Kamis, 16 Januari 2014

Mengenang Tragedi Stadion Brawijaya Kediri (Bag-5 Habis)


Delapan Ribu Aremania menyerbu Sidoarjo untuk mendukung Arema saat berlaga melawan Sriwijaya FC di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Rabu (23/1). “Kami datang tak membawa atribut Arema sesuai larangan PSSI,” kata Haji Slamet Karim, Aremania Korwil Tongan, Rabu (23/1).Menurut Haji Slamet, Aremania akan mendatangi Stadion Gelora Delta dengan mengenakan sarung, baju takwa, baju batik dan pakaian khas Bali. Pemakaian baju takwa dan batik ini sebagai simbol bahwa Aremania bisa tertib dan santun. “Selama pertandingan dijalankan sesuai dengan aturan, Aremania tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang merusak,” ujarnya.Berdasarkan pantauan Tempo, ribuan Aremania ke Sidoarjo menaiki bus, kereta api dan mobil pribadi. Sekitar 2.000 Aremania telah berangkat dengan menggunakan Kereta Api Tumapel dari Stasiun Kota Baru Malang. Mereka terlihat memakai baju koko, baju batik, dan pakaian khas Bali. “Aremania muslim pakai baju koko. Aremania Nasrani pakai batikdan yang Hindu pakai baju khas Bali,” kata Nanang, Aremania dari Polehan.Di Posko Tim Advokasi dan Perjuangan Aremania se-Malang Raya di depan Stasiun Kota Baru diberangkatkan sekitar 25 bus Aremania dan puluhan kendaraan pribadi. Mereka berangkat secara rombongan. Setiap anggota rombongan dilengkapi dengan ID Card.Selain secara rombongan, diperkirakan banyak Aremania yang akan datang dalam kelompok-kelompok kecil maupun individu. Mereka akan berangkat menggunakan kendaraan umum dan kendaraan pribadi.
Saat itu penonton yang hadir di Sidoarjo tidak menyebut dirinya Aremania karena Aremania sedang terkena sanksi gak jelas dari PSSI. Jadi mereka menyebut dirinya “wong Malang”, sehingga sangsi dari PSSI tidak mengena kepada mereka. Efeknya, Arema tetap mendapat dukungan kala bertanding, bukan dari Aremania tapi dari wong Malang. Sungguh suatu kreatifitas yang tidak ada duanya.
BLI : SALUT AREMANIA
Bahkan Badan Liga Indonesia (BLI) saat itu memberikan acungan jempol kepada Aremania saat mendukung skuad Arema bentrok lawan Sriwijaya FC Palembang di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Rabu (23/1) malam. Ya, komunitas suporter fanatik Arema ini sangat kreatif dan unik dalam mensiasati hukuman tiga tahun tidak boleh hadir dalam stadion di pertandingan resmi PSSI.
Hukuman itu buntut kerusuhan Brawijaya Kediri, 16 Januari. Seperti yang tertuang pada keputusan Komisi Disiplin (komdis) PSSI, bernomor 95/KEP/KD/LI-XIII/1-08, 16 Januari lalu. Hukuman wajib dijalankan Aremania yang menggunakan atribut yang menandakan identitas pendukung Arema seperti kostum, poster, slogan, logo, spanduk dan sebagainya.
‘’Apa yang ditunjukkan Aremania di Sidoarjo kemarin (Rabu malam, Red), sah-sah saja. BLI melihat ribuan penonton itu, bukan Aremania, tetapi penonton biasa. Karena mereka tidak menunjukkan sebagai Aremania,’’ ujar Joko Driono, Manajer BLI yang juga menjadi salah satu anggota komdis PSSI kepada Malang Post, sore kemarin.
Aremania memang tampil beda di Gelora Delta kemarin. Mereka tidak lagi mengenakan atribut dan membawa logo yang menunjukkan diri sebagai Aremania. Tapi tampilan mereka sangat unik dan kreatif dengan menggunakan baju koko, batik ataupun baju tradisional Malangan. Itu merupakan penampilan pertama Aremania dalam mendukung tim kesayangannya pasca terjerat hukuman dari komdis.
Di sisi lain, mereka juga tampak semakin dewasa dengan menerima hasil pertandingan. Meski tim kesayangannya, Arema kalah 0-2 dari Sriwijaya FC, tapi sama sekali tidak ada protes yang berlebihan.
Bukan tidak mungkin, Aremania juga merasa kecewa dengan kepemimpinan wasit Najamudin Aspiran (Balikpapan) bersama asistennya dengan keputusan kontroversialnya. Tapi mereka tetap bisa menahan diri.
Kemudian ditambah lagi saat pulang ke Malang, rombongan bus Aremania mendapat lemparan di daerah Porong dan beberapa saat setelah keluar stadion. Toh, kondisi itu tidak menyulut mereka emosi dan tetap saja melanjutkan perjalanan.
‘’BLI mengucap terima masih kepada Aremania. Mereka mampu menunjukkan diri sebagai supporter yang baik di Sidoarjo,’’ tambah Joko.
Salam Satoe Jiwa

http://junedoyisam.wordpress.com/2011/08/19/mengenang-tragedi-stadion-brawijaya-kediri-bag-5-habis-aremania-bertransformasi-menjadi-wong-malang/

Mengenang Tragedi Stadion Brawijaya Kediri (Bag-4)


Langkah Komisi Disiplin (Komdis) PSSI menghukum Aremania, dianggap sebuah kesalahan besar. Jika memang benar Aremania dihukum tiga tahun, maka seluruh panitia pelaksanaan (panpel) harus dihukum seumur hidup. Termasuk BLI juga harus dihukum.
Pernyataan keras ini dilontarkan Haruna Sumitro, Ketua Pengda PSSI Jatim kepada Malang Post, Kamis siang. ‘’Langkah Komdis PSSI saya anggap sangat keliru. Itu sama saja PSSI menafikkan kepercayaan yang sudah diberikan masyarakat kepada dunia persepakbolaan di Indonesia,’’ tandasnya meyakinkan.
Secara panjang lebar, Haruna lantas mengurai satu demi satu kronologis kejadian di Stadion Brawijaya Kediri. Mulai dari awal pertandingan hingga meletusnya kerusuhan yang diduga diotaki oknum Aremania.
‘’Data juga yang akan saya jelaskan nanti ke PSSI atau BLI atau ke siapa saja, kalau sampai Aremania dihukum,’’ ujar mantan anggota DPRD Jatim ini.
Menurut dia, sangat tidak etis kalau Komdis membuat keputusan dengan berpatokan pada kesalahan yang mungkin dilakukan oknum Aremania. Sebab, dari awal pertandingan hingga berakhir kerusuhan semua pihak dianggap telah mencetak sebuah kesalahan. Baik yang di dalam lapangan atau yang diluar lapangan.
Sebagai contoh, Haruna menyebut kesalahan yang dibuat pihak keamanan. Seharusnya, ketika melihat gelombang suporter sebanyak itu, pihak keamanan harusnya sudah melakukan berbagai antisipasi agar kerusuhan tidak terjadi. Caranya, pihak keamanan dianggap sudah mengetahui.
Badan Liga Indonesia (BLI) juga dianggap bersalah. Karena selama pertandingan berlangsung BLI tidak on the spot menyaksikan berbagai kesalahan yang dilakukan wasit. Seharusnya, begitu wasit melakukan kesalahan berulang-ulang segera dipanggil ke pinggir lapangan untuk pengecekan.
‘’Sebagai lembaga yang sudah tahu soal sepak bola di Indonesia, begitu wasit sampai menganulir gol tiga kali layak kalau BLI minta penjelasan saat itu juga. Atau kalau perlu tidak sampai tiga kali sudah ada pemanggilan. Dan ini tidak dilakukan BLI,’’ ujarnya.
Haruna sangat menyayangkan kalau Komdis PSSI dalam mengambil keputusan hanya berpatokan atas sebuah akibat, tanpa melihat dan menghitung penyebabnya lebih dahulu. Kerusuhan adalah sebuah akibat, yang sebelumnya pasti ada penyebabnya. ‘’Lihat penyebabnya apa, jangan dilihat akibatnya saja,’’ katanya.
Khusus Aremania, Haruna menyarankan, agar juga segera menyusun fakta dan situasi dilapangan. Aremania yang selama ini dianggap sportif, tertib dan bertanggung jawab pasti akan mampu membuat ‘pembelaan’ terkait persoalan di Kediri ini.
‘’Sebutkan kalau ulah yang diduga dilakukan oknum Aremania itu bukan jiwanya Aremania. Kalau perlu mari sama-sama kita (PSSI Jatim) kita beberkan ke Komdis atau PSSI Pusat terkait persoalan di Kediri, kemarin malam,’’ katanya dengan menyebut dirinya siap menerima perwakilan Aremania kapan saja.
Akhirnya dampak dari skorsing ini, Aremania dengan gentleman menjalaninya. Akan tetapi bukan Aremania kalo tidak bisa mengakalinya untuk tetap datang ke Stadion memberikan dukungan untuk Arema. Aremania dengan kreatifitasnya masuk stadion dengan menggunakan baju warna hitam, sebagai simbol berdukanya Aremania akibat matinya nurani dan jiwa sportifitas dari PSSI sendiri. Bentuk perlawan Aremania yang lain adalah dibikinnya lagu PSSI bangsat oleh D’Kross, dan juga menggaungkan teriakan revolusi PSSI saat itu, sehingga memang sudah sejak awal Aremanialah yang mengawali adanya gerakan revolusi PSSI. Akan tetapi karena saat itu Aremania yang notabene adalah dianggap anak tiri, sehingga tidak mendapat dukungan dari pihak lain yang memang sedang enak2nya menikmati duit APBD melalui klub plat merahnya.
Dan momen itu tersembul kembali saat kejadian piala AFF yang dimana Timnas yang bermain dengan cantik kala babak penyisihan, akan tetapi kalah dari Malaysia di babak final yang banyak kalangan curiga ini adalah karena adanya pengaturan skor oleh PSSI karena ada kerjasama dengan pihak mafia judi bola.
Ada lagi pemicu lain yang kebetulan muncul secara bersamaan yaitu kala tim plat merah yang merasa di dzolimi oleh PSSI, dan karena mereka juga mendapat dukungan dari satu pihak dengan dana yang tidak terbatas, melakukan perlawanan terhadap PSSI dengan membentuk liga yang menurut mereka sudah profesional (LPI), meski akhirnya hanya bertahan setengah hidup saja……eh setengah musim saja. Dan kita dapat melihat hasilnya, yaitu tergulingnya hirarki kekuasaan dari Nurdin Halid, dan diganti dengan kepemimpinan dari pak Djohar Arifin yang menurut banyak kalangan lebih pro kepada pihak LPI.
Akan tetapi nawak2 juga harus sadar, revolusi bukan hanya bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan lama dan berusaha untuk memaksakan kekuasaan baru. Tapi yang terpenting adalah memperbaiki sistem dan berjuan untuk memperbaiki prestas persepakbolaan Indonesia.Bravo persepakbolaan indonesia!
Maka mungkin nawak2 yang belum tahu akan awal adanya gerakan revolusi PSSI itu sebenarnya dimulai dari Aremania, seperti yang ayas sampaikan di atas. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa Aremania memang selalu selangkah lebih maju dari yang lainnya. Bravo Aremania!
Salam Satoe Jiwa

Mengenang Tragedi Stadion Brawijaya Kediri (Bag-2)


Kerusakan akibat amuk Aremania tak hanya menimpa fasilitas Stadion Brawijaya dan stasiun kereta api Kota Kediri, namun juga puluhan rumah warga yang ada di sepanjang jalur Kediri-Blitar.
Sekarang warga mengaku tidak tahu harus mengadu ke mana untuk bisa mendapatkan ganti rugi, akibat ulah anarkis Aremania yang mengamuk karena tim kesayangannya dikalahkan Persiwa Wamena 2-1 tersebut. Joko (36), salah satu warga yang tinggal di sepanjang jalur Kediri-Blitar, atau tepatnya di sekitar perempatan Bence, Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri mengaku baru mengetahui rumahnya rusak setelah bangun pagi tadi.
“Ya kaget banget, saat bangun dan hendak bersih-bersih rumah besi pagar ini banyak yang patah. Sebagian kaca juga pecah,” katanya saat ditemui di rumahnya, Kamis (17/1/2008).
Sementara pengakuan Muntholib (44), warga Desa Sambi, Kecamatan Ringinrejo, Kabepaten Kediri yang merupakan lokasi perbatasan Kediri-Blitar memberikan pengakuan berbeda.
Dia sebenarnya sempat melihat aksi pengrusakan yang dilakukan Aremania. Namun jumla pelaku pengrusakan yang lebih banyak dan semuanya tanmpak brutal, membuatnya justru tak berani keluar rumah.
“Di perempatan situ mereka mengambil batu, dan saat mobil yang ditumpangi kembali jalan mereka melempari rumah warga,” cerita Muntholib sambil menunjukkan perempatan Pasar Sambi.
Rumah Muntholib sendiri yang tepat berada di sebelah selatan perempatan saat ini mengalami kerusakan cukup parah. Beberapa buah gentingnya pcah, begitu juga dengan kaca jendela.
Dijelaskan pula oleh Muntholib, diperkirakan jumlah rumah warga yang rusak lebih dari sepuluh. “Di sekitar sini saja ada kurang lebih 7. Belum sejak dari Kediri sampai Blitar,” jelasnya.
Hingga kini warga mengaku tida tahu lagi kemana harus mengadukan kerusakan rumah mereka yang diakibatkan oleh ulah anarkis Aremania tersebut.
Mereka hanya bisa berharap, ada perhatian dari pihak-pihak terkait yang bersedia bertanggung jawab untuk memberikan bantuan untuk perbaikan rumah mereka.
Tidak ada asap kalau tidak ada api :-O
Sekedar konfirmasi : Kejadian awal hal ini bermula ketika Aremania yang tertahan di areal parkir deserang dengan lemparan sejumlah “oknum”. Hingga sepanjang perjalanan pulang pun masih belum reda serangan dari “oknum” yang tdk bertanggungjawab. Sehingga terjadilah aksi pembalasan oleh Aremania yang tidak terima mendapat “perlakuan” seperti itu !!!
http://junedoyisam.wordpress.com/2011/08/18/mengenang-tragedi-stadion-brawijaya-kediri-bag-2-aremania-mengamuk/

Mengenang Tragedi Stadion Brawijaya Kediri (Bag-1)


Copas Sam Juned Aremania Balikpapan

Berikut ayas refresh kembali tentang kejadian memilukan yang terjadi di stadion Brawijaya Kediri kala Arema bertanding melawan Persiwa Wamena yang akhirnya Arema kalah bukan oleh Persiwa, akan tetapi kalah oleh wasit. Dan hal ini mengakibatkan terjadinya tragedi Kediri obong.
Bagi yang tahu akan kejadian ini posting ini hanya bersifat refresh, akan tetapi bagi yang belum tahu berita ini, ini hanya pemberitahuan bagi nawak2 sehingga ngerti kenapa suporter Persik Kediri sampai sekarang masih antipati terhadap Aremania. Monggo disimak.
Perjuangan keras ditunjukkan seluruh pemain Arema hingga 69 menit partai Singo Edan bentrok Persiwa Wamena di Stadion Brawijaya Kediri, petang kemarin. Alexander Pulalo dkk mengusung semangat tinggi di lapangan, meski mereka ‘dikerjai’ pengadil pertandingan. Laga terhenti karena Aremania ngamuk lantaran tim kesayangannya menjadi korban ketidak-fairan kepemimpinan pengadil.
Itu tersulut akibat tiga gol Arema masing-masing Elie Aiboy ’10, bunuh diri OK Jhon ’38 dan Emile Bertrand Mbamba ’52 dianulir wasit Jajat Sudrajat (Cianjur). Pengadil laga memutuskan pemain Arema sebelumnya berdiri off side. Laga terhenti perdana Arema di babak delapan besar Ligina XIII tersebut terhenti dengan kedudukan 1-2 untuk keunggulan Persiwa Wamena.
Pembina Arema, Darjoto Setyawan mengaku bangga dengan penampilan para pemain Singo Edan. Anak didik duet pelatih, Djoko Susilo-Herman Kadiaman ini menunjukkan semangat juang tinggi dan tetap konsentrasi penuh saat tampil di lapangan. Meskipun skuad Arema terpaksa masih ketinggalan 1-2 dari Persiwa dalam pertandingan panas itu.
‘’Saya salut dan bangga dengan perjuangan pemain Arema. Mereka tetap konsentrasi penuh di lapangan. Terhadap wasit dan kedua asisten wasit, biarkan seluruh masyakarat Indonesia menilai sendiri kinerjanya karena seluruh masyarakat Indonesia melihat sendiri dari layar televisi,” ujar Darjoto Setyawan, Pembina Arema kepada Malang Post, petang kemarin.
Sementara itu, kekecewaan mendalam dirasakan Aremania saat memenuhi janjinya membirukan Stadion Brawijaya, petang kemarin. Mereka mendukung langsung perjuangan Arema saat bentrok dengan Persiwa. Sekitar 15 ribu Aremania kecewa dengan kepemimpinan pengadil pertandingan. Aremania menilai, Arema disetting tidak boleh menang atas Persiwa.
‘’Arema nggak boleh menang lawan Persiwa. Masak tiga gol Arema seluruhnya dianulir wasit. Kalau satu gol dianulir itu tidak apa-apa. Arema musuhnya hanya wasit,” ujar salah satu Aremania seusai pertandingan.

http://junedoyisam.wordpress.com/2011/08/17/mengenang-tragedi-stadion-brawijaya-kediri-bag-1-tragedi-kediri-obong/

Sekuel Kelam di Stadion Brawijaya Kediri



Mungkin sudah ditakdirkan Stadion Brawijaya Kediri tidak bersahabat dengan Arema dan Aremania meskipun dilabeli ucapan selamat datang. Kejadian kelam sekitar empat tahun yang lalu kembali terulang kemarin (Rabu 16/1/08). Kita ulas kejadian ini mulai Rabu siang, saat rombongan besar Aremania dari Stasiun Kotabaru Malang berangkat molor hingga jam 2 siang karena menunggu datangnya tiket pertandingan. Kenapa tiket baru sampai di Malang jam 2 siang pada hari H? Apakah Panpel Kediri tidak memikirkan hal tersebut? Penjualan tiket di stadion tentu berbeda dengan pendistribusian tiket di Malang.
Rombongan berangkat sekitar jam 2 siang. Perjalanan berangkat rombongan sekitar 30 bis serta puluhan truk & mobil pribadi berjalan lancar hingga mendekati areal Stadion Brawijaya di kota Kediri. Tapi ketika mendekati area stadion, rombongan dilempari batu oleh oknum suporter lain. Tidak ditemui penyambutan dari Persikmania sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya.
Bahkan ketika seluruh Aremania telah memasuki stadion, bernyanyi & berteriak yel-yel Aremania, tidak ada acara simbolis dari Persikmania selaku tuan rumah. Hanya ada ucapan selamat datang dari MC pertandingan. Aremania malah langsung berbaur dengan Singamania (Sriwijaya Mania) yang masih menyaksikan sisa pertandingan Sriwijaya FC vs PSMS Medan.
Pun demikian dengan kondisi Stadion Brawijaya yang tidak mampu menampung seluruh suporter. Hal ini telah dikemukakan jauh hari sebelum dimulainya babak 8 besar, tapi BLI dan Panpel selalu bergeming. Aparat keamanan pun terkesan ala-kadarnya. Sementara match steward hanya berkumpul di bawah tribun VIP. Inikah kinerja Panpel babak delapan besar di Stadion Brawijaya Kediri?
Suasana panas sebelum pertandingan merembet ke dalam lapangan. Berikut kronologis kejadiannya seperti dilansir Jawapos.com
1. Pukul 19.30 WIB, suporter Arema Malang mulai berteriak-teriak soal kinerja wasit. Itu setelah Persiwa Wamena unggul satu gol pada menit ke-28. Itu terjadi karena satu gol Arema oleh Patricio Morales dianulir pada menit ke-10.
2. Pukul 19.36 WIB, suporter Arema semakin beringas karena gol Patricio Morales kembali dianulir pada menit ke-36. Kondisi itu membuat pemain-pemain Arema protes kepada hakim garis Yuli Suratno. Mendadak ada oknum suporter yang nylonong masuk lapangan dan memukul Yuli.
3. Kejadian itu membuat suporter yang lain terpancing dengan melemparkan benda-benda keras dan botol minuman ke dalam lapangan. Kejadian itu membuat pertandingan selama 15 menit.
4. Setelah mereda dan Yuli diganti dengan Sudy Yunus, pertandingan kembali dimulai pada pukul 7.51 WIB dengan melanjutkan waktu pertandingan yang sudah berlangsung selama 36 menit.
5. Lanjutan pertadingan itu berlagsung lancar hingga babak I berakhir.
6. Pada pukul 8.26 WIB ketika pertandingan memasuki babak II menit ke-71 Aremania kembali membuat ulah. Tidak hanya melempar, mereka juga masuk ke lapangan menyerang asisten wasit.
7. Kemananan langsung turun tangan menyerbu suporter yang masuk. Tindakan itu tidak mengendalikan, tetapi justru membuat yang lain ikut masuk. Suasana pun makin tidak terkendali.
8. Kondisi itu terjadi selama lebih dari satu jam dan akhirnya dihentikan pada menit ke-71. Badan Liga Sepak Bola Indonesia (BLI) memutuskan Stadion Brawijaya, Kediri, tidak lagi digunakan untuk delapan besar.
Jangan Injak Ekor Singa
Secara subyektif, suporter mana yang tidak geram & emosi ketika melihat langsung timnya terus-terus menjadi bulan-bulanan wasit? Bahkan sampai 3 gol dianulir!! Oke kalau 2 gol Arema oleh Patricio Morales di babak pertama dianulir karena handsball dan offiside, tapi apakah gol Persiwa oleh Pieter Rumaropen juga “bersih” dari offside?
Ibarat bensin telah tertuang, kinerja wasit Jajat Sudrajat dan AW-nya malah menyulutkan api dengan menganulir gol (ketiga Arema yang dianulir) Emile Mbamba di babak kedua dan mengesahkan gol kedua Persiwa yang juga berbau offside. Tak perlu menunggu waktu lama, “api” pun berkobar. Liputannya baca di sini.
Satu catatan lain adalah tentang kinerja Panpel dan aparat keamanan. Panpel (match steward) dan aparat kemanan terkesan “mempersilahkan” oknum Aremania melakukan lemparan-lemparan, hingga masuk ke lapangan dan memukul hakim garis. Tidak ada halauan-halauan untuk menertibkan suporter di sentelban. Yang perlu dicatat dalam kejadian kemarin adalah oknum Aremania tidak melakukan kekerasan secara membabi buta, melainkan hanya kepada dua orang, yaitu asisten wasit (hakim garis) yang keputusannya sangat merugikan tim Arema.
Kalau tindakan anarkis dan perusakan stadion Brawijaya oleh Aremania menjadi sorotan tajam, kenapa ulah oknum Persikmania yang melempari batu dan menghancurkan kendaraan rombongan Aremania dibiarkan begitu saja? Bahkan di tempat parkir pun, kaca-kaca mobil Aremania dipecah. Ketika rombongan Aremania dalam perjalanan pulang, hampir seluruh bis, truk, mobil pribadi, hingga sepeda motor menjadi sasaran lemparan baru selama 3 jam! Kaca-kaca bus dan mobil pecah (termasuk bus yang ditumpangi OngisNade.Net). Sementara oknum Persikmania yang melempari batu & ketapel tersebut bersembunyi di kegelapan malam, gang-gang, dan rumah-rumah penduduk.
Ketika sampai di Stasiun Kotabaru Malang jam 3 Kamis dini hari, saya melihat sendiri bagaimana hampir semua kaca bis & mobil pribadi hancur dan beberapa rekan Aremania terluka.
Secara obyektif, apapun alasannya tindakan onar dan anarki tidak bisa dibenarkan, termasuk di dunia sepakbola. Tapi, peribahasa lama : tidak ada asap kalau tidak ada api harus menjadi renungan kita bersama.
Sudah benar-kah pengurus sepakbola kita mengurusi sepakbola itu sendiri selama ini? Terlalu panjang menguraikannya di sini. Kita semua tahu bagaimana bobroknya kualitas sepakbola kita di bawah kepengurusan PSSI saat ini yang berimbas kepada carut-marutnya kompetisi sepakbola kita.
Dan seperti biasanya, semua orang / pihak yang tidak mengalami kejadiannya langsung di Kediri atau hanya menyaksikan di tv langsung angkat bicara. Yang tidak suka langsung menghujat dan ramai-ramai berkomentar, yang mengerti kejadiannya mencoba melihat masalahnya terlebih dulu.
Insiden tersebut juga berimbas kepada kelanjutan perhelatan babak delapan besar grup A yang dipindahkan venuenya.
Sementara itu kubu Arema dan Aremania juga sedang menanti hukuman dari komdis. Bagaimanapun bentuk dan beratnya hukuman itu, kubu Arema dan Aremania telah merapatkan barisan bersama satu tekad satu jiwa membela nama Arema. Seperti yang dikatakan oleh Manajer Arema, Satrija Budi Wibawa kepada salah satu media online nasional, “Kita lihat nanti seperti apa. Yang jelas Arema akan terus berjuang hingga tetes darah penghabisan.”

http://ongisnade.wordpress.com/2008/01/17/sekuel-kelam-di-stadion-brawijaya-kediri/