Allah Swt Tuhanku, Nabi Muhammad Saw Junjunganku, Islam Agamaku, Fanatisme itu tidak lahir dengan sendirinya!!!!!! Dari Bumi OYONID untuk AREMA INDONESIA. AREMANIABERGERAK IKLAS TANPA PAKSA!!! KAMI TAK TERBENDUNK!!!!
Sabtu, 04 Agustus 2012
Cerita Pendek Aremania - Langkah-langkah Kecil dari Timur
Renungkanlah,
Jam dinding yang terpasang di dinding kelas sebuah SLTP di Kecamatan Tumpang menunjukkan pukul 10.30 siang. Di sela-sela berlangsungnya pelajaran matematika Terlihat seorang anak terlihat gelisah menunggu jam pulang. Berkali-kali dia melihat jam dinding lalu menggaruk-garuk kepala. Kemudian berkata pada teman sebelahnya “Waduh yo opo se ? jam orip iki jarene ngalup isuk lha kok yah mene durung muleh ae !”. “Yo sabar tah emang kate lapo awakmu ?” Ratna yang berada di sebelahnya balik bertanya pada Daus. “Iki lho Rat, ayas kate nang Kepanjen,” jawab Daus. “Acara opo nang Panjen apel tah ?” Ratna bertanya lagi.
Belum sempat menjawab tiba-tiba terdengar suara dari depan “Heh Daus coba kamu maju ke depan jawab yang no 11 cepat sekarang !” suara pak guru yang menggelegar membuat Daus tersentak. “Iya pak” jawab Daus sambil maju ke depan. Teman-temannya lainnya hanya cekikikan menahan tawa. Saat tangan Daus menggoreskan kapur ke papan tulis tiba-tiba, teeeeeeeeeeeetttttt titeititet bel tanda pulang berbunyi. “Alhamdulillahirobil alamin akhire ngalup ker !” sambil bergaya ala Fakhrudin ketika memasukkan bola ke gawang lawan.
“Heh Sul... Ssamsul semayanan ndek ngarepe masjid yo ? Ojo lali kandanono arek-arek,” kata Daus sambil berlari. “OYI THOK WES ojo kuatir,” jawab Samsul.
Jarak dari rumah ke sekolah memang tak terlalu jauh hanya di pisahkan oleh lapangan sepak bola. Daus berlari menyusuri lapangan dan melompat di atas sungai dekat kantor Pegadaian kemudian sampailah ia di rumahnya.
“Us lapo kok ngos-ngosan ?” tanya emaknya ketika melihat Daus datang . “Kulo bade ningali Arema mak,” jawab Daus. “Awakmu duwe duit ?” emaknya bertanya lagi. “Nggadah mak, empun kuatir lha angsale sadean layangan kulo simpen damel ningali Arema,” jelas Daus. “Oh ya wis, lak ngunu sing penting ati-ati ojo macem-macem, sholat dikek kono Us,” kata emaknya. “Inggih Mak,” jawab Daus.
Setelah selesai sholat, menyiapkan bekal 2 bungkus nasi ke dalam tas dan memakai kaos bertuliskan AREMA INDONESIA, Daus berpamitan pada emaknya, “Mak kulo berangkat rumiyen, bapak ten pundi ?”. “Bapakmu sik nang tegal engkok tak omongno ati-ati ndek dalan yo nak ojo bengi-bengi lek muleh,” kata emaknya sambil mencium kening Daus. “Assalamu’alaikum Mak!” ucap Daus sambil berlalu menuju depan masjid tempat dia janjian dengan teman-temannya.
Sampai di depan masjid ternyata teman-temannya sudah siap dengan atribut khas Arema. Sudah menunggu di situ Samsul, Dedi, dan Paidi. Sementara itu beberapa Aremania sudah berlalu lalang menggunakan kendaraan bermotor menuju Kanjuruhan.
“Rek ngenteni opo maneh iki ?” tanya Daus pada teman-temannya. “Loh yo opo se koen iku yo ngenteni gandolan tah mosok ngenteni taksi, iku lak menteri hahaha...,“ jawab Dedi sambil tertawa. Setelah lama berdiri di depan Masjid dan menanti ada mobil terbuka yang mau di tumpangi akhirnya datang juga pick up kosong arah Gadang yang bersedia berhenti. Tanpa pikir panjang keempat remaja tersebut langsung melompat naik.
“Mugo-mugo ae gak udan yo rek ? Lek udan lak kluncum iki engkok,” kata Paidi ke teman-temannya. Teman-teman yang lain hanya mengangguk. “Us awakmu maeng jan untung yo kaet nyekel kapur lha kok bel e muni,” kata Samsul pada Daus. “Hahaha iyo Sul padahal aku jan wis ndredeg gak karu-karuan,” jawab Daus. “Oh iyo rek duit gawe tuku tiket wis podo nggowo kan ?” tanya Dedi pada teman-temannya. “Yo iyo tah lek gak duwe duit gawe tuku tiket yo gak kiro nekad ndelok ayas !” jawab Paidi di sertai anggukan kepala teman-teman lainnya. Di atas pick up mereka terus ngobrol dan bercanda. Pick up melewati jalan raya yang di kanan kirinya dihiasi sawah yang menghijau seperti sawah dalam lukisan.
Ternyata pick up tidak sampai Gadang dan harus berhenti di pertigaan Madyopuro. “Lek suwun yo ? Salam Satu Jiwa pokoke,” teriak Daus. “Salam nang bojo ambek anak-anake sampeyan,” kata Dedi. “ Hahahahaha oyi le tak dungakno Arema nganem ati-ati yoooo !” kata pak sopir sambil berlalu rupanya mau ke arah Ampeldento.
Sambil menungggu ada tumpangan mereka berjalan. Dari arah pertigaan ada segerombolan Aremania satu truk penuh tak tersisa sedikitpun sepertinya di carter orang satu RW bernyanyi. “Arema calon Juara Juara Liga Indonesia Arek Malang ! Alhamdulillah !“. Beberapa di antaranya ada yang meneriaki keempat anak tersebut, “Hey ker tak dikek yooo tak enteni ndek Kanjuruhan.” ” Oyi,” jawab keempat anak tersebut secara bersamaan. “Lek akeh sing nyopo ngunu koyok kabeh iku dulur yo ker ?” kata Daus pada kawan-kawannya. “Iyo Us rasane koyok tentrem ngunu nang ati,” jawab Paidi.
***
Setelah berjalan sekitar satu kilometer akhirnya ada mobil pick up yang mengangkut sayur berhenti untuk memberi tumpangan. Dalam pick up tersebut terlihat seorang nenek tua duduk di sela-sela karung tomat. “Bade ten pundi mbah ?” kata Samsul mencoba membuka pembicaraan. “Iki loh nak kate nang Blitar lha iki aku yo nunut koyok awak-awakmu iku aku kate muleh nang Blitar,” jawab nenek tua tersebut. “Lah niku wau dugi pundi mbah ?” tanya Daus. “Iki maeng nang Pakis kono sambang nang dulur lha kok duitku ilang,” jawab nenek tua tersebut sambil sedikit berkaca-kaca matanya.
Setelah mendengar percakapan nenek tua tersebut keempat remaja tadi langsung bertatapan. Mereka tertegun mendengar kisah sang nenek. Kemudian Daus berbicara lirih pada teman-temannya “Ker yo opo iki ? Kiro-kiro ono duit lebih gak ?” “Ehmmmm... ono si Us tapi kene lak gak iso kiro-kiro iki luweh opo gak duite, lha lek tuku tiket ndek calo oleh larang yo opo ?” kata Samsul. “Wes ngene ae ker, yo opo lek di itung-itung dikek kabeh iku total duite orip ?” kata Paidi.
Setelah menghitung uang yang ada dalam saku masing-masing akhirnya mereka mendapatkan jumlah Rp 80.000,-. Setelah menimbang-nimbang akhirnya mereka berniat memberikan Rp. 20.000 pada sang nenek. “Mbah niki kulo nggadah yotro namung sekedik monggo damel mbah mawon,” kata Paidi. “Loh nak lha terus awakmu iki engko yo opo ? Duwe duit ?” nenek balik bertanya. “Empun mbah panjenengan beto mawon damel sangu ten Blita,” Dedi berkata lirih. “Ya wis nak suwun, Gusti Pangeran sing mbales,” jawab sang nenek sambil terisak. Keempat remaja tadi berpandangan terharu.
Di perjalanan sang nenek bercerita tentang perjalanan hidupnya yang ternyata sebetulnya dia adalah orang berada, yang nekad pergi ke Malang hanya karena ingin bertemu saudaranya tanpa merepoti anak dan cucu-cucunya yang menjadi pengusaha. Tak terasa mendengar kisah sang nenek ternyata pick up sudah sampai pada daerah Kendalpayak sebentar lagi memasuki daerah Kepanjen. Arus kendaraan mulai menumpuk, macetpun tak terlelakkan lagi. Pick up berjalan pelan merambat. Setelah berpamitan dan menyalami sang nenek merekapun turun di pertigaan Kepanjen arah stadion. Sang nenek tampak melambaikan tangan dari kejauhan.
***
Akhirnya mereka sampai di sekitar stadion Kanjuruhan “Waduh yo opo ke iki ? Mugo-mugo ae gak oleh tiket sing laham. Mosok mentolo calo-calo iku nang arek koyok awake dewe iki ?” kata Daus pada teman-temannya. Dari kejauhan terdengar suara calo berteriak bersautan “Tiket... tiket... tiket“. “Orip sam ?” tanya Dedi pada salah seorang calo. “Duapuluh ubir ae sam !!!” kata si calo. “Heeeeeehhhhh… Opo ? Mosok mundake akeh temen asline kan Hulupes ubir ae ?” kata Daus sedikit geram. “Lha kabeh sak munu sam iko ndek kono tambah Ewales ubir!” kata si calo.
Setelah berputar-putar mencari tiket akhirnya mereka melihat di loket stadion ada tulisan “TIKET EKONOMI MASIH TERSEDIA HARGA 10 RIBU SAJA”. Melihat tulisan tersebut mereka langsung berlari menuju loket dan mendapatkan tiket. Akhirnya tiket bertuliskan "Piala Indonesia Arema Indonesia vs Persijap Jepara" berada dalam genggaman.
Setelah mengantri beberapa saat merekapun bisa masuk ke stadion. Stadion sudah penuh sesak dengan puluhan ribu Aremania. Gemuruh nyanyiannya terasa sampai ke dalam dada berdegup kencang ke dalam jiwa para Aremania. Keempat remaja tersebut mengambil tempat di bawah skor. Mereka sengaja mengambil tempat di situ karena memang ingin bergoyang dan menyanyi dekat dengan sang Conductors Yuli Sumpil.
Pertandingan berlangsung seru sampai turun minum unggul Arema Indonesia 2-0. “Iki loh rek aku gowo bontot 2, kembul ae yo ?” kata Daus. “Wah iyo Us ngunu lak iso hemat ta,” kata Dedi. Ketika akan membuka bungkusan Samsul menoleh ke kiri melihat ada seorang bapak dan anaknya tampak kebingungan mencari penjual nasi. Ternyata nasi memang sudah habis. “Ker deloken iku saakene wong iku ambek anake koyoke luwe yo ?” kata Samsul pada teman-temannya. “Wis kekno wis kene kembul iki ae sak bungkus gawe arek 4 iki loh uakeh segone age kekno Sul !” kata Daus.
“Pak niki mawon sekul panjenengan tedo pun,” kata Samsul menawari seorang bapak di sampingnya. “Wah suwun le, piro iki ?” kata sang bapak. “Waduh mpun pak panjenengan beto mawon !” kata Samsul.
***
Akhirnya satu nasi bungkus di lahap habis oleh empat anak tadi karena yang satu di kasihkan pada bapak di sampingnya. Pertandingan berjalan seru kedua tim menampilkan permainan cantik. Aremania pun tak henti-hentinya memberikan dukungan mereka menari dan bernyanyi sepanjang pertandingan. Peluit panjang di bunyikan oleh wasit Jimmy Napitupulu dengan skor akhir 3-0 untuk kemenangan Arema. Aremania pun berpesta ,sang pelatih Robert Rene Albert mengajak para pemain untuk ke tengah lapangan mereka menyapa Aremania dan mengucapkan terimakasih atas dukungannya.
***
Setelah berdesak-desakan dalam stadion akhirnya Daus, Samsul, Dedi, dan Paidi bisa keluar dari stadion. Mereka berjalan menyusuri jalan yang penuh sesak Aremania yang kebanyakan membawa roda dua. “Wah yo opo iki ker duit 20 ubir kiro-kiro iso gak di gawe muleh nang Tumpang arek 4 ?” tanya Dedi pada teman-temannya. “ Yo mugo-mugo ae iso Ded, ayo wes sing penting uklam dikek nang prapatan !” jawab Paidi.
Akhirnya setelah berjalan jauh sekitar 2 kilometer mereka berempat sampai di perempatan Kepanjen dan nasib baik menghampiri mereka, karena langsung mendapat tumpangan truk yang mengangkut kuli bangunan. Di atas truk mereka berbincang-bincang dengan para kuli bangunan tentang pertandingan Arema tadi. Tak terasa hingga akhirnya keempat anak tadi harus terpaksa turun karena truk harus belok di dekat masjid Sabilillah Malang. Meski begitu mereka sangat beruntung karena mendapat tumpangan dengan jarak cukup jauh.
Hari sudah petang. Jam di depan sebuah toko elektronik menunjukkan pukul 19.00 WIB. Keempat anak tadi berjalan menyebrang jalan ke arah pertigaan diiringi gemerlapnya sorot lampu kendaraan. Segerombolan anak punk menyapa mereka “Yo opo Arema ?” Nganem ta ?”. “Oyi bos ! Nganem 3-0,” jawab Samsul. “Kate ngalup nang ndi iki ?”, Tanya salah seorang anak yang mengenakan jaket bertuliskan Botol’s. “Kate nang Tumpang iki jez,” jawab Daus. “Loh entenono kene dikek mariki ono pick up ngusung kayu, jarene wong Tumpang. Lha iku sek diparkir ndek kono mariki tak omongno tenang ae !” kata salah seorang anak punk yang berambut mohawk di semir biru.
***
Satu persatu kayu di naikkan ke atas pick up. Terlihat keempat anak membantu seorang bapak berkopiah putih turut serta menaikkan kayu. Brem... brem... mesin pick up di nyalakan. Pick up kemudian berjalan sering lambaian tangan Daus, Samsul, Dedi, dan Paidi kepada anak-anak Punk di atas trotoar. “Lek nang Tumpang ojo lali mampir nang hamure ayas yoooo ker !” teriak Dedi dari atas pick up. Lelah, letih, debu yang melekat dalam tubuh, sepertinya tak menjadi masalah buat mereka. Demi suatu kebanggaan yang coba mereka pertahankan meski di tengah keterbatasan..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar