Aremania Beber Kiat di PSSI
Karwoto Tersenyum, Yang Lain Antusias
Di mata banyak pemerhati sepak bola, suporter Arema -yang lebih populer dengan sebutan Aremania-merupakan suporter paling atraktif. Berbagai gaya dan model
dukungan mereka pertontonkan secara memikat. Bermacam-macam parade diperagakan dengan kompak. Kelebihan itulah yang membuat suporter-suporter klub lain tidak malu-malu untuk menirunya.MH. SYAMSUL HADI, wartawan Jawa Pos
Dampaknya, tidak saja pemain Arema kian terlecut motivasinya untuk berlaga. Tapi, jalannya pertandingan sepak bola di Stadion Gajayana, Malang, juga kian semarak dan meriah. Dan, yang terpenting, tiada kekisruhan selama pertandingan berlangsung. Atas dasar itulah, Selasa lalu (21/3), dua wakil mereka diundang dalam pertemuan pengurus PSSI dan para manajer klub di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Maksudnya, agar mereka mau gethok tular (berbagi cerita, Red.) berkenaan soal manajemen suporter bola. ''Mereka kita hadirkan agar kiat-kiat mereka dalam mengelola suporternya bisa ditiru klub lain,'' kata Andi Darussalam, ketua Komdis, yang
memandu acara sharing itu.
Begitu mendapat kesempatan, Surtato dan Yuli -dua pentolan Aremania yang datang itu-tidak mensia-siakan kehormatan untuk ''memberi kuliah'' di hadapan para
manajer klub itu. Secara bergantian, keduanya membeberkan pengalamannya memanaj suporter bola. ''Dulu, suporter Arema terkenal dengan keributan yang mereka
buat. Tapi, sekarang itu tidak ada lagi,'' tutur Surtato mengawali uraiannya. Selama keduanya menguraikan kiprah Aremania, para manajer itu menyimak dengan
penuh antusias. Sebelumnya, mereka diperlihatkan pada tayangan video rekaman atraksi Aremania. Di antara mereka, tampak ada yang manggut-manggut. Terbaca di
raut wajah mereka, ada satu keinginan kuat untuk mengikuti jejak langkah Aremania itu. Maka, begitu sesi tanya jawab dibuka, sederet pertanyaan mereka lontarkan. Tak kurang, seperti A. Kadir Halid (PSM), Spencer Infandi (Persipura), dan Husni Hasibuan (Medan Jaya), mengacungkan tangan.
Yang menarik, selama Surtato dan Yuli sharing itu, Karwoto (manajer Persebaya) -yang duduk di sebelah Imam Supardi (manajer Petrokimia)-- berkali-kali terlihat tersenyum. Entah apa makna senyuman itu tiada yang bisa menerka selain Karwoto sendiri. Sesekali ia menoleh ke arah wartawan di belakangnya sembari membisik-bisikkan sesuatu. Mengetahui hal itu, Andi Darussalam sesekali tertawa ngakak. Meski demikian, Surtato dan Yuli sama sekali tidak terpengaruh. Keduanya tetap nerocos menceritakan pengalamannya. Menurut Surtato, para suporter Arema itu mendanai sepenuhnya biaya yang harus mereka keluarkan. Awalnya, tidak sedikit mereka merogoh kocek, yakni sekitar Rp 200 ribu. ''Itu untuk membeli perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan, seperti kostum, bendera, syal, tutup kepala, dan lain-lain,'' ungkap pria bertato di lengan kirinya itu.
Biaya sebesar itu mereka keluarkan dengan sukarela. ''Semua itu kami lakukan dengan senang hati karena kami mencintai tim kami,'' kata Yuli yang berambut gondrong itu. Begitu cintanya, para suporter --yang, kata Surtato, kebanyakannya orang kere itu-- harus menabung dulu untuk mendapat selembar tiket. ''Biasanya 6 hari sebelumnya pertandingan, mereka nabung seribu tiap hari,'' ungkap Surtato. Lalu, apa rahasianya hingga kericuhan bisa ditekan? ''Setiap kampung Aremania, ada korwil (koordinator wilayah, Red.)-nya. Korwil itulah yang memimpin anggota-anggotanya. Setiap korwil itu bebas berkreasi menentukan seragamnya. Karena itu, di kalangan Aremania ada bermacam-macam kostum suporter,'' jelas Surtato. Yang pasti, mereka dituntut untuk tidak membikin keonaran. ''Itulah yang membedakan mana suporter kami dan mana yang bukan.''
Surtato dan Yuli boleh saja merasa bangga didaulat menjadi ''juru penerang'' soal suporter bola. Pasalnya, Ketua Umum PSSI, Agum Gumelar -yang oleh Surtato kemarin diberi kenang-kenangan berupa syal Arema, melontarkan pujiannya, ''Saya berharap, itu (suporter Arema, Red.) bisa dijadikan contoh di daerah-daerah lain.'' Satu hal yang kini diidamkan Surtato dan Yuli adalah ''bos'' PSSI itu berkenan melihat kebolehan atraksi Aremania di Stadion Gajayana.
Minggu, 08/04/2001 - 00:59 WIB
Teladan dari Legiun Asing Baru Arema
Tak Begadang, Tak Tuntut Rumah-MobilTim Singo Edan menambah kegarangannya dengan dua legiun asing; Bamidele "Bobby" Frank Bob Manuel dari Nigeria serta Han Yong Kuk dari Korsel. Dari tiga kali uji coba di Stadion Gajayana, mereka sudah menunjukkan kualitas yang tidak mengecewakan. Padahal, semula banyak dikritik. Apa resepnya serta bagaimana keseharian mereka sehingga cukup cepat beradaptasi?
MENEMUKAN segunduk emas? Barangkali terlalu berlebihan apabila Han Yong Kuk dan Bobby diibaratkan dengan gundukan emas itu. Sebab, Arema toh belum punya kesempatan membuktikan kontribusi dua legiun asingnya itu dalam ketatnya kompetisi resmi. Bukankah kedua pemain itu didatangkan untuk bisa memenangkan pertandingan Arema?
Tapi, harapan meraih gundukan emas itu bukanlah hal mustahil. Itu bila melihat kualiatas permainan Bobby dan Han selama uji coba. Fisiknya cukup prima. Bahkan, sikap dan perilakunya bisa jadi teladan bagi pemain lokal dan asing yang sudah lebih dahulu dan cukup lama merumput di Indonesia.
Keduanya juga tidak terlalu banyak menuntut, misalnya, rumah kontrakan khusus yang terpisah dari mes pemain lokal atau mobil pribadi. Sepanjang hari, kedua pemain itu tinggal di Mes Arema di Puncak Dieng. Berbaur dengan sesama pemain Arema.
Kehadiran dua pemain impor di mes itu ternyata membawa berkah tersendiri bagi pengurus. Sebab, apa yang mereka kerjakan bisa jadi teladan pemain lain. Misalnya, soal kedisiplinan maupun sikap profesionalnya. "I want to stay in Arema base camp (Saya ingin tinggal saja di markas Arema)," kata Bobby saat kali pertama tiba di Malang.
Tidaklah bisa dipungkiri, kehadiran Han dan Bobby benar-benar membuat suasana mes sedikit marak. Meski mereka masih terkendala komunikasi, tapi dari sikap maupun perilakunya, kedua pemain asing ini sudah jelas bisa memberi contoh bersikap profesional dan disiplin. Tidak ada sedikit pun waktu luang yang tak dipakai berlatih, meski sebatas latihan ringan.
Tiap malam, saat pemain lain masih begadang atau ngobrol di kamar temannya, Bobby dan Han pilih masuk kamar dan tidur. Kedua pemain ini memang tidur paling awal dibandingkan penghuni mes lainnya.
Alhasil, mereka bangun juga lebih awal, lantas lari pagi. "Keduanya memang nggak pernah tidur di atas pk. 22.00," kata Iwan Budianto, Ketua Umum Arema yang sering memantau perkembangan dua pemain asingnya itu.
Bagaimana makannya? Tak merepotkan. Apa yang tersaji, itu yang mereka santap. Tak pernah sekali pun mereka menuntut menu yang aneh-aneh. Memang, dengan hadirnya Han dan Bobby, juru masak Arema punya tugas tambahan. Yakni, menjelaskan bumbu dan bahan apa yang dipakai.
Kalau toh ingin menambah suplemen (pelengkap), keduanya --terutama Han-- sudah membawa sendiri dari negara asalnya. Han rupanya sadar betul bahwa pada usianya yang terbilang senja untuk ukuran pemain bola, 36 tahun, dia harus disiplin menjaga kebugaran tubuhnya. Empat kali seminggu, Han selalu menyempatkan diri berlatih di fitness centre. Itu pula yang membuat
penampilan Han selalu konstan meski dipasang selama 2 x 45 menit. Kebiasaan ini juga sering dilakukan Bobby.
Meski belum pernah mengunjungi fitness centre di Malang, namun Bobby tak pernah meluangkan waktu untuk berhenti berlatih. "Mereka bisa jadi contoh teman-teman. Terutama soal kedisiplinan dan manajemen waktu. Kalau ingin profesional, kita nggak perlu malu meniru mereka," kata Putu Gede, kapten tim Arema yang sesekali juga sering tinggal di mes. (baskoro/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar