Minggu, 24 Februari 2013

Aremania Beber Kiat di PSSI Karwoto Tersenyum, Yang Lain Antusias

Aremania Beber Kiat di PSSI
Karwoto Tersenyum, Yang Lain Antusias

Di mata banyak pemerhati sepak bola, suporter Arema -yang lebih populer dengan
sebutan Aremania-merupakan suporter paling atraktif. Berbagai gaya dan model
dukungan mereka pertontonkan secara memikat. Bermacam-macam parade diperagakan
dengan kompak. Kelebihan itulah yang membuat suporter-suporter klub lain tidak
malu-malu untuk menirunya.MH. SYAMSUL HADI, wartawan Jawa Pos

Dampaknya, tidak saja pemain Arema kian terlecut motivasinya untuk berlaga.
Tapi, jalannya pertandingan sepak bola di Stadion Gajayana, Malang, juga kian
semarak dan meriah. Dan, yang terpenting, tiada kekisruhan selama pertandingan
berlangsung.
Atas dasar itulah, Selasa lalu (21/3), dua wakil mereka diundang dalam pertemuan
pengurus PSSI dan para manajer klub di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Maksudnya,
agar mereka mau gethok tular (berbagi cerita, Red.) berkenaan soal manajemen
suporter bola. ''Mereka kita hadirkan agar kiat-kiat mereka dalam mengelola
suporternya bisa ditiru klub lain,'' kata Andi Darussalam, ketua Komdis, yang
memandu acara sharing itu.

Begitu mendapat kesempatan, Surtato dan Yuli -dua pentolan Aremania yang datang
itu-tidak mensia-siakan kehormatan untuk ''memberi kuliah'' di hadapan para
manajer klub itu. Secara bergantian, keduanya membeberkan pengalamannya memanaj
suporter bola. ''Dulu, suporter Arema terkenal dengan keributan yang mereka
buat. Tapi, sekarang itu tidak ada lagi,'' tutur Surtato mengawali uraiannya.
Selama keduanya menguraikan kiprah Aremania, para manajer itu menyimak dengan
penuh antusias. Sebelumnya, mereka diperlihatkan pada tayangan video rekaman
atraksi Aremania. Di antara mereka, tampak ada yang manggut-manggut. Terbaca di
raut wajah mereka, ada satu keinginan kuat untuk mengikuti jejak langkah
Aremania itu. Maka, begitu sesi tanya jawab dibuka, sederet pertanyaan mereka
lontarkan. Tak kurang, seperti A. Kadir Halid (PSM), Spencer Infandi
(Persipura), dan Husni Hasibuan (Medan Jaya), mengacungkan tangan.

Yang menarik, selama Surtato dan Yuli sharing itu, Karwoto (manajer Persebaya) -
yang duduk di sebelah Imam Supardi (manajer Petrokimia)-- berkali-kali terlihat
tersenyum. Entah apa makna senyuman itu tiada yang bisa menerka selain Karwoto
sendiri. Sesekali ia menoleh ke arah wartawan di belakangnya sembari
membisik-bisikkan sesuatu. Mengetahui hal itu, Andi Darussalam sesekali tertawa
ngakak.
Meski demikian, Surtato dan Yuli sama sekali tidak terpengaruh. Keduanya tetap
nerocos menceritakan pengalamannya. Menurut Surtato, para suporter Arema itu
mendanai sepenuhnya biaya yang harus mereka keluarkan. Awalnya, tidak sedikit
mereka merogoh kocek, yakni sekitar Rp 200 ribu. ''Itu untuk membeli
perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan, seperti kostum, bendera, syal, tutup
kepala, dan lain-lain,'' ungkap pria bertato di lengan kirinya itu.

Biaya sebesar itu mereka keluarkan dengan sukarela. ''Semua itu kami lakukan
dengan senang hati karena kami mencintai tim kami,'' kata Yuli yang berambut
gondrong itu. Begitu cintanya, para suporter --yang, kata Surtato, kebanyakannya
orang kere itu-- harus menabung dulu untuk mendapat selembar tiket. ''Biasanya 6
hari sebelumnya pertandingan, mereka nabung seribu tiap hari,'' ungkap Surtato.
Lalu, apa rahasianya hingga kericuhan bisa ditekan? ''Setiap kampung Aremania,
ada korwil (koordinator wilayah, Red.)-nya. Korwil itulah yang memimpin
anggota-anggotanya. Setiap korwil itu bebas berkreasi menentukan seragamnya.
Karena itu, di kalangan Aremania ada bermacam-macam kostum suporter,'' jelas
Surtato. Yang pasti, mereka dituntut untuk tidak membikin keonaran. ''Itulah
yang membedakan mana suporter kami dan mana yang bukan.''

Surtato dan Yuli boleh saja merasa bangga didaulat menjadi ''juru penerang''
soal suporter bola. Pasalnya, Ketua Umum PSSI, Agum Gumelar -yang oleh Surtato
kemarin diberi kenang-kenangan berupa syal Arema, melontarkan pujiannya, ''Saya
berharap, itu (suporter Arema, Red.) bisa dijadikan contoh di daerah-daerah
lain.'' Satu hal yang kini diidamkan Surtato dan Yuli adalah ''bos'' PSSI itu
berkenan melihat kebolehan atraksi Aremania di Stadion Gajayana.

FENOMENA MALANG, FENOMENA AREMA! Wed Jan 5, 2000 (Artikel tentang Arema Tahun 2000-An)

FENOMENA MALANG, FENOMENA AREMA!

Malangkah nasib Arema? Bisa ya, bisa tidak. Tergantung
dilihat dari sisi apa. Klub berjuluk Singo Edan yang
bermarkas di Kota Apel itu memang “kaya”
segala-galanya. Termasuk kaya masalah. Dana terutama.
Sebuah stereotip klub-klub peserta LI.


Kesebelasan Arema Malang, punya ikatan emosional yang
kuat dengan para suporternya.

Manajer Arema di LI VI, Gandi Yogatama, cuma tertawa
ketika dimintai penjelasan seputar nasib Arema. “Ya,
seperti inilah kami. Tenar dan seolah punya nama
besar, tapi faktanya selalu kesulitan dana. Para
pemain pun tampaknya sudah biasa hidup dalam situasi
begini,” ujar direktur teknik PDAM Malang yang sempat
memimpin Persema ini.
Jangan heran misalnya, ada satu momen satu hari
menjelang partai tandang, Arema belum punya ongkos
sepeser pun. Di Jayapura, saat Joko Susilo dkk. usai
tampil melawan Persipura dan mesti terbang ke
Makassar, hal serupa terjadi.

Gaji Kecil
“Tapi, satu hal yang pasti, pemain tak perlu tahu soal
ini. Konsentrasi mereka cuma main bagus, itu saja.
Soal duit, urusan pengurus,” lanjut Gandi.
Nyamankah tinggal di klub seperti ini? Entahlah. Fakta
berbicara, bahkan pemain asing sekelas Rodrigo Araya
pun rela meninggalkan Persma Manado dan malah main di
Malang.
“Padahal, gaji saya sekarang lebih kecil dibanding
saat membela Persma. Teman saya, Juan Rubio, bilang,
‘atmosfer sepakbola Malang luar biasa’. Saya sudah
membuktikannya,” ujar bintang asal Cili tersebut.
“Soal gaji sering terlambat, sudah biasa, Mas. Tak
soal gaji saya sekarang lebih kecil dibanding saat
membela Persija di LI IV,” kata Joko, yang menyebut
fanatisme dan iklim kekeluargaan menjadi modal utama
klubnya.
Fanatisme itu kadang terasa berlebihan. Misalnya saat
pemain gelandang Nanang Supriyadi dipinang Persikota.
Beberapa suporter tak terima. Mereka nekat menjemput
Nanang di Tangerang dan membawanya pulang ke Malang!
“Tadinya saya ingin cari nuansa baru, tapi melihat
dukungan suporter seperti itu, saya jadi terharu,”
tutur Nanang.

Kurang Laku
Para Aremania itu membayar “pemaksaannya” terhadap
pemain dengan dukungan yang sebanding. Di bawah
siraman hujan, tanpa kenal lelah mereka bernyanyi,
menari, dan terus memberi semangat. Fanatisme juga
merembes ke seluruh pelosok Malang, kotamadya maupun
kabupaten, serta pada Aremania yang tengah mencari
penghidupan di seluruh pelosok Nusantara.
Pendek kata, apa pun yang tengah terjadi di dalam
keluarga Arema, seluruh Aremania mengkopinya. Seperti
isu paling gres, saat tim asuhan M. Basri itu berniat
merekrut striker asal Montenegro, Dejan Gluscevic.
Dengan kekuatan seperti itu, mustahil Arema tak laku
dijual kepada sponsor. “Tapi, hasilnya belum memuaskan
juga. Padahal, kami sudah memasukkan proposal ke
perusahaan-perusahaan besar di sekitar Malang,” sebut
Eko Subekti, Sekretaris Yayasan Arema, lembaga
bentukan tokoh bola Acub Zainal.
Tentu ada yang tidak beres. Apakah Arema yang tak
laku, kurang detail dalam menyajikan proposal layaknya
klub-klub bonafid, atau justru citra LI secara umum
yang melemahkan nilai Arema?
Fenomena ini yang jadi PR kita bersama. Sungguh ironis
bila tim sepopuler Arema mengalami nasib malang. Kini,
tanggung jawab sementara dititikberatkan pada pemain.
Lewat prestasi, mereka diharap mampu mengkatrol nilai
jual timnya.
“Insya Allah kami bisa mewujudkannya,” ucap I Putu
Gede, andalan Arema. -Sigit Nugroho/Anang
Prihasto/Foto: Dwi Ary Setyadi-


http://groups.yahoo.com/group/arema-l/message/1212

Kadit Itreng Kera Ngalam ??

Catatan Sepakbola Sigit Nugroho (wartawan BOLA)

KADIT ITRENG KERA NGALAM?

Entah kapan dimulainya bahasa aneh yang berkembang di
masyarakat Malang. Mereka suka membolak-balik kata.
Tidak ngerti jadi kadit itreng. Arek Malang jadi Kera
Ngalam. Namun, budaya jalanan itu telah diterima
dengan baik oleh warganya.
Bukan cuma karena ingin membuktikan hal itu kalau pada
pekan ketiga Desember lalu saya nekat pergi ke Malang
meski kondisi tubuh sedang sakit. Fokus saya lebih
tertuju pada Aremania, kelompok suporter tim Singo
Edan.
Harumnya citra mereka sudah saya cium langsung di
beberapa kota. Yang paling buncit, saat mendukung
Caris Yulianto dkk. di Stadion Lebak Bulus, Jakarta,
di LI V. Kala itu Arema dibungkus Pelita Bakrie 0-1.
Aremania tak mengamuk, layaknya kelompok-kelompok
suporter tim lain. Mereka bahkan memaafkan dan
membesarkan hati para pemain. Soal kreasi di tribun
rakyat, jangan tanya. Mereka jagonya.
Cuma, apakah sikap menerima kekalahan juga berlaku di
Malang? Lain soal. Sebab beberapa tahun lalu, kota
Malang (terutama mobil-mobil pelat nomor L (Surabaya)
kenyang pengalaman menerima pelampiasan kekesalan
suporter.
Kebetulan, 22 Desember itu Arema akan menjamu Persija
dalam sebuah partai uji coba di Stadion Gajayana.
Peluang kalah amat terbuka sebab yang mereka hadapi
adalah tim matang dan sarat bintang. Dugaan saya
benar. Bambang Pamungkas dkk. membungkam tuan rumah
2-1.
Jujur saja, demi pembuktian naiknya tingkat
sportivitas Aremania, saya memang sedikit berharap
Arema kalah. Ini bukan perkara dukung-mendukung tim,
sebab sebagai wartawan saya mesti netral.
Fakta di lapangan ternyata amat mengejutkan sekaligus
membanggakan. Sekali lagi, mereka bisa menerima
kekalahan dengan sportif. Tak ada amuk masa. Memang,
sempat terjadi sepotong insiden yang melibatkan
striker temperamental Arema asal Cili, Rodriguez
“Pacho” Rubio dengan stoper Persija, Nur’alim.
Perkiraan saya, mereka bakal mengeroyok Nur’alim.
Kejadian itu nyaris terjadi tatkala sekelompok massa
berloncatan dan memburu pemain Persija itu. Namun,
mereka segera disambut rekan-rekannya, sesama
Aremania.

Bisa Ditularkan

“Hei, ingat! Kita bukan bonek! Jaga citra Aremania!
Jaga citra Malang!” begitu seru para pemimpin kelompok
lewat pengeras suara. Dan sebuah momen yang tak
terlupakan sempat saya rekam. Para Aremania yang masih
mentah dan emosional itu dihajar balik oleh ratusan
Aremania yang benar-benar ingin menjaga citra tim dan
kotanya!
Soal Pacho? Mereka bahkan mencemoohnya. “Sudah tidak
zamannya lagi pemain mengumbar emosi. Makanya kami
selalu tekankan kepada pemain dan suporter untuk
bertindak sportif. Jangan berbuat kasar, apalagi onar
seperti bonek,” ucap Ivan Syahrul, Aremania dari
kelompok Ultras.
Tentu saja, para bonek tak perlu panas hati mendengar
sentilan Ivan. Sebab, tidak semua suporter Persebaya
bermental jelek. Cuma, harus diakui, perilaku
arek-arek Suroboyo yang brutal lainnya telah mencemari
citra tim Bajul Ijo.
Saya bertanya-tanya, akankah di tahun 2000 nanti
pemahaman suporter Arema tentang sepakbola positif
tersebut bakal bisa ditularkan ke kota-kota lain di
Indonesia?
Jawabannya ada pada masyarakat sepakbola Indonesia
semua, baik PSSI, klub, pers, dan para suporter itu
sendiri. PSSI perlu lebih proaktif dalam menyikapi
iklim baik ini. Jangan lagi cuma mengandalkan
perbaikan alamiah yang tumbuh di luar seperti gaya
PSSI selama ini.
Pers pun perlu mensosialisasikan segenap perkembangan
agar bisa memancing kesadaran warga bola lainnya. Mari
kita bekerja sama.


http://groups.yahoo.com/group/arema-l/message/1214

Artikel Seorang Aremania kala mendukung Arema Di GBK tahun 2000.


Sebuah cerita dari nawak Aremania lawas, tentang pengalamannya dukung Arema di Senayan, pada babak 8 besar Liga Indonesia tahun 2000. Ini jaman2 kejayaan Pacho-Juan Rubio dan Araya, juga jaman2 Aremania dikenal sebagai pelopor suporter kreatif dan atraktif. Semoga dapat memberikan inspirasi dan membangkitkan nawak2, untuk kembali memenuhi stadion.

Sekedar berbagi cerita Ker__wow maseh segar dalam ingatan, saat itu aku masih klas 2 atau 3 sma. Berangkat menggunakan kereta ekonomi Mataremaja yg penuh sesak, konon kereta ini gratis Aremania ini di sumbang oleh Tinton Suprapto (pengusaha/promotor olahrga otomotif nasional).
Aremania di tampung oleh sam Anton Baret di gelor bulungan, tapi banyak Aremania yang tercecer di segala penjuru jakarta. Akupun tidur tak tentu tempat, hari ini di tribun kolam renang, besok di depan gerbang stadion senayan besoknya entah dimana lagi yang jelas mbambong selama 1 minggu di kompleks senayan. Saat itu pertandingan digelar 2 hari sekali sehingga sangat nanggung Aremania pulang sebelum semua laga usai.

Pertandingan pertama di gelar AREMA VS PERSIJA, Aremania mengejutkan pihak panpel. diluar dugaan sekitar 8-10rbu Aremania memadati stadion dan mengalahkan Jakmania yang mungkin hanya separo atau 3/4 Aremania. Sang dirijen Sam Yuli dan Sam kepet naik atap bus yang dibawa masuk stadion agar bisa mengkomando semua aremania. Sebelum pertandingan dimulai Aremania seperti biasa bergemuruh bernyanyi dan menari tiba2 suara dari Mic. Sam Ovan Tobing menyapa "Aremania sudah makan belum?" kemudian dijawab oleh Aremania "Belum" dalam pikiran semua Aremania "gak mangan gak popo seng penting iso nontok AREMA."

Arema lolos 8 besar satu grup bersama Persija, Pelita Solo & Persikota. Pertandingan digelar 2 har Pertandingan pertama Arema mengejutkan dengan mengalahkan Persija 2-1, Bermain imbang 1-1 dengan Persikota, dan pada pertandingan terakhir ketika hanya butuh imbang saja untuk memastikan lolos kelangkah selanjutnya. Tiba2 dibantai 3-0 oleh Pelita Solo tim juru kunci. Kejadian ini mematik pertanyaan luar biasa oleh para Aremania saat itu. sehingga munculah isu tentang pengusaha kafe Hore2 sampai tempat nongkrongnya para petinggi Tim tertentu di situ. Tak kalah panas sebuah ungkapan bernada kecewa saat itu "AREMA pulang bawa Uang AREMANIA pulang bawa Utang".

Pulang dari Jakarta dengan perasaan Galau karena Arema tersingkir dengan penuh Pertanyaan Aremania langsung melakukan demo. aku scra pribadi Lebih galau lagi bahwa Bendera AREMAku yang bergambar seekor Singa menggeliat dari hasil patungan bersama seorang saudara hilang di senayan.



Setelah pertandingan pertama selesai sedikit ada gesekan kecil dengan Jakmania tetapi kemudian Netral dengan bernyanyi dan menari bersama___ Keluar stadion terlihat muka bahagia krn arema nganem lawan persija, tapi bisa dilihat muka semua nawak Aremania lapar & Dahaga. Meski kompleks senayan dipenuhi dengan PKL tidak ada aksi penjarahan. Hingga saat Truk aparat TNI akan meninggalkan stadion tiba2 nasi bungkus yg sebenarnya jatah aparat itu dibagikan oleh TNI langsung ke kelompok Aremania. hal ini memperlihatkan simpatinya pihak aparat pada aremania yang santun. kontan saja Aremania makan gratis dan berbagi dengan aremania lainya. Tak kalah dengan aparat ada juga PKL yang sengaja membagian daganganya pada Aremania.

Percaya atau tidak saat pertandingan belum dimulai disudut lain tiba2 muncul spanduk bertuliskan "BONEK 2000", mungkin kalau nawak2 pernah lihat Pon 2000 di Gelora Delta spanduk ini pernah nongol. Kontan spanduk ini diamankan oleh Pentolan Aremania. Dan juga percaya atau tidak saat pulang kemalang banyak nawak2 dari Pasuruan juga kediri yang ikut mendukung AREMA jadi sebenarnya mereka itu dulu saudara kita.

Bagi ayas pertandingan ini bukan pertandingan biasa tapi ini adalah sejarah. Sejarah Bagi Aremania untuk menampilkan wajah baru suporter Indonesia. Di Senayan Inilah Poin saat AREMANIA mulai di kenal publik sehingga kejadian lainya adalah diangkat dalam sebuah surat kabar. BOLA menulis Headline yang berjudul "KADIT ITRENG KERA NGALAM" (bisa dilihat copynya di http://groups.yahoo.com/group/arema-l/message/1214
) isinya liputan tentang atraktif dan suportifnya suporter AREMANIA dan fenomenanya dilapanganya. Tulisan ini dibuat oleh SIGIT NUGROHO, sedang JAWA POS mengangkat Hedline dengan Judul "EUFORIA".
Dan sedikit tambahan saat itulah lagu "wajib" AREMANIA yaitu PADAMU NEGRI didengar dan disaksikan langsung oleh ketum PSSI Agum Gumelar. Hal ini membuat Agum terharu dan menobatkan AREMANIA sebagai suporter terbaik di kala itu (tahun 2000) tak sampai di situ bahkan Pak Agum mengundang Yuli sumpil untuk bertemu dengan seluruh Manager Tim sepakbola Indonesia guna memberikan penjelasan bagaimana AREMANIA mengubah paradigma suporter Indonesia. Tiidak hanya bgmna soprtif dan atraktif tapi juga bagaimana AREMANIA mempunyai kesadaran penuh untuk membeli tiket saat Tim Idola bertanding.

Pesan pribadi ayas adalah Kita AREMANIA telah tampil ke publik Indonesia sebagai Pelopor/Pioner Suporter yang Atraktif, Kreatif dan Anti Anarkis saatnya kita membuang RASIS dari Kanjuruhan. Jangan ada lagi kata "Jancok, Anjing, atau diBunuh saja". Kita telah menanam baik dengan prilaku seperti itu maka jangan sampai berbuah buruk dengan bernyanyi Rasis.

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=421099687965483&id=157691557630028 

MARET 1998, AKSI PEDULI AREMANIA UNTUK AREMA



MARET 1998, AKSI PEDULI AREMANIA UNTUK AREMA

Langit serasa tak lagi berwana biru, manakala terdengar kabar bahwa AREMA akan rayub. Entah rumor, isu atau kadit, kenyataannya itu terasa begitu menyesakkan nurani setiap Arek Malang yang benar-benar punya jiwa AREMA.

Melihat kenyataan tersebut, setiap Arek Malang tak peduli ayak niskim, licek edeg, kanal kodew, kewut atau kadit seharusnya perlu berkaca untuk melihat apakah kita semua sudah benar-benar menjadi AREMA yang sesungguhnya ?.

Ataukah nawak-nawak semua hanya bisa berperan menjadi hiasan belaka tanpa bisa menjadi "roh" bagi AREMA, baik dikala suka maupun duka. Jangan jadikan AREMA hanya terbatas sebagai simbol kebanggaan semu belaka, tetapi berbuatlah sesuatu untuk AREMA, betapapun kecil artinya, agar WARNA AREMA TAKKAN PERNAH PUDAR DARI BHUMI AREMA TERCINTA.

Setiap tetes kepedulian nawak-nawak AREMA, sekecil apapun bentuknya, akan sangat berarti bagi kelangsungan desah nafas Singo Edan - AREMA.

Kalaupun saat ini telah muncul dewa penolong bagi AREMA, seperti Bapak Hayono Isman dan Sam Tinton Soeprapto, sudah sepatutnyalah kita syukuri dan kita dukung. Tapi jangan surutkan perhatian dan kepedulian kita sebagai Arek Malang dan pendukung setia AREMA, sehingga Singo Edan - AREMA tidak saja akan bisa "bernafas" satu atau dua kompetisi seperti masa-masa yang lalu, bahkan semoga akan menjadi fenomena abadi diatmosfir persepakbolaan Indonesia tercinta.

INILAH SAATNYA KITA MEWARNAI AREMA DENGAN WARNA AREMA YANG SESUNGGUHNYA, SEHINGGA NAFAS AREMA TAK AKAN PERNAH PUTUS. Oyi opo kadit Bes, Sam, lan Nawak-nawak ?*) Merupakan aksi pengumpulan dana abadi untuk Singo Edan AREMA dari Arek-arek Malang diseluruh Nusantara

Sumber : buletin Aremania jakarta, edisi maret th 1998

*tulisan lawas tp perlu di simpen gawe belajar dan nambah wawasan

Salam Satu JIwa
https://www.facebook.com/AREMANIAcom/posts/613547968662488

LAGU BERAPI- API ITUTANPA JUDUL




Lagu Indonesia Raya usai dikumandangkan. Tak sampai hitungan menit, "lagu nasional Indonesia" yang lain langsung berkumandang. Teks nyanyian ini tidak diajarkan di bangku-bangku sekolah. Tapi malam itu, Sabtu lalu, menjelang Indonesia melawan Arab Saudi di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, semua orang tiba-tiba hafal liriknya di luar kepala.

Mulut sekitar 85 ribu suporter--dari 87 ribu kapasitas stadion--serentak mengumandangkannya. Udara di stadion yang berdiri pada 1962 itu bergetar menahan vibrasi suara gelora lagu.

"Garuda di dadaku, garuda kebanggaanku,
kuyakin hari ini pasti menang...
kobarkan semangatmu, tunjukkan sportivitasmu
kuyakin hari ini pasti menang...
ho ho ho ho ho.... "

Tarikan nada bait terakhir disusul dengan entakan kaki, tepukan tangan, siulan keras, dan pekikan membahana. Lagi-lagi, tanpa menarik napas untuk kedua kali, lagu kedua langsung dikumandangkan.

"Yo ayo, ayo Indonesia...
kuingin... kita harus menang...
da da da...
yo ayo, ayo Indonesia...
kuingin... kita harus menang...
da da da da....

Semangat Bambang Pamungkas dan kawan-kawan pun terlecut karenanya. Arab Saudi harus bersusah payah melawan Tim Merah-Putih, yang di atas kertas kalah segalanya. Indonesia memang akhirnya kalah 1-2. Tapi Arab Saudi harus berjuang mati-matian sebelum mendapatkan kemenangannya. "Tim mana pun akan kesulitan melawan tim di depan pendukung seperti ini," kata pelatih Arab Saudi, Helio Anjos, seusai pertandingan.

"Seharusnya kalau panitia mau menempatkan kelompok suporter klub Liga Indonesia dalam satu tribun, lagu-lagu penyemangat itu akan terdengar lebih dahsyat," kata Ferry Indrasjarief, penggubah syair Garuda di Dadaku di atas. "Tapi nggak apa-apa, dengan pengaturan kursi seperti itu pun gelora dukungan suporter tetap dirasakan oleh para pemain."

Ferry adalah mantan Ketua Umum The Jakmania, kelompok suporter Persija Jakarta, dan sekarang menjadi Wakil Manajer Persija. Pada 2002 Ferry menggubah syair Apuse, lagu daerah Papua, menjadi Persija di Dadaku. "Kami mengubah syairnya menjadi Garuda di Dadaku khusus untuk tim nasional."

Ferry tak mau mengklaim lagu itu hanya untuk Persija. Sebab, lagu tersebut juga dinyanyikan banyak klub lain. "Itu tak jadi masalah. Semakin banyak yang meniru, semakin baik. Dan tiru-meniru lagu di antara suporter klub Liga Indonesia adalah hal yang biasa." Toh, menurut Ferry, dia juga menggubahnya dari lagu Apuse.

Lagu Garuda di Dadaku atau Persija di Dadaku masih lebih jelas asal muasalnya daripada lagu Ayo... Ayo Indonesia. Ditemui Tempo di Malang, mantan dirigen suporter Arema Malang, Yoseph Elcepet, 34 tahun, tertawa saat ditanya sejarah lagu tersebut.

Lagu itu memang berasal dari markas Tim Singo Edan--julukan Arema. "Tapi penciptanya tak keruan juntrungannya, ini hasil kerja keroyokan," kata pria yang biasa dipanggil Kepet itu. "Tapi, kalau tidak salah ingat, mungkin yang menggubahnya ke dalam bahasa Indonesia adalah Arlette."

Nama yang disebut Kepet itu adalah nama istri Juan Manuel Rubio, mantan pemain Arema asal Cile akhir 1990-an. Manuel adalah kakak penyerang bengal Arema yang tak boleh lagi bermain di Indonesia karena terlibat tawuran pada 2000, Pacho Rubio.

Arlette pintar berbahasa Indonesia. "Pada 1997, Arlette menyerahkan sebuah kaset yang berisi tujuh lagu yang biasa dinyanyikan suporter nasional Cile," Kepet mengungkapkan. "Dari lagu yang syairnya 'Vamos... Vamos Chile' itulah lahir lagu yang sekarang sering kita nyanyikan menjadi 'Ayo, Ayo Arema.'"

Suporter Arema pertama kali menyanyikannya di kandang musuh bebuyutannya, Persebaya Surabaya, pada partai perdana Liga Indonesia IV 1997/1998. Tidak seperti Persija yang memberikan judul pada anthem-nya, Arema tak berani mencantumkan label pada lagu jiplakan dari Cile ini.

"Sampai sekarang lagu itu nggak ono judule (tidak punya judul)," kata Kepet sambil tertawa. "Karena itu, silakan saja suporter klub lain memakainya. Suporter Arema kian senang bila semakin banyak yang menggunakannya."

Sebagian besar klub Liga Indonesia ini menyanyikan "lagu Arema" tersebut saat bertanding. Tentu saja dengan modifikasi di sana-sini. Bahkan Persekabpas Pasuruan, yang notabene musuh dari kota tetangga, pun menyanyikannya. Syair aslinya berbunyi "... sore ini kita harus menang..." kerap diubah menjadi "... kuyakin kita pasti menang...."

Sumber : Tempo, 2007
* FOTO : Pendukung Arema (Aremania) Di Kandang Bajul Ijo Persebaya. 16 Nopember 1997. (hasil scan artikel koran Jawa Pos th 1997)

AREMANIA DAN KONSER KEBUDAYAAN RAKYAT




Catatan:Dhimam Abror

Menonton pertandingan Arema di Stadion Gajayana berarti menonton pertunjukan kebudayaan rakyat. Itulah yang disuguhkan 20 ribu-an Aremania dalam pertandingan melawan Persebaya, Minggu lalu. Sayang, tidak ada suporter Persebaya yang diizinkan bertandang ke sana.

"TIM mana pun yang bertandang ke Stadion Gajayana, pasti dibuat keder duluan,"kata seorang wartawan Malang.Ungkapan itu tidak berlebihan. Hanya mereka yang benar-benar bermental baja yang tahan menghadapi suporter superfanatik Arema
yang dikenal sebagai Aremania (dan Aremanita untuk wanita).

Persebaya, yang bermain di Gajayana, Minggu lalu, pasti juga menghadapi keadaan yang sama. Begitu mereka masuk ke stadion, mereka melihat lautan biru 20 ribuan Aremania yang menyanyi dan menari dengan gerakan dan irama ritmis yang menggetarkan.

Tidak jarang, mental lawan sudah mengkeret begitu masuk lapangan. Hanya pemainberkelas juara seperti PSM yang bisa mengatasi problem itu. Persebaya punterlihat gugup berada di tengah-tengah lautan biru yang tidak pernah berhenti
bergerak dan bernyanyi sepanjang pertandingan.

Dalam pertandingan itu, justru pemain-pemain asing Persebaya yang tidak peduli dengan nama besarArema. Deca dan Marcello sejak awal sudah nekat meladeni permainan keras Charis Yulianto, Putu Gede dan Kuncoro. Selain mereka berdua,
striker Andy Kapouw juga bermain dengan penuh nyali. Pemain-pemain Persebaya lainnya, yang lebih mengenal gaya permainan Arema, memilih bermain "taktis" daripada harus berisiko menghadapi labrakan lawan.

Bermain melawan Arema, berarti bermain "melawan" puluhan ribu Aremania yang fanatik. Gerakan dan lagu-lagu mereka bisa menjadi teror yang menciutkan nyali. Apalagi, Persebaya tidak mempunyai seorang suporter pun yang diizinkan untuk
mendukung mereka."Kami tidak mau mengambil risiko," kata Kapolresta Malang Nicolaus Eko Riwayanto kepada Jawa Pos.

Suporter Arema dan Persebaya selalu bersaing. Masing-masing ingin menunjukkan sebagai yang terbaik dan terbesar. Harus diakui, Aremania lebih mempunyai citra yang baik ketimbang suporter Persebaya yang tercoreng oleh ulah bonek. Saking
tajamnya persaingan itu, sampai-sampai Persebaya dan Arema membuat kesepakatan untuk tidak saling mengirim suporter saat bertandang.

"Konsentrasi saya adalah mengamankan suporter Arema. Saya tidak bisa memecah konsentrasi kepada suporter Persebaya," kata Nicolaus mengenai alasannya tidak mau menerima suporter Persebaya.

Risiko memang sering muncul. Ketika suporter Arema masuk ke stadion Gelora Delta Sidoarjo beberapa waktu yang lalu, keributan pun pecah. Kabarnya, mereka diserang oleh suporter bonek yang menyusup ke stadion. Akhirnya mereka marah dan
keributan pun pecah.

Komentator sepak bola Malang Husnun N Djuraid melihat Aremania lebih mempunyai disiplin dibanding suporter Persebaya yang gampang disusupi bonek. Karena itu, ia melihat Aremania lebih siap berkunjung ke mana pun tanpa berbuat onar.
"Buktinya, mereka juga berkunjung ke Solo, dan tidak ada keributan," kata Husnun yang juga pemimpin redaksi Malang Post.

Aremania sudah menunjukkan disiplin yang sangat tinggi selama ini. Meski keanggotaan mereka sangat longgar dan tidak terikat secara formal, tetapi mereka sangat terkendali. Mereka dipimpin oleh koordinator wilayah (korwil) yang berada di wilayah kecamatan atau desa dan RT.

Kepemimpinan ini sifatnya informal. Biasanya tokoh informal setempat yangdianggap berwibawa yang diangkat sebagai korwil. Pemimpin formal malah jarang diterima dan bahkan sering dicurigai.

Secara sosiologis, Aremania banyak yang berasal dari kelas marjinal. Beberapa di antaranya bersentuhan dengan dunia premanisme. Beberapa juga mengkonsumsi minuman keras sebelum menonton. Tetapi ketika mereka memakai atribut Aremania, disiplin mereka begitu tinggi. Ketika seorang Aremania ketahuan melempar batu kearah lapangan, maka temannya sendiri yang meringkusnya. Itu juga yang terjadi
pada pertandinganMinggu. "Disiplin mereka sangat tinggi," kata Didik Suwandi, arek Malang yang sekarang menjadi bos sepeda motor Kanzen yang menjadi sponsor Arema.

Soal kreativitas, Aremania jagonya. Mereka mengadaptasi berbagai jenis lagu untuk dijadikan lagu-lagu Arema. Mulai dari lagunya Queen sampai lagu-lagu tradisional. Kutipan-kutipan di spanduk terasa cerdas. Bahkan syair lagu Westlife pun mereka kutip di spanduk: "When the skies are blue, I
l see you
once again, my love."

Sebelum pertandingan, mereka selalu menggelar performing art. Pada pertandingan Minggu, mereka membawa kaus hijau bertuliskan "Bonek, Virus Sepakbola Indonesia" lalu membakarnya.

Tetapi, satu hal yang patut dicontoh: mereka selalu membuka show dengan menyanyikan "Padamu Negeri" bersama sambil berdiri khidmat. Betul-betul sebuah pertunjukan rakyat yang cerdas dan menggetarkan. (*)