Sejarah Boso Walikan (1)
Kali ini tentang “Osob Kiwalan”! Dari cerita-cerita yang saya peroleh dari mbah Paijo, tetangga sekaligus sesepuh di kampung saya, yang telah berumur 89 tahun, ternyata osob kiwalan kera ngalam (boso walikan arek Malang) itu tidak hanya populer di era 80-an, ketika jaman muda saya, yang ketika itu populer kalimat ajakan “Ayo, ker, jagongan, ngipok karo ngoker, ngene iki kane ilakes”. Bahkan saya dan teman-teman tiap hari tidak pernah absen ke warung kopi rame-rame, kalau anak-anak muda sekarang menyebutnya clubbing dan hang out (meminjam istilah anak muda asli, teman saya sekolah, Dopink, yang memang masih muda, dan jagonya ngopi serta ngerokok). Ya begitulah, ketika jaman itu, Itulah aktifitas yang paling saya gemari, nongkrong di warung kopi sampai menjelang pagi, ngobrol dengan boso walikan, merokok rame-rame, sekaligus makan malam dengan jajanan dan kuliner tradisional, semacam rawon mendol, otos kitip, tetel goreng, jemblem, getas, sambleg dan lain-lain.Ketika saya mencoba browsing dan exploring di internet untuk berburu bahan tulisan, ternyata banyak literatur-literatur dari hasil penelitian yang memuat tentang sejarah boso walikan atau bahasa yang dibalik-balik, kata-kata yang dibaca dari belakang dan disesuaikan dengan selera para penggunannya, kadang kalau tidak enak didengar ya dirubah-rubah. sehingga terdengar kalimat lucu, aneh dan khas, misalnya kodew kewesan ngokobe komes, ono ondor tahes ngarep hamur, kadit itreng, genaro idrek, oker ngatu, asrob kubam dll. Dan adapula beberapa kata yang langsung dibalik, tapi nyaman didengar telinga, misal: sutup dari kata putus, racap dari pacar, oges dari sego (nasi), nakam dari makan, narubuk dari kuburan, ayas dari saya, harum dari murah, hamur dari rumah, kida dari adik. Bahkan ada beberapa kata yang benar-benar baru dan bukan dari hasil walikan, tapi mungkin juga serapan dari bahasa lain, misal sikim yang artinya pisau, rempon artinya pacaran yang sangat mesra atau petting and deepest kissing, terus lawed artinya jual, sarik artinya cantik. Dan sebenarnya banyak kata lainnya yang bisa dijadikan contoh, tapi sengaja tidak saya muat, karena kegiatan ini toh sekedar tugas membuat tulisan singkat yang tidak bertele-tele, bukan dalam rangka mengarang novel, fiksi trilogi ataupun fiksi ilmiah.
Dari sebuah posting di milis sebuah website, yang ditulis oleh seorang budayawan yang menekuni “Malang Tempo Doloe” Dukut Imam Widodo, menjelaskan, bahwa osob kiwalan, atau boso walikan itu pertama kali ditemukan dan digunakan di kalangan pejuang yang kala itu tergabung dalam suatu wadah perjuangan GRK (Gerilya Rakyat Kota), yang sangat disegani dan ditakuti oleh Belanda dan antek-anteknya. Osob kiwalan diciptakan oleh Suyudi Raharno dibantu oleh kawan akrabnya Wasito, dua orang ini sama-sama sebagai anggota dari GRK tersebut, di seputar akhir maret 1949, pada masa class action II atau Agresi Militer Sekutu II, yang diboncengi pasukan Belanda, kala itu Belanda banyak merekrut orang-orang sekitar Malang, atau orang asli kota, untuk dijadikan mata-mata yang bertugas menyusup dalam pasukan GRK, untuk memperoleh informasi rahasia tentang pola perjuangan GRK, para pemuda yang tergabung di dalamnya, sering pada malam-malam tertentu mengadakan pertemuan atau jagongan di sebuah warung kopi untuk membahas dan menyepakati rencana-rencana selanjutnya, akan tetapi setiap kali sehabis rapat dan besoknya melaksanakan rencana tersebut, selalu gerakan para pemuda pejuang itu dapat dipatahkan dan diobrak-abrik oleh pasukan Belanda, dan saat itu Belanda memang sangat berambisi mematahkan dan menumpas GRK sampai ke akar-akarnya, karena GRK yang sebenarnya adalah gabungan dari sisa-sisa Laskar Mayor Hamid Rusdi, yang gugur ditembak Belanda pada 8 maret 1949 di Dusun Sekarputih atau yang sekarang disebut Desa Wonokoyo.
Berawal dari kegagalan-kegagalan yang sering terjadi, para pemuda pejuang itu akhirnya menemukan, bahwa hal itu terjadi karena adanya antek atau mata-mata yang disusupkan oleh Belanda di kalangan mereka sendiri, maka untuk mengantisipasi agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, dari pemikiran cerdas salah seorang pemuda di kelompok tersebut, lahirlah osob kiwalan atau boso walikan, bahasa yang dibolak-balik untuk digunakan sebagai bahasa resmi di kalangan mereka. Dan setelah osob kiwalan itu digunakan, memang dapat ditangkap beberapa mata-mata yang menyusup di pasukan pemuda tersubut dengan cara mengajak berkomunikasi dalam boso walikan, sehingga mata-mata tersebut tidak mengerti dan tidak paham, mata-mata itu kebanyakan menyamar sebagai penjual jajanan dan rokok, kadang menyamar sebagai pelayan warung . Maka setelah osob kiwalan itu digunakan, pasukan GRK itu jadi semakin solid dan tidak mudah dipatahkan gerakannnya, karena para anggota GRK senantiasa berkomitmen untuk menjaga rahasia dan selalu berkomunikasi antar anggota dengan osob kiwalan.
Tapi sayangnya pemuda cerdas pencipta osob kiwalan itu, Suyudi Raharno, gugur dalam pertempuran sengit di pagi buta pada september 1949 di wilayah dusun Genukwatu. Genukwatu yang sekarang disebut daerah Purwantoro. Dan jazad beliau sekarang terbaring damai di Taman Makam Pahlawan Suropati Malang. Dan Wasito yang membantu terciptanya osob kiwalan itupun, sebelumnya juga telah mendahului gugur di palagan atau medan laga pada waktu pertempuran di Gandongan, yang kalau sekarang disebut daerah Pandanwangi, daerah diseputar Jl. LA Sucipto – Kalisari – Wendit. Dan jazad beliaupun juga telah terbaring damai di TMP Suropati. Tapi sayangnya dari pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan belum ada itikad baik untuk memberi penghargaan dan melestarikan nilai-nilai perjuangan kedua orang pejuang yang telah mengharumkan Bangsa dan Negara, dan Malang Raya khususnya. Dan bagaimanapun juga terciptanya osob kiwalan itu merupakan suatu hal yang kreatif dan menambah keanekaragaman khazanah bahasa dan budaya tanah air, disamping muatan nilai-nilai perjuangannya yang agung . Dan kita sebagai warga Malang raya sudah seharusnya tidak usah malu dan merasa kampungan untuk mulai menggunakannya lagi untuk bahasa pergaulan sehari-hari atau bahasa sosialita, karena dengan melakukan itu, berarti kita sudah ikut melestarikan dan menghargai nilai-nilai perjuangan yang telah dicanangkan oleh para pendahulu kita, yang telah gugur sebagai tumbal dan pengharum Ibu Pertiwi yang kita cintai semua. tahun
Lebih lanjut untuk membahas tema sejarah perjuangan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, saya telah menemui seorang ibu mantan pejuang asli Malang, tepatnya seorang eyang buyut, karena umur beliau telah mencapai 93 tahun, beliau adalah ibu Supiani, yang di umurnya, yang sekian itu beliau sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kerentaan sebagai orang yang telah berusia lanjut, beliau tetap energik, tetap tahes dan berkarya dengan membuka warung kopi, dan warung itu beliau beri nama sesuai filosofi hidupnya yaitu “Warung Adem Ayem”, letak warung itu di daerah Splendid, di belakang tepat Hotel Montana I, di warung tersebut tersedia menu Tempo Doloe yang sangat khas, karena menu itu dibuat oleh Ibu Supiani sendiri pada jaman perjuangan, yang ketika itu dia sebagai kepala dapur umum untuk tentara, menu itu ketika saya coba dan nikmati memang benar-benar khas, dan beraroma serta berasa sekali nilai-nilai perjuangannya, menu makanan tersebut diberi nama oleh beliau, yaitu “Sego Mathuk Thok” , dan menu tersebut tidak akan saya uraikan dengan lebih detil, bagi teman-teman yang penasaran dan ingin mencoba menu tersebut beserta kekhasannya dan kenikmatannya, silakan datang beramai-ramai ke warung tersebut, yang jelas menu itu akan lebih nikmat kalau disanding dengan secangkir kopi yang juga khas warung tersebut.
Ketika saya andok dan sekaligus mewawancarai eyang Supiani di warung tersebut, saya mencoba menggunakan boso walikan, ternyata beliau sangat antusias dan menanggapi dengan surprise dan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan santai sebagaimana genaro Ngalam asli , dan tentunya dengan boso walikan, ibu Supiani begitu ceria dan tiba-tiba saja menemukan romantisme masa muda, ketika berjuang di jaman kemerdekaan bersama pasukannya Mayor Hamid Rusdi, beliau sangat antusias ketika bercerita, pada era itu dia mempunyai peran sebagai kepala dapur umum merangkap sebagai personil logistik yang bertugas mencari sumbangan bahan pangan pokok, seperti beras, ketela, bulgur dan lainnya untuk melayani ransum para pejuang yang tergabung di pasukan itu, beliau sering berkeliling dari rumah ke rumah orang-orang yang simpati dan mendukung perjuangannya bersama pasukan untuk mempertahan kemerdekaan.
Sungguh saya trenyuh dan salut dengan cerita hidup ibu Supiani yang tanpa pamrih, yang sebenarnya telah tua sekali di umur yang ke 93 tahun, tapi beliau tetap tahes dan selalu meledak-ledak ketika bertutur tentang perjuangannya di masa muda. Tapi ketika saya lihat di dinding rumah yang sekaligus warung beliau, tidak ada sepotongpun piagam penghargaan yang menempel, ketika saya tanya pada beliau, jawabnya: “Oalah, nak! Urip iki mung sadermo nunut, ora usah itungan, aku biyen iklas lan gak onok pamrih, sing penting wis berjuang ora perlu aku piagam-piagam ngono iku”.
Sungguh suatu pemikiran dan gaya hidup yang perlu kita renungkan dan kita teladani di era sekarang, era economic animal, era yang katanya global, era yang dimana manusia-manusianya, termasuk kita telah luntur dan pudar sisi-sisi humanismenya, telah hilang nurani kejujurannya, era yang kata genaro ngalam, jamane hambat tewur jaman yang tambah ruwet. Jaman yang banyak menciptakan orang-orang stres. Jamane wis gak adhem ayem.
Dan berikut saya lampirkan sedikit perbendaharaan kata dari osob kiwalan, boso walikan yang barangkali berguna. Terima kasih. Wasalam.
kata benda:
- adapes: sepeda
- rotom: motor
- libom: mobil
- utapes: sepatu
- landas: sandal
- soak: kaos
nama tempat:
- hamur: rumah
- ngalam: malang
- ayabarus: surabaya
- arudam: madura
- amalatok: kotalama
- onosogrem: mergosono
- nahelop: polehan
- rajajowas: sawojajar
nama makanan/minuman:
- oges: sego
- lecep: pecel
- ipok: kopi
- oskab: bakso
- senjem: menjes/sejenis tempe
- itor: roti
kata kerja:
- ngayambes: sembahyang
- rudit: tidur
- nakam: makan
- halokes: sekolah
- hailuk: kuliah
- ngalup: pulang
- ladub: budal/berangkat
- rekem: meker/mikir
- uklam: mlaku
- utem: metu
- ibar: rabi
- kolem: melok/ikut
- helom: moleh/pulang
kata sifat/keterangan/predikat:
- tahes: sehat
- sinam: manis
- ewul: luweh/lapar
- kadit: tidak
- itreng: ngerti
- kipah: apik/bagus
- kewut: tuwek/tua
- ngewes: seweng/sinting
- licek: kecil
- komes: semok
- nayamul: lumayan
kata sebutan:
- sam: mas/kakak/bro!
- ayas: saya
- umak: kamu
- kodew: wedok/cewek
- nganal: lanang/cowok
- ngonceb: bencong
- ojob: bojo/pacar/pasangan hidup
- teles ketep: selet petek/dubur ayam
- tenyom: monyet
- sukit: tikus
- ongis nade: singo edan
- nawak ewed: kawan dewe/dekat
kata tanya/sebut:
- orip: piro/berapa
- oyi: iyo/ya!
nama orang:
- tigis: sigit
- uyab: bayu
- Inep: peni (Walikota Malang)
- suga: agus
yang saru:
- k*mp*t: t*mp*k
- k*n*m: m*n*k
- nget*m: ngem*t
Tidak ada komentar:
Posting Komentar