Suatu senja di pertengahan bulan Juni 2011, di sebuah dusun
terpencil di kaki gunung semeru, sinar matahari mulai memerah tanda sang
matahari akan beristirahat. Di salah satu rumah, atau lebih tepatnya sebuah
gubuk reyot, duduklah seorang petani tua di depan rumahnya, umurnya sekitar 60
tahun, perawakan tubuhnya sedang, kulitnya hitam legam dengan peluh yang masih
menetes, duduknya santai sembari menghisap sebatang rokok klobot yang dia
miliki.
Dihisapnya dalam-dalam rokok itu, sambil merasakan indahnya alam senja,
dari kejauhan seorang anak kecil berlari menghampirinya, anak itu masih
mengenakan seragam sekolahnya yang lusuh karena sudah beberapa hari dipakainya
tanpa dicuci, dan sepatu hitam dan kaus kakinya yang sudah molor turun hingga
mata kaki karena hanya itu satu-satunya kaus kaki yang dia punya, dari kejauhan
anak kecil itu berseru "PAAAK!! BAPAAK!! AKU TEKO PAK! [Paaak!! Bapaak!! Saya Datang Pak!]," si anak itu
ternyata putra si petani tua dengan cepat menghampiri bapaknya, setibanya di
rumah sang anak yang bernama Tole langsung menghampiri bapaknya dan mencium
tangan bapaknya itu, kemudian duduk di sebelahnya.
The Best Ebes
Setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri, mungkin
karena sama-sama kelelahan, Tole membuka tasnya yang sudah sobek, ia
mengeluarkan beberapa lembar kertas koran terbitan beberapa hari yang lalu dan
mulai membacanya dan terjadi dialog antara bapak dan anaknya "Wuih
Pak!onok gambare dhuwit uakeh banget,sak mejo! [Wuih Pak! ada gambar uang banyak sekali, satu meja!]"
ucap Tole "ckckckc,miliaran lo pak!" lanjut Tole, tapi sang bapak
tidak menjawab, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu "OOOOOO, gawe
mbayar pemaine AREMA Pak! [Oooo buat membayar pemain Arema Pak!]"
ucap Tole menerangkan "Wih, berarti pemaine AREMA iku bayarane akeh yo
pak? [Wih, berarti pemain Arema itu bayarannya banyak ya pak?]"
tanya Tole ke bapaknya itu, akhirnya sang bapak menjawab "Iyo le [Iya
Le]," jawab sang bapak singkat, Tole terus membaca dan membuka lembaran
koran lain "Lho Pak, iki onok beritane AREMA maneh! jarene ate dituku
Bakrie.
Bakrie iku sopo yo Pak? [Loh Pak, ini ada beritanya Arema lagi!
Katanya akan dibeli Bakrie. Bakrie itu siapa ya Pak?]," bapaknya pun
menjawab "Bapak yo gak weruh Le [Bapak juga tidak tahu Le],"
ucap bapak singkat "OOOH!Aku eling pak!iku lho,sing ngebor ing Sidoarjo
terus njeblhuk iku lo pak! [OOOH! Saya ingat Pak! Itu lho, yang mengebor di
Sidoarjo lalu ambrol itu lho Pak!]," ucap Tole bersemangat
"Oooh" lagi-lagi bapaknya hanya menjawab singkat "Sugih iku pak!
aku tau moco ning koran jarene pengusaha minyak, tapi aku yo tau moco lek jare
AREMA iku yo arep dituku sing jenenge Panigoro [Kaya itu Pak! saya pernah
baca di koran katanya pengusaha minyak, tetapi saya juga pernah baca kalau
Arema juga akan dibeli oleh yang namanya Panigoro]," ucap Tole
"Akeh yo sing arep nduweni AREMA, padahal jarene AREMA kuwi rugi terus [Banyak
ya yang ingin memiliki Arema, padahal Arema itu katanya rugi terus]," lanjut
Tole agak heran, sang bapak menjawab perlahan "Bapak ora weruh le, wong
saiki iki bapak lagi mikiri tandurane bapak nang tegalanmu, bapak sesuk kudu
nggolek pupuk soale wis wayahe nggarem (memupuk/memberi pupuk),kok yo kudu
mikiri bal-balan senenganmu [Bapak tidak tahu Le, sekarang Bapak lagi
memikirkan tanaman di pekaranganmu, Bapak besok harus cari pupuk karena sudah
saatnya untuk memupuk, kok harus memikirkan sepakbola kesenangan kamu],"
ucap bapaknya pelan
"Pak, tapi aku yo pingin nonton AREMA ing Stadion
Kanjuruhan kono,pingin ndelok pemain londo-ne sing jenenge Roman Chmelo iku lo
pak [Pak, tetapi saya juga ingin melihat Arema di stadion Kanjuruhan sana,
ingin melihat pemain asing yang namanya Roman Chmelo itu Pak]," rupanya
Tole hafal betul pemain AREMA terutama Roman Chmelo "Hoalah Le,karcise kan
yo larang..terus kowe yo numpak opo meronone? adoh lo Le, bapak ora nduwe
dhuwit..nontok nang TV Balai Desa ae yo [Oalah Le, tiketnya kan juga
mahal..terus kamu naik apa kesananya? Jauh Le, Bapak tidak punya uang...nonton
di TV Balai Desa saja ya]," Tole pun hanya terdiam, sesaat
kemudian Tole bertanya pada bapaknya "Pak, Pak, kiro-kiro nek dibandingno
Bakrie, Panigoro, karo sing duwe dhuwit sak meja mau sugih endi yo pak? [Pak,
Pak, kira-kira kalau dibandingkan Bakrie, Panigoro, dan yang punya uang satu
meja tadi lebih kaya mana ya pak?]" sang bapak langsung memeluk Tole
dan mengelus kepala anaknya dengan penuh kasih sayang sambil berkata dengan
lirih "Sugih bapakmu nak! soale bapak nduwe kowe nak! kowe sinau sing
sregep lan sekolah sing dhuwur, ben sesuk duwit iso sak mejo! mboh carane bapak
golek dhuwit [Lebih kaya Bapak kamu nak! karena Bapak punya kamu nak! Kamu
belajar dan sekolah yang tinggi, agar besok uang kamu bisa satu meja! Tidak
tahu bagaimana caranya Bapak mencari uang],"
sayup-sayup terdengar
suara adzan Maghrib "Inggih pak! Amin! [Iya Pak, Amin!]" Tole
tersenyum "Ayo nak, wis Maghrib, ndang adus terus sholat maghrib karo
kirim Fatihah nang ibumu..[Ayo nak, sudah Maghrib, segera mandi lalu sholat
Maghrib dan mengirim Fathihah ke Ibu kamu...]" Mereka pun beranjak
masuk ke dalam rumah mereka,meninggalkan kertas koran yang baru dibaca Tole di
depan rumah mereka,dan WHUUUUSSSSH angin sore bertiup dan menerbangkan
kertas-kertas koran itu,seakan menerbangkan impian sang petani tua ke
awang-awang...
Angin malam berhembus menyusup ke dalam rumah seakan ingin
bergabung dengan Tole dan bapaknya, Tole yang sedang belajar dengan tekun
dibawah sinar lampu teplok didampingi sang bapak yang dengan setia menemani
sembari mendengarkan suara wayang yang terdengar dari radio kecilnya "Kowe
sinau opo iku Le? [Kamu belajar apa itu Le?]"
tanya sang bapak "Sejarah pak" ucap Tole dan terus melanjutkan
belajarnya "Ooo, iyo! apik [Ooo, iya! Bagus]" jawab bapak
sambil tetap mendengarkan radionya "wayange lakone opo pak? [Wayangnya
ceritanya apa pak?]" tanya Tole penasaran "Yo koyok biasane,
lanjutane Kurawa karo Pendawa rebutan Ngastina, Kurawa ora gelem ngalah [Ya
seperti biasanya, lanjutannya Kurawa dan Pandawa berebut Ngastina, Kurawa tidak
mau mengalah]" ucap si bapak menerangkan "Kok malih koyok wong
jaman saiki yo pak? [Kok jadi seperti orang jaman sekarang ya Pak?]"
ucap Tole heran "Lha yo iku le, Bapak yo heran. Mbok yo mikir rakyat cilik
koyok awake dewe.kok ngono, wong perkoro bal-balan ae rebutan kuasa, byuuuuuhh [Itu
dia Le, Bapak juga heran.
Seharusnya memikirkan rakyat kecil seperti kita ini.
Kok malah begitu, masalah sepakbola saja berebut kekuasaan, byuuuuh]"
ucap bapak tak kalah heran "Wis, terusno sinaumu ae le, kowe mau wis
sholat Isya' durung? [Sudah, lanjutkan belajar kamu saja Le, kamu sudah
sholat Isya' belum?]" ucap si bapak "nggih sampun pak [Ya
sudah Pak]," balas Tole "Ojo lali Fatihah e nang ibuk lo ya!iku
ngono sing ngelairno kowe [Jangan lupa Fathihah ke Ibu ya! Dia itu yang
melahirkan kamu]," jawab bapaknya lirih sambil pikirannya melayang
mengenang saat-saat kebersamaan mereka sebelum dia dipanggil-Nya. Dia melirik
Tole yang belajar dengan serius seakan tidak ingin ada yang mengganggunya untuk
meraih cita-cita.
Malam pun semakin larut, Tole pun tertidur dengan buku
sejarahnya, sedangkan si petani tua tertidur dengan radionya ,dan mereka siap
menghadapi esok hari yang berat dan penuh tantangan bagi mereka berdua, tapi
semangat dan cita-cita Tole serta bapaknya untuk membuat perjalanan hidup
mereka terasa lebih ringan karena mereka yakin Tuhan akan selalu memberi jalan
dan tidak akan meninggalkan umatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar