Gak Sengojo nemu artikel lawas Aremania di Salah Tabloid GO tahun 2001...Mbois Ker...
Arema Q cinta damai....Mnjadi Pelopor iku gak iso di pungkiri oyi???
Dikutip dari Tabloid GO
21 Agustus 2001
Sepak Bola, antara Kekerasan dan Perdamaian
(Menyambut Ulang Tahun PS. Arema ke-14, tgl. 11 Agustus 1987 - 2001)
Liga Indonesia atau kini disebut Liga Bank Mandiri telah mencapai
usia 7 tahun dari pertama kali digelar tahun 1994. Dan saat ini LI
VII telah hampir merampungkan seluruh partai penyisihannya.
Diakui atau tidak, pergelaran Sepak Bola Nasional ini telah memberi
warna pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Kemenangan dan kekalahan dalam sebuah pertandingan akan mendatangkan
sejuta rasa bagi pemain dan pendukungnya. Tawa, tangis, perkelahian,
tawuran, pengrusakan, persahabatan, persaudaraan, sportivitas
merupakan luapan emosi yang biasa terjadi dalam dunia Sepak Bola.
Intinya Sepak Bola bisa mendatangkan kekerasan, tetapi sebaliknya
dari Sepak Bola juga bisa mendatangkan perdamaian.
Bukankah salah satu tujuan dari olah Raga adalah sebagai alat
pemersatu bangsa.
Pertanyaanya, mana yang lebih dominan dihasilkan oleh sepak Bola
kita.
KEKERASAN ATAU PERDAMAIAN
Jika pertanyaan ini ditujukan ke Aremania (Kelompok Supporter
Pendukung PS. Arema Malang), maka dengan tegas mereka akan menjawab
PERDAMAIAN.
Jumlah pendukung berat PS Arema yang berkisar 25.000-30.000 orang,
merupakan jumlah/angka yang amat fantastis bagi kota yang hanya
berpenduduk 800.000 jiwa.
Belakangan anggotanya pun meluas melewati batas-batas geografis ke
kota sekitar seperti Pasuruan, Jember, dan Blitar. Bahkan sekumpulan
orang "Malang" di Jakarta, Yogya, Bali, Batam, dan beberapa kota di
Kalimantan dan Sulawesi juga menghimpun diri dalam aremania.
Saat ini telah terjadi identifikasi dengan terbentuknya koordinator
wilayah (korwil) untuk "mengorganisir" aremania. Ukuran korwil tidak
dibatasi secara tegas bisa berupa sebuah kawasan atau hanya sekedar
sebuah gang sempit.
Dalam setiap minggu ada saja pembentukan korwil baru aremania. Korwil
termuda yang baru saja diresmikan beberapa minggu yang lalu adalah
Korwil "Arema Police". Yaitu sebuah Korwil yang beranggotakan Polisi
& Polwan di Polresta Malang. Lagi-lagi sebuah fenomena yang luar
biasa.
Tidak hanya itu, aremania yang terkenal dengan kretifitasnya yang
sangat tinggi juga telah membentuk sebuah korwil di dunia cyber
(internet) dengan nama AremaniaCyber. Sekali lagi Aremania merupakan
pelopor dalam penyediaan berita-berita seputar kesebelasan
kesayangannya dan pendukungnya dalam bentuk Web Site yang dikelola
sendiri oleh supporter (Korwil Aremaniacyber).
Terbentuknya korwil-korwil seperti itu membuka peta baru bagi
aremania.
Fenomena aremania berkembang ke arah kepentingan ekonomi, social dan
bahkan keamanan.
Identifikasi itu dalam masa tertentu justru melewati batas-batas
geografis, profesi, etnis, dan agama. Selain soal itu, penggunaan
bahasa walikan (balikan) di antara komunitas aremania, makin
mengentalkan proses identifikasi diri itu. Aremania sudah menjadi
semacam subkultur, di mana terdapat persamaan emosi yang guyub di
antara komunitas tersebut.
Kota Malang sendiri sebenarnya menyimpan tingkat konflik yang cukup
tinggi.
Di kota pendidikan ini berdiri lebih dari 48 Perguruan
Tinggi/Universitas dengan lebih dari 150 ribu mahasiswa di dalamnya
yang berasal dari seluruh pelosok tanah air.
Di sekitar tahun 1970-an dan awal 1980-an Di Kota Malang sering
terjadi perkelahian antar geng yang akhirnya bermuara pada tawuran
masal antar kampung, tetapi saat ini hal tersebut nyaris tak pernah
terjadi, apalagi sampai terjadi kerusuhan yang berdampak besar di
kota yang dulu berhawa sejuk ini. Begitu pula tak pernah terdengar
perkelahian pelajar atau mahasiswa bentrok dengan aparat.
Aremania telah berkembang tidak sebatas sesama pecinta bola. Pada
awalnya, memang fenomena ini dicurigai sebagai semacam resistensi
masyarakat lokal terhadap warga pendatang di Malang. Makanya atribut
semacam bahasa walikan menjadi semacam identifikasi terhadap
komunitas yang eksklusif.
Namun, kecurigaan itu terbantah jika melihat beragamnya asal, etnis,
dan profesi para aremania. Mereka tidak saja berasal dari "Malang"
asli, tetapi kaum pendatang seperti mahasiswa serta para perantau
yang merasa menjadi "malang" ketika mengenakan atribut aremania.
Kelahiran aremania lebih didorong oleh satu kesadaran kolektif atas
dasar persamaan emosi pentingnya melakukan identifikasi. Kesadaran
bersama itu menemukan kanalnya pada olah raga, terutama sepak bola
yang dinilai mampu menampung ekspresi kejantanan dan "liar" itu.
Meski pada awalnya aremania muncul dari mulut-mulut gang yang
cenderung berkesan primordial, fenomena ini kemudian bergeser menjadi
fenomena sosial yang egaliter. Ia tidak memiliki satu pemimpin
sentral yang bisa memobilisasi para anggota dalam sekejap. Tidak pula
memiliki golongan-golongan "priyayi" yang bisa memanfaatkan massa
aremania demi kepentingan politik atau ekonomi. Selain itu, aremania
tidak memiliki hubungan secara struktural dengan Yayasan Arema.
Pengorganisasian supporter ini sebenarnya pernah direkayasa secara
kultural pada tahun 1988 dengan dibentuknya Arema Fans Club (AFC).
Organisasi ini dimaksud sebagai upaya mengorganisir para suporter PS
Arema. Tetapi rekayasa ini tidak berhasil dan AFC mati dengan
sendirnya.
Maka sesungguhnya aremania adalah satu gejala rasionalitas kota
dengan bentuk-bentuk seperti kelompok suporter sepak bola, kelompok
musik, dan kelompok-kelompok sosial lainnya. Ia bukanlah sekadar
heroisme yang memiliki ikatan etik longgar di antara sesama
anggotanya. Kelompok-kelompok yang tadinya hanya berkumpul di mulut
gang makin meluas dan memperlakukan Kota Malang sebagai satu kesatuan
organis yang guyub satu sama lain.
Menonton Sepak Bola di Malang sudah bukan menjadi dominasi anak muda
"pribumi" tetapi laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, orang
tua dan bahkan dari etnis Tinghoa-pun sudah bisa menikmati
petandingan Sepak Bola di Stadion Gajayana. Keamanan jiwa dan harta
mereka dijamin sepenuhnya oleh aremania sendiri.
Secara pribadi saya yakin, suatu saat nanti Stadion Sepak Bola di
Kota Malang sudah tidak lagi memerlukan pagar pembatas antara kursi
penonton dengan lapangan bola, layaknya Stadion di Inggris. Suatu
saat nanti sekali lagi Malang dan Aremania akan menjadi pelopor dalam
hal ini.
Jelas sudah bahwa sepak bola telah berhasil menjadi alat pemersatu
yang berujung pada perdamaian sejati warga Malang.
Selamat Ulang Tahun PS. Arema, Selamat Ulang Tahun Kesebelasan
Rakyat, kami Aremania selalu ada untuk mendukungmu.
Penulis:
Rudi "idoer" Permadi
Humas AremaniaCyber
www.aremaniacyber.com
Note : www.aremaniacyber.com wis Almarhum
saiki diganti www.satujiwa.net
http://groups.yahoo.com/group/arema/message/16153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar