Rabu, 05 Desember 2012

Cerita Aremanita Nonton Persib di Siliwangi Bersama Bobotoh


Menjadi sebuah obsesi tersendiri bagi saya, yang bukan Bobotoh, untuk merasakan atmosfer menonton pertandingan di Stadion Siliwangi secara langsung. Ya, saya bukan Bobotoh. Saya Aremanita, suporter wanita pendukung Arema, yang lahir dan besar di Malang. Memasuki tahun ketiga tinggal di Kandang Maung Bandung, membuat saya semakin ingin mewujudkan keinginan tersebut.

Rupanya kesempatan itu baru berpihak kepada saya ketika laga Timnas vs Maladewa pada hari  Selasa, 12 Oktober 2010. Saya, bersama salah seorang Aremania (Arema Parahyangan), dan salah seorang teman Viking (Roni Taufiq Firdaus) menonton pertandingan persahabatan sore itu di Tribun Timur. Suasana kurang meriah karena bukan Persib yang main, begitu kata teman yang tinggal di kawasan Dago tersebut. Keinginan untuk membuktikan perkataannya pun terlintas begitu saja di kepala saya. Apalagi dorongan dari Kang Harie, salah satu pendiri Bonek Bandung yang turut mengobarkan keinginan itu.

Berlalu beberapa hari, keinginan saya itu hampir terkubur karena situasi dan kondisi yang kurang memungkinkan. Sampai akhirnya salah seorang teman di jejaring sosial Facebook, Erwin Hijisalapantilutilu mengirim pesan singkat berisi “Besok nonton moal?”, dari pesan singkat itu keinginan tersebut muncul kembali.

Sebelumnya saya ragu, namun akhirnya saya dapat membulatkan tekat untuk turut membirukan Siliwangi. Ragu, karena memikirkan bagaimana cara pulang dari stadion yang pastinya malam hari, dan tidak ada rekan Aremania satu pun yang menemani saya. Apakah saya terlalu bernyali? Tidak, yang saya pikirkan hanya bagaimana bisa sampai ke Stadion Siliwangi, kopi darat dengan beberapa rekan Bobotoh. Selebihnya saya tidak punya pikiran negatif apapun.

Ketika saya akan naik angkot dari daerah Cibabat Cimahi, dari dalam Bus Damri ada yang mengibarkan bendera Viking sambil berteriak-teriak ke arah saya. Tanpa pikir panjang, saya pun naik ke Damri tersebut, karena saya yakin bahwa suporter mempunyai solidaritas yang tidak diragukan kepada rekan sesama suporter. Ternyata mereka adalah teman-teman di Facebook, yaitu Kang Ndoko Nirwarno dan Kang Chepot Thea, Viking Jabodetabek. Inilah hebatnya punya pemikiran yang positif, sebuah kebetulan yang memang sudah direncanakan Yang Maha Kuasa. Satu bagian telah terlewati.

Sesampainya di Stadion Siliwangi, kami berjalan kaki menuju Fanshop Viking Jl. Banda No. 9, tempat yang saya kunjungi seminggu sebelumnya. Di sana, saya bertemu Kang Andre Hooligan Utara dan Pak Ari Cicaheum, kebetulan saya sudah mengenal mereka sejak 17 Juli 2010 lalu. Sambil berteduh dari guyuran hujan, saya benar-benar menikmati suasana di sekitar Jl. Banda. Sedikit aneh juga, dengan jati diri saya yang seorang Aremanita, satu-satunya yang mengenakan kaos berlogo Arema di lengan kanan dan punggung, saya bisa berada di antara mereka. Sambil memperhatikan Bobotoh yang berlalu-lalang, seakan mengobati kerinduan terhadap suasana serupa di tempat asal saya, Malang. Dan yang paling mengesankan adalah adanya beberapa Bobotoh yang usianya mungkin beberapa tahun lebih tua daripada ibu saya. Saya selalu mengagumi golongan suporter ini.

Sepakbola telah menjadi sebuah fanatisme tersendiri bagi sebagian orang yang menyebut dirinya suporter. Melihat Bobotoh berusia belasan yang tak hilang raut semangatnya di atas angkutan umum yang mereka sewa, walaupun badannya kuyup oleh hujan, membuat saya sadar bahwa seperti itulah suporter yang sangat mencintai klub, Bobotoh yang mencintai Persib, mewujudkan keyakinan membela apa yang dicintainya secara nyata, salah satunya dengan mendukung langsung di stadion. Sama seperti Aremania yang mencintai Arema, berada di antara pendukung Maung Bandung, tak membuat saya lupa akan jati diri.

Kopdar selanjutnya dengan Kang Erwin bersama teman-teman Viking Purwakarta. Kami sepakat menonton di Tribun Selatan. Butuh perjuangan untuk mencapai pintu masuk. Saya harus tergencet kerumunan suporter dan merasakan sesaknya menghirup udara untuk bernafas. Kaki terinjak-injak dan harus berdesak-desakan pula. Saya tak menyalahkan suporter yang ingin segera masuk dan mendapatkan posisi nyaman di dalam stadion, sehingga terjadi dorong-dorongan, apalagi kami telah membeli tiket. Dan saya pun tak menyalahkan kinerja panpel, hanya polisi yang bertugas di pintu Tribun Selatan masuk kriteria sangar bagi saya, apalagi dengan memajang seekor anjing di dekat antrean suporter. Seram euy! Apakah hal itu membuat saya kapok untuk mengulanginya? Tidak! Saya anggap sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh suatu tujuan. Semoga kedepannya semua pihak dapat lebih baik dalam mengatur ketertiban suporter sebelum memasuki stadion.

Menit awal pertandingan, gerimis pun mulai mengguyur. Saya terpaksa berdiri karena padatnya Tribun Selatan, melihat atraksi suporter yang bernyanyi dan menari, lagi-lagi saya ingat Stadion Kanjuruhan. Suporter, adalah roh bagi klub, benar-benar sebuah suntikan semangat yang luar biasa untuk tim yang sedang bertanding. Komentar suporter di sekitar saya pun tak pernah berhenti terdengar, entah untuk pemain, kepemimpinan wasit yang dianggap kurang fair (terutama untuk tim favoritnya), suporter yang membuat ricuh, semua terdengar kocak bagi saya. Keriuhan suporter menurut saya sama saja, bedanya kalau di Malang menggunakan Bahasa Jawa, di Bandung menggunakan Bahasa Sunda.

Gol pertama yang diciptakan Pablo Frances pada menit ke-13 membuat seolah-olah Stadion Siliwangi berguncang. Pun demikian ketika gol Atep pada akhir babak pertama, lagi-lagi bergemuruh seluruh stadion. Skor sementara 2-1 membuat Bobotoh optimis bahwa laga malam itu adalah milik mereka.
Jeda pertandingan, saya bisa duduk juga akhirnya. Biasanya, saya paling suka jajan sate 02 (julukan sate bekicot atau siput) yang banyak dijajakan di Kanjuruhan. Berhubung di Siliwangi tidak ada, saya cukup puas dengan jajan tahu Sumedang dan kerupuk berwarna oranye yang punya julukan tersendiri (hehehe). Dan berbagi air mineral untuk melepas dahaga pun menjadi sebuah perwujudan solidaritas antar suporter.

Gol-gol selanjutnya, saya memilih untuk merunduk, mengalah untuk Bobotoh di sekeliling saya yang meluapkan kegembiraannya. Karena suasana benar-benar padat, daripada saya terinjak ketika turut berjingkrak-jingkrak, tak apalah saya hanya diam saja, menunduk melindungi kepala  . Tapi saya turut merasakan kebahagaiaan Bobotoh malam itu, mungkin dengan alasan yang berbeda. Ya, saya yang Aremanita, bisa mendapat teman-teman, bahkan saya tanpa segan menganggap mereka dulur-dulur yang menerima perbedaan saya yang sebenarnya bukan bagian dari mereka.

Saya suka dengan stiker “Tong rasis, ulah anarkis. Dukung Persib make manah”. Hal itu lebih saya apresiasi daripada atribut anti suporter lain. Sedikit ada rasa perih, melihat beberapa atribut yang anti klub kebanggaan saya dan kelompok suporter saya. Tapi saya paham, itulah bagian dari dinamisasi suporter, wujud ekspresi, walaupun saya tak pernah setuju dengan hal yang semacam itu, termasuk yang datangya dari Aremania sendiri.

Setelah gol keempat, saya memutuskan untuk meninggalkan stadion, menghindari arus suporter yang keluar stadion secara bersamaan. Saya berpisah dengan rekan-rekan Viking Purwakarta. Untungnya, ketika akan pulang, saya bertemu dengan Kang Aan Hidayat, salah satu Bobotoh yang tinggal di Padalarang, beliau menawari tumpangan. Lumayan, daripada saya naik angkot sendiri. Membelah jalanan Kota Bandung di saat hujan bersama konvoian Bobotoh yang merayakan kemenangan menjadi sebuah klimaks eksistensi saya sebagai suporter malam itu. Mohon maaf, tidak dapat memenuhi ajakan rekan Viking Bekasi yang mempersilahkan saya mampir ke Fanshop Viking setelah pertandingan usai, mungkin kalau ada waktu saya main ke sana lagi.

Sepakbola, tak sekadar klub atau kelompok suporter semata. Lebih dari itu, ada nilai-nilai yang tak dapat diukur dengan rupiah sekalipun, harga sebuah persaudaraan! Saya hadir di Stadion Siliwangi, menonton laga Persib, menikmati sepakbola lokal, menjadi bagian dari publik bola Bandung, bahkan Jawa Barat, serta menjadi bagian dari suporter Indonesia yang mendukung Timnas. Walaupun biru saya bukan biru Maung Bandung, tapi biru Singo Edan.

Sesampainya di kost, tidak saya sia-siakan kesempatan untuk mengabadikan memori tentang pengalaman berkesan yang saya alami sebagai Aremanita yang nonton Persib di Siliwangi di antara Bobotoh dalam bentuk tulisan. Semoga menginspirasi…

Selamat untuk Bobotoh dengan kemenangan telak Persib 5-1 atas tamunya Persiba, kado istimewa di Hari Jadi Ibu Kota Jawa Barat, Bandung yang ke-200 tahun. Semoga di lain kesempatan, akan ada cerita-cerita seru Aremania dan Bobotoh dimanapun, tak hanya di Siliwangi maupun Si Jalak Harupat, semoga keadaan semakin baik kedepannya. Anda mengerti maksud saya bukan?

Salam damai suporter Indonesia…

(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar