Sepak bola merupakan sebuah olahraga yang dapat membuat lupa segalanya, bahkan ketika negeri tercinta ini sedang dalam bencana, harga-harga kebutuhan yang melonjak, sepak bola dapat memberikan sebuah kebahagiaan walaupun cuma sesaat. Dengan jumlah penduduk yang cukup besar kurang lebih 240 juta orang, Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat menarik bila Industri olahraga di cabang sepakbola dikelola dengan baik. Namun sayangnya ketidak profesionalan para stakeholder olahraga sepak bola ini yang membuat industri olahraga sepakbola kurang berkembang.
Di negara – negara lain Industri Sepakbola telah menjelma sebagai sebuah industri olahraga yang mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Sepakbola bukan lagi sebuah hobi namun sudah menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Namun bila melihat ke Indonesia Industri Sepak Bola sangatlah suram.
Pada tahun 2009 ketika sebuah seminar mengenai industri olahraga diceritakan bahwa memang setiap pertandingan sepakbola dipenuhi oleh para penonton, namun dengan penuhnya penonton belum mampu menutup kerugian yang diderita klub.
Di tengah minimnya dana yang dialokasikan pemerintah untuk pembinaan dan pengembangan olahraga sepakbola di tanah air, kita justru melupakan upaya optimalisasinya. Inefisiensi biaya, kondisi perwasitan yang tidak diperhatikan serta banyaknya klub yang mesti timbul-tenggelam dalam keikutsertaannya di Liga Domestik menunjukkan, betapa industri sepakbola di negara kita masih sangat jauh dari harapan, apalagi untuk bisa menguntungkan layaknya sebuah industri.
Salah satu hal yang paling menonjol adalah ketidakmampuan klub mengelola potensi yang mereka miliki menjadi aset bisnis yang menguntungkan. Karena itu, banyak klub yang akhirnya mengandalkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membiayai operasional klub. Sayangnya, kemudahan mendapatkan dana APBD ini juga tidak mampu dimaksimalkan untuk mendapatkan keuntungan. Dana yang setiap tahun mengucur, habis untuk satu musim kompetisi. Meski terlihat dikelola secara independen oleh sebuah perusahaan.
Liga Super Indonesia yang saat ini bergulir ternyata belum bisa dikatakan mandiri. Mayoritas saham yang dikuasai PSSI membuat dugaan mudahnya PT Liga diintervensi. Salah satu contoh yang muncul dalam pemberitaan media massa adalah kasus tanding ulang Persik Kediri versus Persebaya Surabaya musim lalu. Persik yang dua kali gagal menggelar laga melawan Persebaya, akhirnya diberi kemenangan WO pada kesempatan ketiga setelah Persebaya memutuskan tidak hadir.
"Kami menduga PT Liga sudah diintervensi orang dalam PSSI yang punya kepentingan, dan pertandingan yang seharusnya batal itu akhirnya tetap diselenggarakan dengan alasan apa pun agar Persebaya tersingkir," kata Manajer Surabaya Gede Widiade pada Agustus lalu.
Penguasaan PSSI atas saham PT Liga juga membuat klub-klub menjadi kerdil karena tidak mendapat pembagian keuntungan dari penyelenggaraan kompetisi. Berbagai pendapatan hasil kontrak sponsor serta hak siar televisi tidak terdistribusi dengan baik ke klub-klub. Kondisi ini membuat klub-klub kesulitan memperbesar pendapatan mereka. Sebagai contoh Arema Indonesia. Walau tak sekalipun menggunakan dana APBD tim juara Liga Super musim lalu ini dikabarkan masih menanggung utang sekitar Rp 5 miliar pada akhir kompetisi.
Memang sudah saatnya sepak bola dijadikan sebuah industri olahraga yang professional, namun yang harus diperhatikan sekarang adalah banyak para penggemar sepak bola di Tanah Air yang tidak setuju bila sepak bola mengarah ke sport industry. Sebagai contoh adalah para supporter yang mengatakan :
"Kamilah orang2 yang selalu menonton kehidupan (bukan sekedar olahraga) sepakbola dari sudut pandang mereka yang selalu menyaksikan pertandingan di sektor paling buruk dalam stadion. Dari sudut pandang orang2 yang tidak membutuhkan kenyamanan saat mendukung timnya beratus2 kilometer dari rumah. Jadi kami adalah supporter, kami adalah ultras.. Kenyataan memang pahit. Sepakbola mulai berubah! Ke arah sebuah industri sepakbola moderen (FUCK OFF.. Kami ga butuh industri sepakbola!!!) Lalu apa yang bisa kita perbuat?? Tak ada! Sebenarnya apa yang menjadi keunggulan sepakbola sehingga bisa menjadi sangat terkenal ?? Sebagai sebuah olahraga rasanya tak ada kelebihan yang menonjol dari sepakbola."
Dilain itu, saya pernah mensurvei masyarakat Kota Jakarta pada tahun 2010 yang hasilnya sebanyak 52% masyarakat tidak setuju apabila sepak bola dijadikan sebuah industri. Mereka mayoritas memang mengatakan bahwa harga tiket yang semakin mahal membuat mereka sulit untuk masuk, bahkan seorang penonton mengatakan selama ini ia harus rela untuk mengutang hanya untuk menonton sepak bola. Bahkan dalam sebuah web ultraspss.info seorang suporter mengatakan :
"Para penonton sepakbola selalu dipandang sebagai sisi buruk kehidupan manusia, Pekerja kelas bawah, anak2 jalanan, gerombolan gangster.. ya kaum marginal.. kami sudah disamakan dengan kriminal! Itulah yang kini mereka coba ubah! Menjadikan sepakbola Indonesia menjadi sebuah industri penghasil Uang! Ya uang.. uang adalah segala2nya. Semua tergiur melihat industri sepakbola di eropa, banyak marchendise klub yang laris manis dan menghasilkan uang. Bagaimana mereka bisa merealisasikan ini?? Dengan menyingkirkan kami para supporter, kami yang dianggap menghambat kemajuan sepakbola, ataukah menghambat pemasukan mereka?? Perubahan memang belum tampak tapi indikasi ke arah sana terlihat jelas. Harga tiket yang selalu melambung tinggi belakangan ini bagai sebuah ‘larangan’ bagi supporter dari kalangan bawah untuk datang ke stadion.
Bahkan dari kelompok kami sendiri banyak yang harus utang sana-sini untuk dapat sekedar menonton pertandingan di kandang sendiri. Yang lebih mengenaskan adalah tribun sektor khusus supporter mulai dimasuki mereka dari kalangan non-supporter. Pernah dalam suatu pertandingan kami lihat sekeluarga duduk manis di kurva utara!!??? Apa2an ini?? ini daerah kami! ini tempat kami bernyanyi, ini surga kami dimana kami bisa mengekspresikan kebebasan! Kenapa kalian harus duduk disini?? Kini semua orang membicarakan sepakbola, walau masih sekedar sepakbola eropa. Orang2 inilah yang akan menjadi target PSSI untuk masuk ke stadion2 kita.
Mereka yang tau sepakbola dari televisi dan media cetak, mereka yang taunya hanya melihat kehebatan christiano ronaldo dengan gocekan2 mautnya, para perempuan yang menyukai sepakbola hanya karena para pemain di eropa berparas tampan, mereka yang saat ini hanya bisa mencaci maki sepakbola Indonesia. Sepakbola kita kampungan, sepakbola kita kebanyakan ricuh, supporter bola disini ga kaya di inggris yang bisa nonton tertib, sepakbola disini bisanya cuma tawuran, katrok, ndeso dll.. BULL SHIT!!! Tau apa kalian tentang sepakbola??? tau apa kalian tentang supporter?? tau apa kalian tentang semangat, keyakinan, gairah, kehormatan, dan harga diri?? taukah kalian bahwa… di eropa sana korban meninggal akibat sepakbola jauh lebih banyak daripada di negeri kita sendiri???? Lebih baik kalian teruskan ‘dunia sepakbola kalian’ sebuah mimpi indah di layar kaca.. karena kenyataanya di lapangan mungkin tak seindah yang kalian bayangkan.
Memang melihat kondisi sepakbola kita, jauh rasanya dari sebuah industri, jauh rasanya dari sepakbola moderen yang diimpikan semua kalangan masyarakat. Apakah kita menuju sebuah industri sepakbola yang nantinya menjadi pemasukan bagi klub kesayangan kita?? Ataukah kita menuju industri untuk mengencangkan sifat mercantilist dari para petinggi sepakbola kita?? Sebagai sumber pemasukan, Sebagai sebuah mesin penghasil uang??? Jangan sampai terjadi!! Sepakbola disini masih milik kami para supporter! Lalu kenapa kalian mau ambil apa yang kami miliki?? Melambungnya harga tiket pertandingan, Pelarangan menyalakan kembang api, pelarangan memasang spanduk2 yang mengkritik otoritas sepak bola Indonesia, apa yang kalian cari?? Jawabannya uang! Sikap mercantilist yang nantinya akan mematikan kita “para pemilik sepakbola yang sebenarnya!” Jangan ambil kesenangan kami, Jangan ambil hidup kami ! "
Itulah permasalahan yang terjadi dalam sepakbola,, di satu sisi sepakbola haruslah menuju sebuah industri olahraga yang memiliki profesionalitas, namun di sisi lain banyak para supporter bola yang risih dengan diterapkannya sebuah industri olahraga, lalu bagaimana seharusnya menerapkan sebuah industri olahraga yang dapat menciptakan profesionalitas dan mampu di terima oleh semua masyarakat ?? salah satu caranya adalah dengan membangun industri olahraga sepak bola berbasis ekonomi Pancasila.
Bangsa ini sedang mengalami sebuah pergolakan di dalam dirinya, banyak masyarakat yang sekarang lupa akan Pancasila, padahal didalam Pancasila sudah tergambar dengan jelas bagaimana seharusnya kita bersikap. Tidak hanya dikalangan masyarakat bawah saja Pancasila seakan – akan dilupakan, tetapi di kalangan elit pemerintahan Pancasila seakan hanya menjadi sebuah lukisan yang dibingkai.
Di dunia pendidikan pun Pancasila sudah tidak diajarkan seperti dahulu, bahkan dibangku Universitas mata kuliah Pancasila dihilangkan. Padahal di dalam Pancasila semua sudah diatur, termasuk didalamnya Ekonomi Pancasila.
Industri Olahraga merupakan bagian dari ilmu Ekonomi, dan karena itulah ketika permasalahan sepak bola yang terjadi diatas terjadi dapat diatasi dengan membangun sebuah industri olahraga yang berbasis ekonomi Pancasila. Disatu sisi pihak produsen dalam hal ini PSSI dan Organisasi yang berkaitan dengan industri sepak bola di Indonesia tidak sepihak menjadikan Industri sepak bola sebagai alat untuk mencari keuntungan sebesar – besarnya tanpa mempertimbangkan keluhan konsumen seperti yang tergambar diatas.
Diharapkan dengan industri sepak bola berbasis ekonomi Pancasila maka akan dipertemukan suatu titik keseimbangan antara produsen dengan konsumen.
judul asli : Mengelola Sepakbola Indonesia Menjadi Industri Olahraga Berbasis Ekonomi Pancasila
(penulis adalah pemerhati sepakbola dan peneliti industri olahraga)
(penulis adalah pemerhati sepakbola dan peneliti industri olahraga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar