Jumat, 31 Agustus 2012

Nostalgia Sepakbola Malang di tahun 90-an (3)

Sekarang ini harga tiket ekonomi pertandingan Arema yang sebesar 25 ribu - 30 ribu rupiah dianggap masuk kategori mahal. Untuk ukuran kota sebesar Malang dengan UMR dan Pendapatan bruto penduduknya yang masih dibawah kota besar lain membuat tiket tersebut terlihat mahal.

Di Malang dengan modal 25 ribu rupiah bisa mendapatkan porsi makan 3 kali dengan lauk mewah(menggunakan daging ayam/sapi). Di Jakarta, Bekasi atau Tangerang dengan menggunakan lauk yang sama hanya bisa didapatkan untuk 2 kali makan dan sedikit kembalian untuk minuman dan kerupuk.



 Saya jadi teringat ketika pertama kali menonton pertandingan Arema/Persema di Stadion Gajayana belasan tahun lalu. Di tahun 1992 ketika Arema memakai Stadion Gajayana untuk mengikuti Galatama harga tiket Arema sebesar 2000 rupiah untuk ekonomi dan 3500 rupiah untuk VIP. Dengan jumlah penonton sekitar 7000-9000 penonton tiap pertandingan seringkali Panpel Arema menangguk pendapatan lebih dari 15 juta rupiah ketika itu.

Jumlah tersebut di waktu itu sangat besar. Kira-kira bisa untuk menggaji selama sebulan pemain yang masuk dalam starting line up tim. Dibandingkan sekarang jumlah tersebut terpaut amat jauh bahkan kurang dari cukup untuk hanya mengontrak pemain muda yang berstatus debutan.

Saudara tuanya Persema ketika itu pernah menjual tiket ekonomi seharga 1500 rupiah saja. Sebagai perbandingan seporsi nasi goreng di tahun 1992 harganya sekitar 800-850 rupiah saja. Jika dikurskan sekarang barangkali nilai tiket Arema bisa seharga 15 ribu - 20ribu rupiah. Namun harap diingat bahwa ketika itu belum terdapat pembatasan minimal nilai kontrak/gaji pemain sebesar 1 juta rupiah perbulan atau kebutuhan untuk mengontrak pemain asing dan pemain timnas yang berharga lebih mahal.

Selepas Arema menjuarai Galatama di tahun 1993 harga tiket sempat melonjak menjadi 2500 rupiah untuk ekonomi dan sekitar 4000 rupiah untuk VIP. Harga ini tidak bertahan lama karena ketika kompetisi perserikatan dan galatama digabung, harga tiket Arema melonjak menjadi 3500 rupiah untuk ekonomi dan 7500 rupiah untuk VIP.

Panpel Persema bahkan sempat melego harga tiket dengan harga 2500 rupiah untuk kelas ekonomi dan 4000-5000 rupiah untuk VIP. Panpel Persema turut merasakan manisnya penjualan tiket ketika Persema menjamu PSIM Yogyakarta dalam pertandingan yang disaksikan lebih dari 18 ribu penonton. Sekitar seribuan diantaranya meluber di pinggir sentelban untuk hasil pertandingan yang berakhir dengan skor kacamata.

Sementara itu Arema sempat menangguk untung besar ketika menjamu Mitra Surabaya di akhir laga kandangnya. Dengan banderol tiket sebesar 3500 rupiah untuk ekonomi, dan 7500 rupiah untuk VIP ludes di tangan penontonnya. Sekitar 20 ribu penonton sudah memenuhi stadion sejak pukul 2 siang. Bahkan ketika pintu masuk stadion dibuka sekitar pkl 12.30 WIB sudah terdapat ribuan orang yang antre masuk stadion. Antrean dengan panjang puluhan meter mengular dan masih berlangsung hingga beberapa jam kemudian.

Laga melawan Mitra Surabaya itu berakhir dengan skor 2-1. Sejak pukul 2 siang tribun VIP ditutup karena tidak mampu menampung penonton yang berjubel. Ratusan penonton yang tidak masuk ke stadion terpaksa dialihkan dengan memasuki tribun ekonomi yang juga mulai penuh. Penghasilan kotor panpel Arema diperkirakan mencapai 50 juta rupiah dari sekitar 17 ribu lembar tiket yang dijual.

Di musim berikutnya Panpel Arema sempat menaikkan harga tiket untuk pertandingan bigmatch. Laga bigmatch melawan tim-tim besar untuk ekonomi dibanderol sebesar 5000 rupiah, termasuk lawan Persema. Meski laga derby melawan Persema hanya dihadiri sekitar 9000 penonton, Arema baru merasakan manisnya hasil penjualan tiket ketika menjamu Persebaya.

Lebih dari 18000 penonton menyaksikan laga yang digelar selepas libur hari raya Idul Fitri tersebut. Pertandingan berakhir dengan skor 3-0. Ketika itu seluruh skuad Arema dipenuhi pemain lokal, sementara lawannya diperkuat 3 pemain asal Yugoslavia diantaranya Antonic Dejan (musim berikutnya memperkuat Persema dan mencetak beberapa gol), Plamen Iliev Kazakov dan Nadoveza Branko.

Di beberapa musim berikutnya tidak banyak perubahan terhadap penjualan tiket laga Arema. Arema sempat menaikkan tiket ekonomi sebesar 6000 rupiah di tahun 1998 dan 7500 rupiah ketika Liga Indonesia 1999.

Di setiap musim pastinya terdapat laga yang dipenuhi penonton mengingat rivalitas maupun gengsi tinggi pertandingannya. Jika di Liga Indonesia 1996/1997 terdapat sekitar 20 ribu penonton yang menyaksikan jalannya laga Arema melawan Persebaya dengan skor 1-1 maka di tahun 1999 laga Arema melawan Pelita Jaya mencatat jumlah pendapatan tertinggi.

Kabarnya laga itu mampu menembus rekor jumlah penonton sebanyak 25 ribu orang mengingat saking banyaknya orang yang berdiri di sentelban. Pertandingan yang berakhir dengan skor 0-0 tersebut menurut informasi yang beredar hasil penjualan tiket menembus angka 125 juta rupiah. Angka tersebut adalah angka diatas 100 juta rupiah yang pertama kali disandang oleh tim Arema. Dalam kurun waktu sekitar 11 tahun kemudian hasil penjualan tiket Arema mampu menembus hingga 8 kali lipatnya !

Semua hasil yang didapat Arema bukanlah tanpa usaha. Semuanya juga tidak tercipta atas keajaiban semata. Butuh dorongan berbagai pihak terutama Aremania selaku suporter. Hadirnya Aremania turut membantu pendapatan dari hasil jualan tiket pada pertandingan Arema. Satu point yang juga patut diperhitungkan adalah prestasi tim. Prestasi tim yang stabil turut membantu 'stabilitas' pada animo penonton untuk datang ke stadion.

Selain pertandingan Arema dan Persema saya seringkali menyaksikan jalannya kompetisi internal Persema di pertengahan tahun 90an hingga tahun 2002. Sama seperti pertandingan sepakbola profesional, kompetisi internal Persema atau yang lazim disebut sebagai Liga Persema Junior juga seringkali ditiketkan.

Dibandingkan dengan bentuk tiket pertandingan Arema yang mulai berwarna-warni karena sudah memakai teknologi print digital di awal tahun 2000an, maka tiket pertandingan kompetisi internal Persema lebih mirip dengan karcis bis. Warna tiketnya 'stagnan' bisa berwarna kuning atau biru dengan tulisan yang dicetak dengan printer berwarna hitam. Terkadang bentuk tiket terlihat seperti hasil fotokopian yang dicetak/dipotong sedemikian rupa, dan penomoran atau pencantuman tim yang bertanding pada tiket menggunakan tulisan tangan yang terbuat dari spidol.

Harga tiket untuk kompetisi internal Persema dibanderol seharga 600 rupiah sekitar tahun 1996, dan 2000 rupiah di tahun 2002. Dulunya kompetisi internal Persema ini dimainkan di Stadion Gajayana Malang. Sejak tahun 2003 seluruh laga penyisihan yang berjumlah ratusan ini ditempatkan di beberapa stadion kecil yang tersebar di penjuru kota Malang.

Dan kini 'perubahan' terhadap venue kompetisi internal Persema masih tetap dipertahankan. Agaknya ini bisa dimaklumi untuk menjaga kualitas rumput stadion sebelum dipakai tim seniornya, sekaligus agar memberikan peluang kepada UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) sebagai pengelola Stadion bisa memaksimalkan pendapatan dari sewa stadion sesuai dengan amanat Perda setempat.


bersambung...

(post-original:http://wearemania.net/aremania-voice/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90an-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar