Sejarah Boso Walikan Ngalam
Sejarah Boso Walikan (2)
From: Jeffrey Satya [SMTP:jeffmlg@...]
Sent: Friday, October 22, 1999 11:09 AM
To: arema-l@egroups.com
Subject: [arema-l] Re: FW: Asal Usul Bahasa Kera Ngalam
Sungguh menarik informasi anda, mungkin untuk Depdikbud Kodya Malang,
perlu melacak lebih jauh informasi ini sehingga bisa diterbitkan sebuah
informasi yang autentik dan akurat. Karena ternyata bahasa walikan ini
telah hampir menjadi bahasa khas Jatim. tetapi ngomong ngomong, tahu
nggak kenapa pacaran
dikatakan Ngamrin ? Kata Papa saya Seingat dia
sih waktu tahun 1957 - 1958 itu ada film buatan PFN yang berjudul Amrin
Membolos, dan menjadi keharusan bagi semua murid SR ( Sekolah Rakjat -
SD sekarang ) untuk menonton film
ini. Sejak saat itu, diasumsikan
bahwa untuk pacaran itu diperlukan waktu yang khusus yaitu meninggalkan
pekerjaan/ sekolah, makanya lalu disamakan
dengan si Amrin yang suka membolos itu ! Barangkali ada yang bisa melengkapi, syukur alhamdulilah
-----Original Message-----
From: Penie Mustawan <Penie@...
To: arema-l@egroups.com <arema-l@egroups.com
Date: 22 Oktober 1999 10:39
Subject: [arema-l] FW: Asal Usul Bahasa Kera Ngalam
Ini saya fwd ken tulisane Sam Harrie di newmont yg ini ndak minta
tolong tapi tak fwd ae,
-----Original Message-----
From: Harie Pandiono [SMTP:hpan1606@...]
<mailto:[SMTP:hpan1606@...]
Sent: Wednesday, October 20, 1999 8:37 PM
Subject: Asal Usul Bahasa Kera Ngalam
Asal Usul Bahasa Kera Ngalam sob kiwalan kera ngalam (bahasa terbalik
Arek Malang) berasal dari pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu
kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu
untuk menjamin kerahasiaan, efektifitas komunikasi sesama pejuang selain
juga sebagai pengenal
identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan
ini sangat penting karena pada masa Clash II perang kemerdekaan sekitar
akhir Maret 1949 Belanda banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok
pejuang Malang. Mata-mata ini banyak yang mampu berkomunikasi dalam
bahasa daerah dengan tujuan menyerap
informasi dari kalangan pejuang
GRK. penyusupan ini terutama untuk memburu sisa laskar Mayor Hamid
Rusdi yang gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran dukuh Sekarputih
(Desa Wonokoyo sekarang). Seorang tokoh pejuang Malang pada saat itu
yaitu Pak Suyudi Raharno mempunyai gagasan untuk menciptakan bahasa baru
bagi sesama pejuang sehingga dapat menjadi suatu identitas tersendiri
sekaligus menjaga keamanan informasi. Bahasa tersebut haruslah lebih
kaya dari kode dan sandi serta tidak terikat pada aturan tata bahasa
baik itu bahasa nasional, bahasa daerah (Jawa, Madura, Arab, Cina)
maupun
mengikuti istilah yang umum dan baku. Bahasa campuran
tersebut hanya mengenal satu cara baik pengucapan maupun penulisan yaitu
secara terbalik dari belakang dibaca kedepan. Karena keakraban dan
pergaulan sehari-hari maka para pejuang dalam waktu singkat dapat fasih
menguasai 'bahas' baru ini. Sedangkan lawan dan para penyusup yang tidak
setiap hari bergaul
dengan sendirinya akan kebingungan dan selalu
ketinggalan istilah2 baru. Maka siapapun yang tidak fasih mempergunakan
osob AREMA ini pasti bukan dari golongan pejuang dan pendukungnya,
sehingga kehadiran para penyusup dapat
diketahui dengan cepat serta
rahasia komunikasi tetap terjaga. Karena bahasa ini sangat bebas dan
longgar aturannya maka kemungkinan pengembangannya sangat luas untuk itu
perlu disepakati beberapa istilah penting dikalangan pejuang.
Kesepakatan istilah ini diperlukan juga karena
banyak kata penting
sulit untuk dibaca terbalik sehingga harus dicari istilah dan padanan
yang sesuai namun mudah diingat oleh para pelakunya. Contohnya kata
'Belanda' dalam bahasa Jawa disebut 'Londho' yang cukup sulit dibaca
terbalik, maka dicari istilah padanannya yaitu 'Nolo'. Demikian juga
dengan 'Polisi' bukan menjadi 'Isilop' namun cukup 'Silop'. Kemudian
untuk
'mata-mata' bila dibaca terbalik menjadi 'atam'. Namun untuk
menentukan bahwa yang dimaksud dalam istilah tersebut adalah antek
Belanda maka ditambahi kata 'keat' dari asal kata 'taek' yang dalam
bahasa jawa berarti kotoran. 'Keat Atam' atau kotoran mata dalam bahasa
jawa disebut 'ketek' adalah sebutan yang pas untuk para penyusup ini.
Begitu juga dengan nama peralatan perang seperti senjata genggam karena
sulit menemukan istilah
yang pas maka dipakai kode samaran 'Benduk'
dan untuk laras panjang (dowo =panjang dalam bahasa Jawa) disebut
'benduk owod' atau disingkat 'owod' saja. Sedangkan untuk menunjuk
masyarakat suku / etnik tertentu disebut 'onet'
untuk golongan Cina
(asal kata 'cino' dalam bahasa Jawa), 'arudam' untuk madura, 'arab'
menjadi 'bara' dan seterusnya. Sedang untuk menyebut diri seseorang
digunakan 'uka' = aku, 'ayas' = saya, 'umak' = kamu, 'okir' =
riko
(kamu dalam bahasa madura). Sedangkan untuk menyebutkan sesuatu yang
baik bagus digunakan istilah 'nez' dari asal kata bahasa arab 'zen'.
Begitu pula
dalam menyebut orang tua laki-laki (ayah, Bapak) orang
arab biasa menyebut dengan 'abah' atau 'sebeh' yang kemudian menjadi
'ebes'. Istilah 'ebes' kemudian menjadi populer ditujukan sebagai gelar
kehormatan tidak resmi kepada para komandan, pemimpin atau pembesar dan
pemuka masyarakat yang
dituakan oleh segenap masyarakat Malang
sampai sekarang. Suyudi Raharno pada September 1949 gugur disergap
Belanda di suatu pagi buta dipinggiran wilayah dukuh Genukwatu
(Purwantoro sekarang) walaupun keadaan pada saat itu sedang gencatan
senjata. Seminggu sebelumnya salah seorang kawan akrabnya
yang turut
mencetuskan 'osob kera ngalam' yaitu Wasito juga gugur dalam
pertempuran di Gandongan (Pandanwangi) sekarang. Saat ini keduanya telah
disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati - Jalan Veteran Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar