HOOLIGAN; mungkin inilah sebuah kata yang saat ini sedang sangat
populer dikalangan penikmat sepakbola Negeri ini. Nama Hooligan saat
ini memang telah menjadi sebuah trend dikalangan supporter Indonesia
layaknya Skinhead, Punk atau Mods. Contoh kecil, ratusan bahkan ribuan
orang memakai nick name kata Hooligan ini pada akun jejaring sosial
mereka. Belum lagi ratusan design tshirt/sweater/jacket yang menunjukan
bahwa mereka si pemakai adalah seorang Hooligan Sepakbola sebuah tim
di Indonesia. Dan masih banyak gejala sosial lainnya yang menunjukan
Hooligan saat ini menjadi sebuah trend dikalangan para supporter di
tanah air.
Tapi tahukah mereka apa arti sebenarnya dari
kata Hooligan tersebut? Kata Hooligan sendiri tidak hanya berfungsi
menjadi kata benda (noun) saja yang berarti pendukung fanatik tim
Inggris. Dalam konteks yang lebih luas, Hooligan bisa pula berfungsi
menjadi kata sifat (adjective), kata kerja (verb), dan kata keterangan
(adverb). Semua kelompok kata tersebut mewakili perilaku, sifat,
pekerjaan atau perbuatan, dan keterangan atau keadaan yang
menggambarkan perilaku tidak sportif, tidak jantan, tidak mau mengakui
dan menerima kekalahan, anarki, destruktif, serta fanatisme buta. Jadi,
Hooligan bukan hanya ada dalam kamus persepakbolaan, melainkan juga
dapat diadopsi dalam realitas yang lain, termasuk politik. Hooliganisme
diartikan sebagai tindakan atau perilaku kekerasan dan destruktif.
Istilah Hooliganisme sendiri sudah muncul sejak akhir abad ke 19
tepatnya pada 1898 di Inggris.
Hooligan sendiri
mengandung artian fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah
bertanding. Hooligan merupakan stereotip supporter dari Negara Inggris,
tetapi saat ini telah menjadi sebuah fenomena global. Sebagian besar
dari para Hooligan ini merupakan para back-packer yang sangat
berpengalaman dalam bepergian. Mereka sering menonton pertandingan yang
sangat beresiko besar. Banyak dari mereka sering keluar masuk penjara
karena sering terlibat bentrok fisik dengan supporter musuh maupun
dengan pihak keamanan sebuah wilayah. Untuk mengantisipasi adanya
kerusuhan, gaya berpakaian mereka pun sudah dipersiapkan dengan sangat
matang untuk sebuah perkelahian. Mereka sangat jarang menggunakan
pakaian yang sama dengan tim idolanya, dan memilih berpakaian
asal-asalan agar tidak terdeksi oleh pihak keamanan dan pendukung
musuh. Para Hooligan ini biasanya tidak duduk dalam satu tempat
bersama-sama, tetapi berpencar-pencar. Dan satu yang pasti tujuan utama
para Hooligan ini hadir dalam sebuah pertandingan yaitu ingin membuat
sebuah keributan, dan menonton sebuah pertandingan menjadi tujuan
mereka selanjutnya.
Lalu apakah keadaan ini sejalan dengan
tingkah laku para supporter di Negeri ini? Jawabannya sudah pasti
sangat jauh sekali. Dalam kamus para Hooligan, kehadiran mereka di arena
pertandingan mungkin hanya menyanyikan dan mengumandangkan
chants-chants tim kebangsaan mereka dan tidak pernah mengenal dengan
yang nama nya tetabuhan tambur dan tari-tari an di dalam stadion
layaknya supporter di Indonesia. Selain itu pun para Hooligan tidak
mengenal dengan yang namanya flair berwarna dan berasap tebal atau
beraneka ragam petasan yang selama ini sering terlihat dan menjadi ciri
khas stadion-stadion di Indonesia (karena hal ini merupakan ciri khas
para Ultras).
Sangat disayangkan Hooligan di Indonesia
saat ini lebih diartikan menjadi sebuah trend bahkan fashion, karena
namanya yang sangat keren dan kebarat-baratan. Mereka cenderung menjadi
seorang fashion victim, yang memakai sesuatu tanpa tau maksud dan
tujuan dibalik pakaian/atribut yang mereka gunakan. Memakai tshirt
dengan kata-kata yang super menakutkan dan menunjukan seorang Hooligan
sejati, tetapi untuk melakoni laga away saja harus berfikir
berpuluh-puluh kali karena kota A dan B bukan bagian dari teman
kelompok mereka. Apakah seperti ini layak menyandang ‘gelar’ seorang
Hooligan? Inilah budaya salah kaprah yang terjadi dikalangan para
pecinta sepakbola tanah air selama ini. Kenapa kita tidak percaya diri
untuk memakai dan mengembangkan culture kita sendiri yang sudah turun
menurun dan cenderung bangga memakai culture lu Sudah saat nya kita
semua kembali pada culture budaya kita sebagai orang timur, termasuk
dalam hal menjadi seorar.ang supporter sepakbola. Mengapa harus bangga
menggunakan kata-kata Hooligan, Ultras, atau sejuta kata keren lainnya
yang jelas-jelas bukan milik kita. Perkenalkan budaya kita pada dunia
bukan kita yang menjadi korban budaya dunia.
*disadur dari berbagai sumber
Oleh Dwi Anugrah Mugia Utamahttp://www.facebook.com/notes/aremania-kediri/budaya-salah-kaprah-hooliganisme-di-indonesia/389495471106754
Tidak ada komentar:
Posting Komentar