Jumat, 31 Agustus 2012

Tidak Ada Ukuran Kesetiaan, Untuk Kecintaan Aremania

Intermesso ke belakang...
Catatan
(oleh : Sunavip Ra Indrata/MP) yang sekarang menjadi Manager Arema Isl

Tidak Ada Hitungan Rupiah, Yang Bisa Dibayarkan Untuk Harga Sebuah Loyalitas

Dalam beberapa hari terakhir, saya sering mendapat protes dari si bungsu. Gara-garanya, ponsel terus berdering. Bahkan meski sudah saya posisikan di vibrate mode, tetap saja dia mengerutu. Sempat juga ponsel itu dia sembunyikan. Tujuannya, agar saya tidak menerima telepon selama di rumah. Termasuk ketika saya memberi materi seminar di Universitas Brawijaya, ponsel juga tak pernah berhenti. Ada satu nomor yang mencoba menghubungi saya sampai 15 kali. Benar-benar gila !

Belum lagi kalau sudah masuk jam kantor. Saya selalu meminta kepada front office untuk menyeleksi telepon yang masuk. Jika keperluannya menanyakan soal tur ke Korea Selatan, saya minta front office yang menjelaskan. Tidak perlu disambungkan ke ruangan. Jika tidak didemikian, bisa saja pekerjaan lain menjadi terbengkalai. 



 
Sebenarnya, saya sendiri kaget melihat animo Aremania yang ingin ikut tur ke Korea Selatan. Tapi keinginan mereka untuk mendampingi Arema Indonesia saat dijamu Jeonbuk Hyundai FC, benar-benar sangat tinggi. Padahal awalnya, kami sempat ragu-ragu mengadakan tret-tet-tet ke Korsel tersebut. Apa bisa tur dengan membayar Rp 20 juta setiap orang, bakal diikuti banyak Aremania.

Tak heran kalau saat itu, saya hanya meminta jatah kuota 20 orang. Itupun dengan seleksi yang sangat ketat. Tujuannya, agar peserta tur, benar-benar ingin nonton Arema Indonesia dengan bonus rekreasi ke Korsel. Bukan untuk tujuan lain.

Ternyata saya benar-benar under estimate. Peserta tur ke Korsel sangat membeludak. Rencana pendaftaran yang semula ditutup 10 April, terpaksa harus ditutup 30 Maret kemarin. Itupun jumlahnya sudah dua kali lipat dari kuota awal. Alias diikuti 40 orang. Saya pun harus rela setiap hari diprotes Aremania, yang tetap ngotot ingin ikut. Banyak diantara mereka yang langsung datang ke kantor, membawa persyaratan lengkap plus uang tunai Rp 20 juta. Itu belum termasuk yang merayu-rayu lewat telepon dan ini yang membuat ponsel saya tidak pernah berhenti berdering agar memasukkan namanya dalam daftar peserta.

"Tolong. Satu saja, masak tidak bisa dimasukkan," rayu mereka.

Kalau saja tur itu dilakukan di dalam negeri, pasti akan saya terima semua permintaan itu. Bisa saja kami tidak membuat pembatasan jumlah peserta. Seperti saat kami mendukung teman-teman Aremania saat tur di dalam negeri.

Namun ini tret-tet-tet ke negara lain. Meski masih di benua Asia, tetapi untuk bisa masuk ke Korsel butuh visa dan tidak mudah mendapatkan visa dari Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia. Termasuk soal kuota tersebut, jumlahnya sudah ditentukan oleh sponsor kami yang ada di Korea. Karena jika masuk ke Korea dengan memiliki sponsor, relatif lebih mudah. Pihak sponsor, tidak mau mengambil resiko jika pesertanya sangat banyak.

Karena hal-hal itulah, saya harus menyerah pada angka 40 orang untuk peserta tur ke Korsel. Mungkin saya harus menyampaikan permintaan maaf kepada Aremania, yang tidak bisa ikut ke Korsel. Padahal banyak diantara Aremania, yang sudah mengumpulkan dana dengan berbagai cara, termasuk mengurus persyaratan yang cukup banyak, agar bisa berangkat. Tapi maaf. Saya tidak bisa memenuhi permintaan tambahan kuota tersebut. Saya paham, Aremania akan melakukan segalanya untuk bisa memberikan dukungan kepada Arema Indonesia secara langsung.

Kalau soal pengorbanan, jangan ditanyakan kepada Aremania. Mungkin jika hitungan rupiah, sudah biasa. Korban jiwa saja bisa mereka lakukan. Karena itulah, kalau melihat besarnya dana yang dibutuhkan untuk berangkat ke Korsel, rasa-rasanya berat bagi Aremania secara umum, meski saya yakin banyak Aremania yang tingkat perekonomiannya di level tinggi untuk bisa memenuhi.

Bayangkan, untuk berangkat saja, dia harus mengumpulkan dana Rp 20 juta. Itu belum termasuk uang saku dan keperluan-keperluan lainnya. Sementara mereka di Korea hanya empat hari tiga malam. "Berarti kasarnya, mereka menghabiskan uang Rp 5 juta sehari untuk bisa nonton Arema," kata salah satu teman saya.

Tapi itulah Aremania. Terkadang apa yang dilakukan sangat sulit diterima akal sehat. Sudah sering saya melihat hal-hal ’ajaib’ yang diperbuat Aremania demi Arema Indonesia. Lantaran terlalu sering itulah, saya hanya bisa geleng-geleng kepala saja, ketika melihat fenomena itu. Rasa-rasanya, hanya di Malang saya melihat fenomena seperti itu. Bahkan untuk ukuran suporter di luar negeri, paling tidak di level Asia, belum ada yang bisa menandingi militansi Aremania.

Tidak ada hitungan rupiah, yang bisa dibayarkan untuk harga sebuah loyalitas Aremania. Tidak ada ukuran kesetiaan, untuk melukiskan kecintaan Aremania terhadap Arema. Melihat semua itu, sekali lagi saya harus tetap rela jika ada orang yang marah karena tidak bisa ikut ke Korsel dan saya meminta maaf untuk itu. Termasuk saya harus sering-sering mengajak anak saya si bungsu pergi ke Timezone, agar dia tidak selalu marah kalau saya harus menerima telepon dari Aremania.


(oleh : Sunavip Ra Indrata/MP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar