meriah mereka jika Aremania berkunjung. Lambat laun, hal ini menjalin persahabatan yang semakin meluas, sehingga hampir di semua tempat di negeri ini, Aremania adalah sahabat yang baik. Mereka datang dengan damai, membeli tiket dengan tertib, dan pulang tanpa meninggalkan jejak kerusuhan.

Dan tentunya masih ada daftar yang lebih panjang untuk menjadi alasannya. Akan tetapi yang dapat kita lihat saat ini, bahwa Aremania tidak hanya mempersempit Indonesia dalam satu stadion Kanjuruhan saja, akan tetapi Aremania telah menerjemahkan arti sebenarnya dari Bhinneka Tunggal Ika. Di dalam stadion kita mendukung team yang berbeda, namun di luar stadion kita adalah saudara. Dan dari sini, dapat kita tarik bahwa lagu “Padamu Negeri” yang dinyanyikan di Kandang Singa setiap Arema akan berlaga tidak hanya menjadi lagu kosong yang hanya sekedar di nyanyikan, akan tetapi bentuk aktualisasinya telah dilakukan dalam pola pemikiran, pola laku, dan pola tindak.

Hari ini aremania sudah menjadi komunitas nasional. Kera-kera Ngalam sudah menyebar dari sabang sampai merauke. Dari Aceh sampai Papua. Nawak-nawak yang ada dimanapun, mari kita tularkan Jiwa dan Semangat Aremania dilingkungan kita masing-masing. (lek).


(original-post:http://aremasenayan.com/2011/04/12/universalitas-aremania.php)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar