Jumat, 31 Agustus 2012

Universalitas Aremania

Nek tail Arema dan Aremania kita seperti melihat miniatur bangsa Indonesia. Ono sing asli Malang yang bangga dengan identitasnya, ono sing pendatang yang ikut bangga dengan lingkungannya. Ono malah sing kadit osi ngomong owoj tapi gak pernah absen ke stadion setiap Arema niam. Di luar Malang, bahkan ada yang tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya di Malang, namun bangga beridentitas sebagai Aremania. Mereka semua bangga dengan identitas dan atribut yang mereka gunakan. Mereka semua mencintai satu hal yang sama. Mereka semua bersatu karena satu alasan.



" Hari ini Aremania sudah menjadi komunitas nasional. Kera-kera Ngalam sudah menyebar dari sabang sampai merauke. Dari Aceh sampai Papua. Nawak-nawak yang ada dimanapun, mari kita tularkan Jiwa dan Semangat Aremania dilingkungan kita masing-masing... "
 
Yang terlihat disini Arema dan Aremania adalah miniatur dari Indonesia. Seandainya saja warga republik ini memiliki jiwa dan semangat seperti Aremania untuk satu Indonesia. Niscaya tidak akan pernah terjadi konflik-konflik yang dengan isu SARA yang pernah terjadi di beberapa daerah. Seandainya saja masyarakat republik ini memiliki kedewasaan seperti Arema dan Aremania, toleransi seperti Arema dan Aremania, tidak akan pernah ada tawuran suporter.

Beberapa saat yang lalu hingga saat ini, Arema Indonesia seolah menjadi bahan pembicaraan yang tidak ada habisnya. Prestasi Arema Indonesia yang relatif stabil menghuni papan atas klasemen Liga Indonesia sejak musim lalu, di satu sisi menjadi kebanggaan bagi kita semua, dan hal ini berdampak dengan semakin diminatinya setiap pertandingan Arema Indonesia dimanapun berlaga, bahkan pertandingan tandang di beberapa daerah adalah pertandingan dengan rekor penonton terbanyak untuk team lawan.

Disisi lain, kontribusi suporter (Aremania) yang luar biasa, menjadi pangsa pasar tersendiri bagi perekonomian kota Malang (sayang masih belum berimbas banyak ke sponsor). Penjualan segala macam atribut yang terkait dengan Arema Indonesia meningkat drastis, omzet penjual mulai kaos, stiker, mulai yang di jual ritel di pinggir jalan, pasar, distro, kios, bedak, sampai yang di jual online seolah tak pernah lelah menguras kantung pembeli.

Namun, beberapa berita miring sempat menerjang team kebanggaan Aremania ini. Lihat saja beberapa bulan yang lalu ketika majalah Tempo melibatkan Arema Indonesia dalam catatan investigasinya mengenai KoruPSSI kontan menimbulkan reaksi negatif dari berbagai pihak, terlepas investigasi tersebut terdapat beberapa kesalahan data dan ternyata juga tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada beberapa pihak yang berkompeten seperti manajemen Arema Indonesia, sehingga menyebabkan validitas investigasi secara keseluruhan dipertanyakan.

Dampak dari pemberitaan tersebut adalah banyak pihak menganggap Aremania adalah kelompok yang antipati terhadap perubahan yang saat ini sedang didengungkan ditubuh PSSI, meskipun di hampir setiap kesempatan Aremania selalu hadir. Beberapa penolakan yang dilakukan Aremania adalah penolakan terhadap keberpihakan kepada beberapa orang yang terang-terang memiliki ambisi lebih dalam menyuarakan perubahan. Bagi Aremania gerakan Revolusi PSSI adalah gerakan Moral, dan ketika gerakan Moral berubah menjadi gerakan politik untuk kepentingan tertentu, apakah secara moral kita masih harus terlibat didalam gerakan tersebut ?

Menengok Aremania sendiri, di Malang Raya, jauh sebelum musim ISL 2010/2011, Arema dan Aremania telah menjadi subkultur tersendiri bagi masyarakat Malang Raya. Nama team “Arema” yang di artikan sebagai “Arek Malang” telah menjadi identitas bagi masyarakat Malang Raya dimanapun berada. Terlebih lagi dengan bahasa pergaulan yang mereka miliki dan identik atau di kenal dengan boso walikan, seolah mempertegas identitas ini. Namun jika kita tengok lebih dalam lagi, apakah Aremania ini hanya identik dengan masyarakat Malang Raya ? ternyata tidak, selain masyarakat asli dari Malang Raya, simpatisan Arema atau yang menyebut dirinya dengan Aremania/ta tidak hanya berasal dari warga asli Malang Raya ataupun keturunan Malang. Banyak kita melihat beberapa orang yang notabene bukan orang Malang, dan bahkan belum pernah ke Malang, adalah Aremania/ta. Suatu fenomena yang unik tentunya, jika Hotman Siahaan, seorang sosiolog Universitas Airlangga yang mengatakan bahwa kultur sepakbola di Indonesia berangkat dari primordialisme (http://beritajatim.com/detailnews.php/5/Olahraga/2010-03-28/60111/Sepakbola_Indonesia_Gamang). Sedangkan dalam pranala Wikipedia secara terminologi dan etimologi memaknai Primordialisme sebagai berikut :

Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.

Etimologi

Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan.

Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan. Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. Perilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran intinya.


Melihat pemaknaan diatas, Primordialisme memiliki kecenderungan untuk membentuk sebuah kultur,dan lebih bersifat kedaerahan. Namun yang menjadi perhatian kita adalah, apa yang menjadi magnet bagi sebagian masyarakat dari luar Malang untuk menjadi Simpatisan klub asal kota Malang ?

Ada beberapa hal yang dapat menjadi bahan analisa kita.

* Kreatifitas Aremania. Dalam setiap laga kandang dan tandang, dimana Aremania selalu memberikan dukungan dalam bentuk atraksi yang menarik, nyanyian dan lagu2 yang memberikan semangat dan menghibur, tarian yang atraktif.

* Sportifitas Aremania. Kalah dan menang adalah bagian dari permainan, dan setiap kemenangan adalah kado terindah bagi Aremania, sedangkan kekalahan bukanlah menjadi alasan untuk membuat ulah dan kerusuhan seperti yang dilakukan beberapa kelompok suporter lain dan uniknya, media seolah-olah sangat hobi sekali untuk mengekspose hal hal semacam ini (kerusuhan suporter) dibanding persahabatan suporter.

* Pesan Damai. Aremania selalu membuka tangan lebar-lebar bagi siapapun suporter team Tamu yang berkunjung ke Malang. Dan hal ini tentunya berbalas dengan sambutan meriah mereka jika Aremania berkunjung. Lambat laun, hal ini menjalin persahabatan yang semakin meluas, sehingga hampir di semua tempat di negeri ini, Aremania adalah sahabat yang baik. Mereka datang dengan damai, membeli tiket dengan tertib, dan pulang tanpa meninggalkan jejak kerusuhan.

Dan tentunya masih ada daftar yang lebih panjang untuk menjadi alasannya. Akan tetapi yang dapat kita lihat saat ini, bahwa Aremania tidak hanya mempersempit Indonesia dalam satu stadion Kanjuruhan saja, akan tetapi Aremania telah menerjemahkan arti sebenarnya dari Bhinneka Tunggal Ika. Di dalam stadion kita mendukung team yang berbeda, namun di luar stadion kita adalah saudara. Dan dari sini, dapat kita tarik bahwa lagu “Padamu Negeri” yang dinyanyikan di Kandang Singa setiap Arema akan berlaga tidak hanya menjadi lagu kosong yang hanya sekedar di nyanyikan, akan tetapi bentuk aktualisasinya telah dilakukan dalam pola pemikiran, pola laku, dan pola tindak.

Hari ini aremania sudah menjadi komunitas nasional. Kera-kera Ngalam sudah menyebar dari sabang sampai merauke. Dari Aceh sampai Papua. Nawak-nawak yang ada dimanapun, mari kita tularkan Jiwa dan Semangat Aremania dilingkungan kita masing-masing. (lek).


(original-post:http://aremasenayan.com/2011/04/12/universalitas-aremania.php)

Sepakbola Indonesia Berdasarkan Pancasila (babak 2)

Oleh : Joko Poernomo SAB,-
Pertama – tama pada tataran filosofi Ekonomi Pancasila, maka sebuah industri sepak bola di Tanah Air harus didasari oleh nilai – nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Atas dasar itu lah maka sebuah industri sepak bola yang berbasis Ekonomi Pancasila tidak semata – mata bersifat materialistis. Karena berlandas pada keimanan dan ketakwaan yang timbul dari pengakuan kita pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaan menjadi landasan spiritual, moral dan etik bagi penyelenggaraan industri sepak bola berbasis Ekonomi Pancasila.

Dengan demikian industri sepak bola Tanah air yang berbasis Ekonomi Pancasila dikendalikan oleh kaidah-kaidah moral dan etika, sehingga penyelenggaran sebuah industri olah raga di Indonesia adalah industri sepak bola yang berakhlak. Maka diharapkan masalah – masalah penyelenggaran industri sepak bola di Indonesia seperti yang terjadi saat ini seperti, penyuapan wasit, mengontrol hasil pertandingan dan sebagainya dapat dihindarkan.

Industri sepak bola yang berbasis Ekonomi Pancasila yang berlandaskan nilai Kemanusian yang Adil dan Beradab, menghormati martabat kemanusian serta hak dan kewajiban asasi manusia dalam sebuah industri sepak bola. Dengan demikian maka sangat jelas bahwa dalam sebuah industri sepak bola yang berbasis ekonomi Pancasila tidak mengenal “ industry animal “, dimana yang satu akan memangsa yang lain. Dengan memahami ini secara mendalam maka tidak akan muncul permasalahan antara yang mendukung industri di sepak bola dengan yang tidak mendukung.

Bila kita melihat industri – industri sepak bola di negara lain, sangat terlihat jelas bahwa industri olahraga khususnya di bidang sepak bola telah menyatu karena pasar telah menjadi global. Namun selama masih ada Bangsa dan Negara Indonesia maka industri sepak bola yang berbasis Ekonomi Pancasila harus tetap diabadikan bagi prestasi sepak bola dan industri yang mensejahterakan rakyat Indonesia.

Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan kesatuan sebuah industri sepak bola yang mengarah ke kesatuan ekonomi sebagai penjabaran wawasan nusantara di bidang ekonomi. Globalisasi di bidang industri olahraga khususnya di sepak bola tidak akan menyebabkan internaliosasi kepentingan olahraga dan industri olahraga Indonesia itu sendiri. Kepentingan Ekonomi yang diakibatkan oleh industri sepak bola di Tanah Air akan tetap diabadikan untuk kepentingan kemajuan olahraga Indonesia dan kepentingan bangsa Indonesia. Dengan demikian Industri sepak bola berbasis Ekonomi Pancasila merupakan wawasan kebangsaan dan tetap membutuhkan sikap patriotik dari para pelakunya.

Sila ke-empat dalam Pancasila menunjukan pandangan bangsa Indonesia mengenai kedaulatan rakyat dan bagaimana demokrasi dijalankan di Indonesia. Dalam industri sepak bola Tanah Air yang berbasis Ekonomi Pancasila seharusnya dikelola dalam sebuah sistem demokratis.

Nilai – nilai dasar sila kelima, Kadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia menunjukan bahwa seharusnya industri sepak bola di Tanah Air harus memperhatikan semua aspek di dalamnya termasuk bagaimana semua orang dapat merasakan sebuah pertandingan olahraga sepak bola baik itu orang yang kaya atau miskin, dan orang yang sehat maupun yang berkebutuhan khusus. Selain itu sila ke-5 ini juga mengisyaratkan bahwa seharusnya sebuah industri sepak bola dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh warga di Indonesia.

Sesungguhnya dalam Undang – Undang sistem keolahragaan nasional No.3 Tahun 2005 sudah dijabarkan bagaimana sebuah industri olahraga di Indonesia. Sangatlah jelas bahwa dalam undang – undang tersebut terlihat bagaimana Ekonomi Pancasila menyatu dengan industri olahraga di Indonesia. Dalam undang – undang sistem keolahragaan nasional itu semua industri olahraga harus memperhatikan aspek tujuan olahraga nasional dan prinsip penyelnggaran olahraga nasional, dan bila kita lihat satu persatu point dari tujuan dan penyelengaraan olahraga nasional sangat terlihat jelas bahwa nilai – nilai Pancasila terkandung didalamnya.

Yang harus tetap diperhatikan dalam industri olahraga adalah bahwa setiap kegiatan industri olahraga wajib memperhatikan tujuan keolahragaan nasional dan prinsip penyelanggaraan keolahragaan, hal ini sesuai dengan Pasal 78 UU Sistem Keolahragan Nasional Republik Indonesia No 3 Tahun 2005. Tujuan keolahragaan nasional sesuai dengan Pasal 4 UU Sistem Keolahragaan Nasional Republik Indonesia No 3 Tahun 2005 adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat dan kehormatan bangsa.

Dari tujuan olahraga nasional yang telah dijabarkan diatas nampak jelas bahwa nilai – nilai Pancasila sangan terikat didalamnya. Prinsip penyelenggaraan keolahragaan juga merupakan faktor yang wajib dijadikan perhatian ketika kita membangun industri olahraga, sesuai pasal 5 UU Sistem Keolahragaan Nasional Republik Indonesia No 3 Tahun 2005 Keolahragaan diselenggarakan dengan prinsip :
1. Demokratis, tidak diskriminatif, dan menjunjung tinggi nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa.
2. Keadilan sosial dan kemanusian yang adil dan beradab
3. Sportivitas dan menjunjung tinggi nilai etika dan estetika
4. Pembudayaan dan keterbukaan.
5. Pengembangan kebiasaan hidup sehat dan aktif bagi masyarakat.
6. Pemberdayaan peran serta masyarakat.
7. Keselamatan dan keamanan
8. Keutuhan jasmani dan rohani.

Dari point tentang penyelenggaran olahraga nasional juga telihat jelas bahwa Pancasila merupakan dasar pertimbangan dalam membangun sebuah industri olahraga di Indonesia. Sehingga bila industri sepak bola benar – benar berbasis Ekonomi Pancasila diterapkan dan ditambah dengan memperhatikan dengan benar aspek tujuan dan penyelenggaran olahraga nasional maka permasalahan – permasalahan mengenai industri sepak bola dan persepakbolaan Tanah Air dapat diminimalisir dah bakan dapat dihindari. Pengembangan pola kemitraan dalam industri olahraga sesuai dengan undang – undang keolahragaan nasional merupakan contoh lain bagaimana sebuah industri sepak bola berbasis Ekonomi Pancasila banar – benar berlandaskan Pancasila.

Tantangan bagi kita sekarang adalah bagaimana secara tepat kita menjabarkannya dalam konsep-konsep industri sepak bola berbasis Ekonomi Pancasila untuk nantinya dioperasionalkan dan dituangkan dalam rencana rencana industri sepak bola Tanah Air. Dalam upaya itu jelas tidak ada jalan yang lurus dan jelas tidak ada yang mulus. Kadangkadang kita harus berbelok ke kiri, berbelok ke kanan, bahkan kadang-kadang harus mundur dulu sedikit kemudian maju lagi. Yang penting kita harus menjaga bahwa arahnya tetap konsisten, betapa pun dari saat ke saat kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan harus disesuaikan dengan situasi.

Betapa pun juga kita telah menyatakan bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka, yang terus berkembang mengikuti dinamik masyarakat. Namun, nilai-nilai dasarnya tidak pernah berubah. Dengan industri olahraga sepak bola berbasis Ekonomi Pancasila ditambah dengan memperhatikan tujuan dan penyelenggaran olahraga nasional maka permasalahan – permasalahan yang telah dijabarkan dalam paragraph pertama dapat diatasi. Saat kembali ke Pancasila sebagai landasan Industri Olahraga Sepak Bola demi terciptanya profesionalitas dan prestasi sepak bola Tanah Air.

Salam Satu Jiwa !!!




Judul asli : Mengelola Sepakbola Indonesia Menjadi Industri Olahraga Berbasis Ekonomi Pancasila
(penulis adalah pemerhati sepakbola dan peneliti industri olahraga)

Sepakbola Indonesia Berdasarkan Pancasila (babak 1)

Oleh : Joko Poernomo SAB,-
Sepak bola merupakan sebuah olahraga yang dapat membuat lupa segalanya, bahkan ketika negeri tercinta ini sedang dalam bencana, harga-harga kebutuhan yang melonjak, sepak bola dapat memberikan sebuah kebahagiaan walaupun cuma sesaat. Dengan jumlah penduduk yang cukup besar kurang lebih 240 juta orang, Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat menarik bila Industri olahraga di cabang sepakbola dikelola dengan baik. Namun sayangnya ketidak profesionalan para stakeholder olahraga sepak bola ini yang membuat industri olahraga sepakbola kurang berkembang.

Di negara – negara lain Industri Sepakbola telah menjelma sebagai sebuah industri olahraga yang mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Sepakbola bukan lagi sebuah hobi namun sudah menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Namun bila melihat ke Indonesia Industri Sepak Bola sangatlah suram.

Pada tahun 2009 ketika sebuah seminar mengenai industri olahraga diceritakan bahwa memang setiap pertandingan sepakbola dipenuhi oleh para penonton, namun dengan penuhnya penonton belum mampu menutup kerugian yang diderita klub.

Di tengah minimnya dana yang dialokasikan pemerintah untuk pembinaan dan pengembangan olahraga sepakbola di tanah air, kita justru melupakan upaya optimalisasinya. Inefisiensi biaya, kondisi perwasitan yang tidak diperhatikan serta banyaknya klub yang mesti timbul-tenggelam dalam keikutsertaannya di Liga Domestik menunjukkan, betapa industri sepakbola di negara kita masih sangat jauh dari harapan, apalagi untuk bisa menguntungkan layaknya sebuah industri.

Salah satu hal yang paling menonjol adalah ketidakmampuan klub mengelola potensi yang mereka miliki menjadi aset bisnis yang menguntungkan. Karena itu, banyak klub yang akhirnya mengandalkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membiayai operasional klub. Sayangnya, kemudahan mendapatkan dana APBD ini juga tidak mampu dimaksimalkan untuk mendapatkan keuntungan. Dana yang setiap tahun mengucur, habis untuk satu musim kompetisi. Meski terlihat dikelola secara independen oleh sebuah perusahaan.

Liga Super Indonesia yang saat ini bergulir ternyata belum bisa dikatakan mandiri. Mayoritas saham yang dikuasai PSSI membuat dugaan mudahnya PT Liga diintervensi. Salah satu contoh yang muncul dalam pemberitaan media massa adalah kasus tanding ulang Persik Kediri versus Persebaya Surabaya musim lalu. Persik yang dua kali gagal menggelar laga melawan Persebaya, akhirnya diberi kemenangan WO pada kesempatan ketiga setelah Persebaya memutuskan tidak hadir.

"Kami menduga PT Liga sudah diintervensi orang dalam PSSI yang punya kepentingan, dan pertandingan yang seharusnya batal itu akhirnya tetap diselenggarakan dengan alasan apa pun agar Persebaya tersingkir," kata Manajer Surabaya Gede Widiade pada Agustus lalu.

Penguasaan PSSI atas saham PT Liga juga membuat klub-klub menjadi kerdil karena tidak mendapat pembagian keuntungan dari penyelenggaraan kompetisi. Berbagai pendapatan hasil kontrak sponsor serta hak siar televisi tidak terdistribusi dengan baik ke klub-klub. Kondisi ini membuat klub-klub kesulitan memperbesar pendapatan mereka. Sebagai contoh Arema Indonesia. Walau tak sekalipun menggunakan dana APBD tim juara Liga Super musim lalu ini dikabarkan masih menanggung utang sekitar Rp 5 miliar pada akhir kompetisi.

Memang sudah saatnya sepak bola dijadikan sebuah industri olahraga yang professional, namun yang harus diperhatikan sekarang adalah banyak para penggemar sepak bola di Tanah Air yang tidak setuju bila sepak bola mengarah ke sport industry. Sebagai contoh adalah para supporter yang mengatakan :

"Kamilah orang2 yang selalu menonton kehidupan (bukan sekedar olahraga) sepakbola dari sudut pandang mereka yang selalu menyaksikan pertandingan di sektor paling buruk dalam stadion. Dari sudut pandang orang2 yang tidak membutuhkan kenyamanan saat mendukung timnya beratus2 kilometer dari rumah. Jadi kami adalah supporter, kami adalah ultras.. Kenyataan memang pahit. Sepakbola mulai berubah! Ke arah sebuah industri sepakbola moderen (FUCK OFF.. Kami ga butuh industri sepakbola!!!) Lalu apa yang bisa kita perbuat?? Tak ada! Sebenarnya apa yang menjadi keunggulan sepakbola sehingga bisa menjadi sangat terkenal ?? Sebagai sebuah olahraga rasanya tak ada kelebihan yang menonjol dari sepakbola."

Dilain itu, saya pernah mensurvei masyarakat Kota Jakarta pada tahun 2010 yang hasilnya sebanyak 52% masyarakat tidak setuju apabila sepak bola dijadikan sebuah industri. Mereka mayoritas memang mengatakan bahwa harga tiket yang semakin mahal membuat mereka sulit untuk masuk, bahkan seorang penonton mengatakan selama ini ia harus rela untuk mengutang hanya untuk menonton sepak bola. Bahkan dalam sebuah web ultraspss.info seorang suporter mengatakan :

"Para penonton sepakbola selalu dipandang sebagai sisi buruk kehidupan manusia, Pekerja kelas bawah, anak2 jalanan, gerombolan gangster.. ya kaum marginal.. kami sudah disamakan dengan kriminal! Itulah yang kini mereka coba ubah! Menjadikan sepakbola Indonesia menjadi sebuah industri penghasil Uang! Ya uang.. uang adalah segala2nya. Semua tergiur melihat industri sepakbola di eropa, banyak marchendise klub yang laris manis dan menghasilkan uang. Bagaimana mereka bisa merealisasikan ini?? Dengan menyingkirkan kami para supporter, kami yang dianggap menghambat kemajuan sepakbola, ataukah menghambat pemasukan mereka?? Perubahan memang belum tampak tapi indikasi ke arah sana terlihat jelas. Harga tiket yang selalu melambung tinggi belakangan ini bagai sebuah ‘larangan’ bagi supporter dari kalangan bawah untuk datang ke stadion.

Bahkan dari kelompok kami sendiri banyak yang harus utang sana-sini untuk dapat sekedar menonton pertandingan di kandang sendiri. Yang lebih mengenaskan adalah tribun sektor khusus supporter mulai dimasuki mereka dari kalangan non-supporter. Pernah dalam suatu pertandingan kami lihat sekeluarga duduk manis di kurva utara!!??? Apa2an ini?? ini daerah kami! ini tempat kami bernyanyi, ini surga kami dimana kami bisa mengekspresikan kebebasan! Kenapa kalian harus duduk disini?? Kini semua orang membicarakan sepakbola, walau masih sekedar sepakbola eropa. Orang2 inilah yang akan menjadi target PSSI untuk masuk ke stadion2 kita.
Mereka yang tau sepakbola dari televisi dan media cetak, mereka yang taunya hanya melihat kehebatan christiano ronaldo dengan gocekan2 mautnya, para perempuan yang menyukai sepakbola hanya karena para pemain di eropa berparas tampan, mereka yang saat ini hanya bisa mencaci maki sepakbola Indonesia. Sepakbola kita kampungan, sepakbola kita kebanyakan ricuh, supporter bola disini ga kaya di inggris yang bisa nonton tertib, sepakbola disini bisanya cuma tawuran, katrok, ndeso dll.. BULL SHIT!!! Tau apa kalian tentang sepakbola??? tau apa kalian tentang supporter?? tau apa kalian tentang semangat, keyakinan, gairah, kehormatan, dan harga diri?? taukah kalian bahwa… di eropa sana korban meninggal akibat sepakbola jauh lebih banyak daripada di negeri kita sendiri???? Lebih baik kalian teruskan ‘dunia sepakbola kalian’ sebuah mimpi indah di layar kaca.. karena kenyataanya di lapangan mungkin tak seindah yang kalian bayangkan.

Memang melihat kondisi sepakbola kita, jauh rasanya dari sebuah industri, jauh rasanya dari sepakbola moderen yang diimpikan semua kalangan masyarakat. Apakah kita menuju sebuah industri sepakbola yang nantinya menjadi pemasukan bagi klub kesayangan kita?? Ataukah kita menuju industri untuk mengencangkan sifat mercantilist dari para petinggi sepakbola kita?? Sebagai sumber pemasukan, Sebagai sebuah mesin penghasil uang??? Jangan sampai terjadi!! Sepakbola disini masih milik kami para supporter! Lalu kenapa kalian mau ambil apa yang kami miliki?? Melambungnya harga tiket pertandingan, Pelarangan menyalakan kembang api, pelarangan memasang spanduk2 yang mengkritik otoritas sepak bola Indonesia, apa yang kalian cari?? Jawabannya uang! Sikap mercantilist yang nantinya akan mematikan kita “para pemilik sepakbola yang sebenarnya!” Jangan ambil kesenangan kami, Jangan ambil hidup kami !
"

Itulah permasalahan yang terjadi dalam sepakbola,, di satu sisi sepakbola haruslah menuju sebuah industri olahraga yang memiliki profesionalitas, namun di sisi lain banyak para supporter bola yang risih dengan diterapkannya sebuah industri olahraga, lalu bagaimana seharusnya menerapkan sebuah industri olahraga yang dapat menciptakan profesionalitas dan mampu di terima oleh semua masyarakat ?? salah satu caranya adalah dengan membangun industri olahraga sepak bola berbasis ekonomi Pancasila.

Bangsa ini sedang mengalami sebuah pergolakan di dalam dirinya, banyak masyarakat yang sekarang lupa akan Pancasila, padahal didalam Pancasila sudah tergambar dengan jelas bagaimana seharusnya kita bersikap. Tidak hanya dikalangan masyarakat bawah saja Pancasila seakan – akan dilupakan, tetapi di kalangan elit pemerintahan Pancasila seakan hanya menjadi sebuah lukisan yang dibingkai.

Di dunia pendidikan pun Pancasila sudah tidak diajarkan seperti dahulu, bahkan dibangku Universitas mata kuliah Pancasila dihilangkan. Padahal di dalam Pancasila semua sudah diatur, termasuk didalamnya Ekonomi Pancasila.

Industri Olahraga merupakan bagian dari ilmu Ekonomi, dan karena itulah ketika permasalahan sepak bola yang terjadi diatas terjadi dapat diatasi dengan membangun sebuah industri olahraga yang berbasis ekonomi Pancasila. Disatu sisi pihak produsen dalam hal ini PSSI dan Organisasi yang berkaitan dengan industri sepak bola di Indonesia tidak sepihak menjadikan Industri sepak bola sebagai alat untuk mencari keuntungan sebesar – besarnya tanpa mempertimbangkan keluhan konsumen seperti yang tergambar diatas.

Diharapkan dengan industri sepak bola berbasis ekonomi Pancasila maka akan dipertemukan suatu titik keseimbangan antara produsen dengan konsumen.




judul asli : Mengelola Sepakbola Indonesia Menjadi Industri Olahraga Berbasis Ekonomi Pancasila
(penulis adalah pemerhati sepakbola dan peneliti industri olahraga)

Arema Dibalik Cerita Liga Indonesia 2002

16 Mei 2002 - 20:29
Opo Maneh Thuk ...???
Berikut cerita ringan Arema saat berada di Jakarta dalam rangka partai tunda Arema vs PSDS

Siapakah bintang lapangan partai tunda PSDS vs Arema di stadion Gelora Bung Karno ?, jawabannya adalah Joko Susilo alias Gethuk. Penampilannya memang cukup meyakinkan sebagai seorang kiper, bahkan ia dengan bangganya menjuluki dirinya seperti Jorge Campos sebelum mulai bertanding. Oleh pemain Arema yang lain Gethuk malah digarap, oleh Setyo Budiarto misalnya, Setyo langsung memplesetkannya menjadi Jorge ‘KAMPES’ (Kampes adalah bahasa khas Malang yang artinya –maaf—Celana Dalam)

Pemain Arema cukup santai dalam menjalani partai tunda tersebut, bermain santai dan tanpa beban membuat permainan Arema berkembang dan malah lebih menguasai pertandingan. Tapi pemain Arema justru kelewat santai, ketika bertanding beberapa pemain sempat bercanda. Malah ketika PSDS melakukan serangan balik libero Arema Hermawan berteriak keras, “Rek mbalik Rek !!”, seru Hermawan menginstruksikan pemain untuk bertahan. Hal tersebut malah dibalas canda oleh asisten pelatih yang juga stopper Arema Sunardi C, ia pun membalas teriakan Hermawan “Mbalik nang Ngalam ta??”, balas Sunardi sambil berlari mengejar pemain PSDS yang disambut tawa para wartawan dan penonton di pinggir lapangan.

Hal yang sama terjadi ketika Arema kebobolan, ketika Arema kebobolan gol ke 4, reaksi aneh ditunjukkan para pemain Arema. Para pemain Arema tertawa !!.

Arema yang terkesan ‘santai’ dan ‘tidak serius’ menjalani partai tunda awalnya mendapat reaksi dari pengurus PSSI yang hadir, Iswadi Idris sang Ketua Bidang Kompetisi PSSI misalnya, ia menilai pemain Arema tidak serius dan main-main, ia melihat dari tidak diturunkannya kiper ‘asli’. Tapi ia sendiri tak menyalahkan Arema karena ia dan pengurus PSSI lainnya yang hadir sepakat bahwa Arema memang harus lebih memprioritaskan babak 8 Besar. Tapi begitu pertandingan selesai, Iswadi Idris mengakui bahwa kalau saja Arema memakai pemain ‘kelas satunya’ PSDS akan kalah dan terdegradasi, “Pakai pemain asal-asalan saja lebih menguasai pertandingan apalagi kalau yang turun tim intinya, beruntung sekali PSDS “, komentar Iswadi. Yang jelas seusai pertandingan para pemain PSDS dan pengurusnya mendatangi bangku cadangan pemain Arema dan mengucapkan banyak terimakasih !!!

Kalau ada tuduhan Arema menjual pertandingan melawan PSDS itu sah-sah saja, tapi kalau melihat Arema mampu menguasai pertandingan dan bahkan bisa membobol gawang PSDS dan ada satu lagi,…..bahwa pemain Arema ‘bokek’ rasanya tidak mungkin pertandingan itu dijual, apalagi pemain Arema mampu menunjukkan kelasnya sebagai tim 8 Besar. Pemain Arema memang akhirnya ‘disangoni’ oleh salah seorang Aremania Jakarta yang mendampingi tim Arema. Walaupun tak seberapa, tapi itu sangat disyukuri para pemain. “Lumayan mas, buat biaya telepon “, kata Suswanto. Beberapa pemain menambahkan bahwa pemain tidak diberi uang saku untuk pergi menjalani pertandingan tunda ini. “Padahal rencananya kalau diberi uang saku mau belanja dulu “, tutur salah seorang pemain. Sayangnya kalau pun ada uang kelihatannya tidak ada waktu untuk belanja, karena seusai pertandingan para pemain Arema langsung menuju Bandara mengejar penerbangan pukul 8 ke Surabaya.

Ketika pemain Arema hendak berangkat menuju bandara, mereka ‘nongkrong’ di depan kantor PSSI menunggu bis, hal tersebut dimanfaatkan pemain Arema cuci mata melihat pemandangan indah sore hari di putaran senayan. Pada waktu sore memang di Senayan menjadi ajang jogging bagi masyarakat, tapi lucunya pemain Arema tak hanya menggoda ‘wanita’ saja, ada salah satu korban bapak tua yang berjalan kaki. Dengan tubuh kurus, rambut putih bapak tua tersebut berlagak bak seorang atlet, tak heran pemain Arema pun ‘menggarap’ bapak tua tersebut habis-habisan. [AC]



09 Mei 2002 - 15:50
Dicuekin Panpel, Tas, HP  Rusak, dan Wanita Misterius
Tanda-tanda kekalahan Arema di Pekanbaru ternyata memang sudah terasa sejak pemain Arema tiba di Pekanbaru.

Tanda-tanda itu berawal dari menghilangnya Panpel yang seharusnya memberikan pelayanan kepada skuad Arema. Tak ada tanda-tanda bis yang seharusnya disediakan untuk menjemput rombongan dari Bandara ke Hotel, alhasil Daniel Roekito pun sampai harus menyewa mobil untuk mengangkut rombongan. Hal itu kembali terulang ketika Arema latihan di stadion Rumbai dan bahkan ketika pertandingan. Hal ini jelas membuat Daniel Roekito kecewa,
“Panpel di sini mengecewakan, kami dicuekin, transportasi yang harusnya disediakan untuk tim tidak ada, untuk ada Aremania Pekanbaru yang membantu kita “, keluh Daniel Roekito. Beruntung ada Aremania Pekanbaru berinisiatif membantu Arema dengan menyewa bus untuk rombongan Arema, kalau tidak Arema mungkin harus jalan kaki selama di Pekanbaru.

Tidak hanya itu kesialan Arema. Ketika Arema sampai di Pekanbaru Johan Prasetyo mendapat musibah ketika tasnya tertinggal ketika pesawat transit di Jakarta. Beruntung tas tersebut tidak hilang, dan bisa diambil keesokan harinya.

Lain Johan, lain pula Dwi Sasmianto, Mungkin Kirun (panggilan akrab Dwi Sasmianto) mendapat firasat ‘kebobolan 5 gol’ dari rusaknya HandPhone (HP) miliknya. Sialnya, saat pagi datang ia ditelepon istrinya yang marah-marah.
“Istri saya mungkin curiga karena tidak bisa menelpon saya “, kata Kirun yang digarap habis-habisan oleh Daniel Roekito dan rekan-rekan setimnya gara-gara HP dan omelan istrinya.

Beberapa pemain Arema curiga kepada salah seorang wanita misterius yang datang ke hotel pemain Arema. Wanita misterius ini datang bersama pria setengah baya yang menggenakan peci. Ia menumpang bis pemain Arema menuju stadion. Beberapa pemain Arema berbisik bahwa wanita dan pria tersebut adalah ‘dukun’ yang disiapkan tim tuan rumah. Ada-ada saja !! [AC]


24 April 2002 - 13:01
Pemain Jalan Kaki Dari Stadion Gajayana Menuju Ke Mess
Cerita ringan Arema ve Persikab

Pelatih Daniel Roekito, bomber Johan Prasetyo, Charis Julianto dan beberapa pemain Arema berjalan kaki dari stadion menuju mess sebagai nazar atas kemenangan Arema melawan Persikab sekaligus merayakan lolosnya Arema ke babak 8 besar. Daniel yang sebenarnya tidak boleh capek oleh dokter tetap ngotot melakukan nazarnya walaupun jarak dari stadion Gajayana menuju mess sekitar 6 km dan kondisi jalan menanjak, sementara Johan Prasetyo dan libero Hermawan tak perduli berjalan kaki dengan kaus tim dan kondisi tubuh yang kotor karena pertandingan berlangsung di lapangan becek. Tak ayal nazar ini seperti perayaan karnaval karena banyak Aremania yang ikut dengan setia menemani sepanjang jalan.

Walau mencetak 3 gol ada sedikit kegundahan bagi Johan Prasetyo, di beberapa tabloid olahraga terkemuka torehan golnya Cuma ditulis 8 gol. Padahal ia sebelum menciptakan hattrick ke gawang Persikab ia sudah mengkoleksi 10 gol. Tak heran ia menitipkan pesan sebelum pulang ke mess ‘berjalan kaki’, “Tolong mas tabloid itu dikasih tahu “, oke Han…yang penting tambah terus golmu biar jadi top skorer !!

Andi Setiono sangat gembira dengan kemenangan Arema, karena selain menang besar melawan Persikab tidak ada satu pun pemain Arema yang terkena kartu kuning. Ini adalah pertandingan kedua musim ini dimana tidak ada satu pemain Arema pun yang terkena kartu kuning.

Daniel Roekito diam-diam punya target khusus, ia tak mau hanya jadi pecundang terus di 8 besar bersama Arema. Targetnya tak main-main, Ia mentargetkan Arema juara musim ini !!. Ia mengaku terlecut dengan nyanyian-nyanyian suporter Aremania yang menyanyikan dirinya. “Nyanyian suporter yang lucu-lucu itu justru membangkitkan semangat saya “, Nyanyian suporter itu antara lain, ‘Daniel-Roekito (2x), kami ingin ke Senayan’… [AC]







Dibalik Sanksi PSSI
Cerita di balik sanksi yang diberikan PSSI

Malang nian nasib asisten pelatih Arema Sing Betay, pria asal Biak Papua ini jadi korban ketidakadilan PSSI, ia diberi sanksi 1 tahun tidak boleh aktif dalam persepakbolaan nasional. Sing sendiri sekarang hanya menyesali nasib, "Padahal saya tidak bermaksud apa-apa, saya hanya mencoba melerai perkelahian pemain ", kata Sing dengan nada pasrah. Toh Sing sendiri tak terlalu risau lantaran klub Arema siap menjamin masa depan Sing, "Sing akan tetap menjadi asisten pelatih, dia hanya tidak diperbolehkan mendampingi tim di pinggir lapangan ", kata Iwan Budianto sang manager. Iwan juga akan mengajukan banding atas keputusan yang dibuat PSSI, menurut Iwan keputusan itu terlalu semena-mena karena diputuskan secara sepihak dan tidak memanggil Sing untuk mendengar keterangannya.

Berbeda dengan Sing, Iwan Budianto mengakui bahwa ia tidak akan membantu Agus Setiawan atas skorsing selama 6 bulan, menurut Iwan Agus memang bersalah, "Agus memang tak memukul duluan, tapi seharusnya ia jangan menghampiri Aples, itu sama saja menantang ", kata Iwan. Selain itu menurut Iwan Budianto, Agus diharuskan membayar sendiri sanksi sebesar 1,75 juta rupiah. Menurut Iwan karena sikap Agus itu merugikan Arema.

Agus Setiawan sendiri tak banyak bicara, ia hanya pasrah, "Mungkin saya sudah diincar komdis karena kasus Bambang Pamungkas ", kata Agus Setiawan.

Aples Tecuari mengakui bahwa ia bersalah dalam kasus keributan di Cilegon, untuk itu ia meminta maaf secara tulus kepada para pengurus dan pemain Arema, terutama Agus Setiawan. [AC]






13 April 2002 - 04:58
Cerita Singkat Arema
Cerita Singkat Arema selama di Jakarta

Agus Setiawan sekarang sedang disorot media massa setelah ‘menggasak’ striker tim nasional Bambang Pamungkas pada pertandingan Persija vs Arema di stadion Lebak Bulus beberapa waktu yang lalu. Agus yang akrab dipanggil Aa’ ini mengaku tak punya niat mencederai Bambang. “Itu Cuma reflek saja, saya lihat posisinya berdiri bebas dan berbahaya, saya tak dengar peluit wasit “, kata Agus yang mengaku sudah minta maaf pada Bambang.

Kondisi keuangan Arema yang kembang kempis membuat skuad Arema tak bisa menginap di hotel daerah Cilegon menjelang pertandingan Pelita KS kontra Arema tanggal 14 April nanti. Tingginya harga sewa hotel di daerah Cilegon membuat Arema harus ‘mengungsi’ ke Jakarta dengan alasan harga hotel di Jakarta lebih murah. Selain itu official Arema punya alasan lain, Jakarta punya banyak alternatif tempat untuk berjalan-jalan. Tak heran walaupun cukup lama di Jakarta para pemain Arema tak terlalu bosan karena setiap hari selalu ‘ngelencer’ keliling Jakarta. Rombongan Arema baru berangkat menuju Cilegon pada hari Jum’at pagi tanggal 12 April 2002.

Apa yang dilakukan pemain Arema ketika berada di Jakarta ??, yang pasti jalan-jalan ke Mall. Tapi sebagian pemain justru tak lari ke Pusat Perbelanjaan yang megah. Mereka malah jalan-jalan ke Taman Puring yang terkenal dengan barang-barang bekas. Yang jadi komandan adalah Joko Susilo. Barang-barang yang dibeli para pemain tak lain bermacam-macam, mulai dari baju, sepatu, san sandal. Malam hari pun dilalui pemain dengan santai, nongkrong di café dan pub, main bilyar, bahkan ke diskotik.

Siapa pemain yang paling homesick selama tur Jakarta-Lampung-Cilegon ?. Ia adalah Nanang Supriyadi, resahnya pun beralasan. Istrinya yang tercinta kini sedang mengandung dan sudah memasuki bulan ke 9. Nanang mengaku ingin cepat pulang ke Malang dan menemani istrinya dalam proses kelahiran. “Saya hanya berdoa supaya jabang bayi jangan ‘mbrojol’ dulu dan menunggu kepulangan saya “, kata Nanang. Segenap kru Aremaniacyber.com ikut mendoakan agar Nanang Supriyadi Jr selamat bersama ibunya dalam proses kelahiran.


Masih ingat Harianto ??, pemain yang musim lalu terkena skorsing 1 tahun setelah memukul kiper Persema dalam derby maut tahun lalu. Pemain yang akrab dipanggil Sapari ini ternyata menginap di hotel yang sama dengan Arema. Usut punya usut pemain yang kini membela Persik Kediri ini baru saja dipanggil komisi Disiplin PSSI akibat kasus rebutan GPD vs Persik. Harianto sendiri tak langsung pulang karena hari Minggu nanti Persik akan menantang PSJS Jakarta Selatan di stadion Lebak Bulus.

Harianto alias Sapari mengaku bahwa ia sebenarnya sangat kangen membela Arema. Kerinduan Sapari tak lain dan tak bukan ditujukan kepada Aremania. Menurut Sapari dukungan Aremania selalu membuatnya tampil penuh semangat dilapangan.

Bagaimana bila Harianto dan Agus Setiawan bertemu ?, Musim lalu Harianto yang berbaju Arema memukul Agus Setiawan yang kala itu membela Persema. Pemukulan itu membuat Harianto alias Sapari diskors 1 tahun. Kedua pemain yang bertemu di Hotel Indra Internasional Jakarta ternyata berjalan baik, tak ada nuansa dendam atau permusuhan. Bahkan keduanya saling melempar canda dan berbicara akrab. Tapi dasar usil, ketika keduanya asyik ngobrol saat makan malam, beberapa pemain Arema menyindir keduanya, “Hati-hati Gus, nanti kamu dipukul lagi !!”

Mengapa Miftakul Huda dipanggil Embik ???, jawabannya ada pada jenggot. Jenggot di dagu pemain asal Sidoarjo ini memang dibiarkan tumbuh memanjang dan terkesan seperti jenggot kambing. Tak heran ia pun dipanggil Embik oleh rekan-rekan satu timnya. Miftakul sendiri tak ambil pusing dengan julukan itu, ia punya alasan bahwa menumbuhkan jenggot merupakan sunnah nabi Muhammad SAW. [AC]



(Dokumentasi www.aremaniacyber.com)


Tidak Ada Ukuran Kesetiaan, Untuk Kecintaan Aremania

Intermesso ke belakang...
Catatan
(oleh : Sunavip Ra Indrata/MP) yang sekarang menjadi Manager Arema Isl

Tidak Ada Hitungan Rupiah, Yang Bisa Dibayarkan Untuk Harga Sebuah Loyalitas

Dalam beberapa hari terakhir, saya sering mendapat protes dari si bungsu. Gara-garanya, ponsel terus berdering. Bahkan meski sudah saya posisikan di vibrate mode, tetap saja dia mengerutu. Sempat juga ponsel itu dia sembunyikan. Tujuannya, agar saya tidak menerima telepon selama di rumah. Termasuk ketika saya memberi materi seminar di Universitas Brawijaya, ponsel juga tak pernah berhenti. Ada satu nomor yang mencoba menghubungi saya sampai 15 kali. Benar-benar gila !

Belum lagi kalau sudah masuk jam kantor. Saya selalu meminta kepada front office untuk menyeleksi telepon yang masuk. Jika keperluannya menanyakan soal tur ke Korea Selatan, saya minta front office yang menjelaskan. Tidak perlu disambungkan ke ruangan. Jika tidak didemikian, bisa saja pekerjaan lain menjadi terbengkalai. 



 
Sebenarnya, saya sendiri kaget melihat animo Aremania yang ingin ikut tur ke Korea Selatan. Tapi keinginan mereka untuk mendampingi Arema Indonesia saat dijamu Jeonbuk Hyundai FC, benar-benar sangat tinggi. Padahal awalnya, kami sempat ragu-ragu mengadakan tret-tet-tet ke Korsel tersebut. Apa bisa tur dengan membayar Rp 20 juta setiap orang, bakal diikuti banyak Aremania.

Tak heran kalau saat itu, saya hanya meminta jatah kuota 20 orang. Itupun dengan seleksi yang sangat ketat. Tujuannya, agar peserta tur, benar-benar ingin nonton Arema Indonesia dengan bonus rekreasi ke Korsel. Bukan untuk tujuan lain.

Ternyata saya benar-benar under estimate. Peserta tur ke Korsel sangat membeludak. Rencana pendaftaran yang semula ditutup 10 April, terpaksa harus ditutup 30 Maret kemarin. Itupun jumlahnya sudah dua kali lipat dari kuota awal. Alias diikuti 40 orang. Saya pun harus rela setiap hari diprotes Aremania, yang tetap ngotot ingin ikut. Banyak diantara mereka yang langsung datang ke kantor, membawa persyaratan lengkap plus uang tunai Rp 20 juta. Itu belum termasuk yang merayu-rayu lewat telepon dan ini yang membuat ponsel saya tidak pernah berhenti berdering agar memasukkan namanya dalam daftar peserta.

"Tolong. Satu saja, masak tidak bisa dimasukkan," rayu mereka.

Kalau saja tur itu dilakukan di dalam negeri, pasti akan saya terima semua permintaan itu. Bisa saja kami tidak membuat pembatasan jumlah peserta. Seperti saat kami mendukung teman-teman Aremania saat tur di dalam negeri.

Namun ini tret-tet-tet ke negara lain. Meski masih di benua Asia, tetapi untuk bisa masuk ke Korsel butuh visa dan tidak mudah mendapatkan visa dari Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia. Termasuk soal kuota tersebut, jumlahnya sudah ditentukan oleh sponsor kami yang ada di Korea. Karena jika masuk ke Korea dengan memiliki sponsor, relatif lebih mudah. Pihak sponsor, tidak mau mengambil resiko jika pesertanya sangat banyak.

Karena hal-hal itulah, saya harus menyerah pada angka 40 orang untuk peserta tur ke Korsel. Mungkin saya harus menyampaikan permintaan maaf kepada Aremania, yang tidak bisa ikut ke Korsel. Padahal banyak diantara Aremania, yang sudah mengumpulkan dana dengan berbagai cara, termasuk mengurus persyaratan yang cukup banyak, agar bisa berangkat. Tapi maaf. Saya tidak bisa memenuhi permintaan tambahan kuota tersebut. Saya paham, Aremania akan melakukan segalanya untuk bisa memberikan dukungan kepada Arema Indonesia secara langsung.

Kalau soal pengorbanan, jangan ditanyakan kepada Aremania. Mungkin jika hitungan rupiah, sudah biasa. Korban jiwa saja bisa mereka lakukan. Karena itulah, kalau melihat besarnya dana yang dibutuhkan untuk berangkat ke Korsel, rasa-rasanya berat bagi Aremania secara umum, meski saya yakin banyak Aremania yang tingkat perekonomiannya di level tinggi untuk bisa memenuhi.

Bayangkan, untuk berangkat saja, dia harus mengumpulkan dana Rp 20 juta. Itu belum termasuk uang saku dan keperluan-keperluan lainnya. Sementara mereka di Korea hanya empat hari tiga malam. "Berarti kasarnya, mereka menghabiskan uang Rp 5 juta sehari untuk bisa nonton Arema," kata salah satu teman saya.

Tapi itulah Aremania. Terkadang apa yang dilakukan sangat sulit diterima akal sehat. Sudah sering saya melihat hal-hal ’ajaib’ yang diperbuat Aremania demi Arema Indonesia. Lantaran terlalu sering itulah, saya hanya bisa geleng-geleng kepala saja, ketika melihat fenomena itu. Rasa-rasanya, hanya di Malang saya melihat fenomena seperti itu. Bahkan untuk ukuran suporter di luar negeri, paling tidak di level Asia, belum ada yang bisa menandingi militansi Aremania.

Tidak ada hitungan rupiah, yang bisa dibayarkan untuk harga sebuah loyalitas Aremania. Tidak ada ukuran kesetiaan, untuk melukiskan kecintaan Aremania terhadap Arema. Melihat semua itu, sekali lagi saya harus tetap rela jika ada orang yang marah karena tidak bisa ikut ke Korsel dan saya meminta maaf untuk itu. Termasuk saya harus sering-sering mengajak anak saya si bungsu pergi ke Timezone, agar dia tidak selalu marah kalau saya harus menerima telepon dari Aremania.


(oleh : Sunavip Ra Indrata/MP)

Nostalgia Sepakbola Malang di tahun 90-an (4 Habis)

Apa arti pemain asing di Arema ? Banyak sekali. Pemain asing yang pernah memperkuat Arema tidak hanya memberikan support performance kepada tim namun juga membantu mengembangkan identitas klub.

Juan Rubio dicintai Aremania meski pernah memperkuat Persma Manado, Gelora Putra Delta (sekarang Deltras) maupun PSDS Deli Serdang. Di Indonesia sebagian besar penggemar sepakbola Indonesia mengenal Juan Rubio sebagai mantan pemain asing Arema. Ia tidak hanya memperkaya lini belakang Arema dengan wibawa dan ketangguhannya tapi juga mengajarkan kepada Aremania bagaimana menjadi suporter sepakbola yang sebenarnya.

Juan Rubio membawakan chants gubahan lagu dari laga yang biasa dibawakan para suporter di Chile untuk mendukung timnya. Gubahan berlirik "Ayo Ayo Arema.. Sore Ini Kita Harus Menang" populer di kalangan Aremania, dipakai sejak sekitar tahun 1998 hingga sekarang. Begitu populernya gubahan ini sampai menyebar hingga pelosok nusantara dan dinyanyikan juga oleh kelompok suporter lainnya.

Lain lagi dengan Rodrigo Araya. Memperkuat Arema sejak tahun 1999, Araya (panggilan akrabnya) dikenal sebagai legenda Arema. Total Araya bermain dengan Arema selama 1,5 musim. Selama 1,5 musim itu ia merekatkan kenangan manis di hati Aremania. Di Arema ia dikenal dengan tendangan dan umpannya yang terukur dan memanjakan kompatriotnya, Pacho Rubio.


Three Musketer, Paco-Araya-Juan Rubio
  Kepergian Araya ke Persijatim di tahun 2001 tidak melucuti cinta Aremania kepadanya. Bahkan ketika Araya comeback ke markas Singo Edan cinta Aremania kepadanya tidak hilang sedikitpun. Ia masih dipandang sebagai keluarga besar Arema dan yang turut membesarkan klub kebanggan Aremania ini hingga ke Senayan.

Sayup-sayup petikan lagu Sorak-Sorak Aremania yang menginginkan klub pujaannya melaju ke Senayan bukan lagi sebuah impian semu. Lewat Araya dan Juan Rubio mimpi itu akhirnya terlaksana. Sejak Arema berkiprah di kompetisi Galatama jarang sekali tim ini bermain di Senayan sebagai sebuah tim. Paling banter ada beberapa pemainnya yang ikut memperkuat Timnas dan merasakan rumput Senayan.

Ketika Arema juara Galatama dan lolos ke babak 12 besar di tahun 1997, tidak sekalipun tim yang awalnya pernah latihan di Lapangan Sampo ini merasakan empuknya rumput di Senayan.

Asa itu ada setahun sejak Rodrigo Araya memperkuat Arema. Dengan diiringi lebih dari 10 ribu Aremania, skuad Arema bermain heroik dengan mengalahkan Persija Jakarta (2-1), seri melawan Persikota (1-1). Sayangnya langkah Arema terhenti setelah menelan kekalahan telak melawan Pelita Jaya Solo.

Dalam catatan saya, tidak banyak pemain asing yang pernah memperkuat Arema di dekade 90an. Selain nama diatas masih ada J.C. Moreno dan Nelson Leon Sanchez yang pernah memperkuat Arema di musim 1996/1997. Nelson Leon Sanchez sedikitnya mencetak 4 gol bersama Arema di babak penyisihan dan mengantar Arema sampai ke babak 12 besar. J.C. Moreno berperan sebagai gelandang tengah di Arema. Satu lagi kompatriotnya, Juan Rubio melengkapi daftar Trio Chile yang bermain di Arema pertama kali.

Selain nama diatas masih terdapat sedikitnya 3 nama yang menjadi pemain asing Arema. Namun keberadaan mereka cenderung 'minor' karena hanya dikontrak beberapa pertandingan saja.

Marcelo mengawali barisan pemain asing Arema ketika memperkuat Arema di tahun 1995. Ia hanya memperkuat Arema selama beberapa pertandingan. Dengan skill yang cenderung setara dengan pemain lokal membuat Marcelo hanya dipakai sebentar di Arema. Selepas kepergian Marcelo tidak ada satupun pemain asing yang menggantikannya. Bisa dibilang di musim 1994/1995 Arema mengandalkan materi pemain lokal.

Dua nama pemain asing lain yang pernah memperkuat Arema adalah Peter McBride dan Alex Stiokos. Catatan berita di harian Bhirawa di tahun 1995 keduanya bermain bersama Arema di awal Liga Indonesia II 1995/1996. Bahkan dalam ingatan saya mereka bermain bersama Arema kurang dari 4 pertandingan saja! Alex yang berasal dari Australia bermain di posisi defender. Sayangnya debutnya bersama Arema berjalan kurang manis dan ia terlihat kaku.

Setali tiga uang, kompatriotnya juga kurang memberikan andil dalam prestasi Arema. Agaknya di dua musim pertama Arema mengikuti kompetisi Liga Indonesia, 99% prestasi Arema menggantungkan harapan kepada pemain lokalnya.

Ada pertanyaan kenapa Arema tidak sekalipun mengontrak pemain asing secara penuh di dua musim awal Liga Indonesia itu. Selain alasan teknis berupa skill juga bergantung kepada kemampuan dana Arema.

Arema bukanlah klub yang bertabur uang. Tim besar dengan modal pengusaha sukses seperti Pelita Jaya dan Gelora Dewata serta Persebaya yang menggunakan APBD leluasa untuk menggelontorkan uang untuk mengontrak pemain mahal. Pelita Jaya sukses mendapatkan tanda-tangan Roger Milla yang beberapa kali memperkuat Kamerun di Piala Dunia, Gelora Dewata dengan Afonso Abel Campos dan Vata Matanu Garcia, serta Persebaya dengan beberapa pemain Yugoslavia seperti Antonic Dejan, Nadoveza Branko, dan lainnya.

Dana minim harus disiasati Arema secara pintar. Ada anekdot kehadiran pemain asing untuk mendongkrak jumlah penonton. Sejauh ini memang tidak ada data yang jelas mengenai pengaruh kehadiran pemain asing dengan jumlah penonton di pertandingan Arema.

Tanpa mengecilkan arti dan peran pemain asing yang pernah bermain di Arema anggapan ini bisa jadi salah. Ketika Marcelo bermain dengan Arema menghadapi PSIM Yogyakarta di Stadion Gajayana jumlah penonton Arema berkutat di angka 9000 orang saja. Begitu juga ketika Peter dan Alex mengawali debut di awal Liga Indonesia II juga paling banter dihadiri sekitar 9000 an orang. Jumlah penonton ini adalah yang seringkali di dapat oleh Arema ketika itu.

Mungkin berbeda ketika Trio Chile sejak era Juan Rubio dan Pacho hadir di Arema. Prestasi yang menanjak naik dan lahirnya Aremania turut menambah jumlah penonton dan pendapatan Arema.

Di satu sisi kehadiran pemain asing seperti menambah gengsi klub ketika bertanding ataupun dihadapan suporternya. Namun kehadiran pemain asing seperti Juan Rubio, J.C. Moreno dan lainnya bukanlah sekedar pelengkap puzzle yang sebelumnya hilang, tapi kehadiran mereka ibarat penunjuk jalan untuk berprestasi. Dan Tuhan memang menunjukkan jalannya untuk kita.



(post-original:http://wearemania.net/aremania-voice/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90an-4)

http://aremakita.blogspot.com/2011/04/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90_4655.html

Nostalgia Sepakbola Malang di tahun 90-an (3)

Sekarang ini harga tiket ekonomi pertandingan Arema yang sebesar 25 ribu - 30 ribu rupiah dianggap masuk kategori mahal. Untuk ukuran kota sebesar Malang dengan UMR dan Pendapatan bruto penduduknya yang masih dibawah kota besar lain membuat tiket tersebut terlihat mahal.

Di Malang dengan modal 25 ribu rupiah bisa mendapatkan porsi makan 3 kali dengan lauk mewah(menggunakan daging ayam/sapi). Di Jakarta, Bekasi atau Tangerang dengan menggunakan lauk yang sama hanya bisa didapatkan untuk 2 kali makan dan sedikit kembalian untuk minuman dan kerupuk.



 Saya jadi teringat ketika pertama kali menonton pertandingan Arema/Persema di Stadion Gajayana belasan tahun lalu. Di tahun 1992 ketika Arema memakai Stadion Gajayana untuk mengikuti Galatama harga tiket Arema sebesar 2000 rupiah untuk ekonomi dan 3500 rupiah untuk VIP. Dengan jumlah penonton sekitar 7000-9000 penonton tiap pertandingan seringkali Panpel Arema menangguk pendapatan lebih dari 15 juta rupiah ketika itu.

Jumlah tersebut di waktu itu sangat besar. Kira-kira bisa untuk menggaji selama sebulan pemain yang masuk dalam starting line up tim. Dibandingkan sekarang jumlah tersebut terpaut amat jauh bahkan kurang dari cukup untuk hanya mengontrak pemain muda yang berstatus debutan.

Saudara tuanya Persema ketika itu pernah menjual tiket ekonomi seharga 1500 rupiah saja. Sebagai perbandingan seporsi nasi goreng di tahun 1992 harganya sekitar 800-850 rupiah saja. Jika dikurskan sekarang barangkali nilai tiket Arema bisa seharga 15 ribu - 20ribu rupiah. Namun harap diingat bahwa ketika itu belum terdapat pembatasan minimal nilai kontrak/gaji pemain sebesar 1 juta rupiah perbulan atau kebutuhan untuk mengontrak pemain asing dan pemain timnas yang berharga lebih mahal.

Selepas Arema menjuarai Galatama di tahun 1993 harga tiket sempat melonjak menjadi 2500 rupiah untuk ekonomi dan sekitar 4000 rupiah untuk VIP. Harga ini tidak bertahan lama karena ketika kompetisi perserikatan dan galatama digabung, harga tiket Arema melonjak menjadi 3500 rupiah untuk ekonomi dan 7500 rupiah untuk VIP.

Panpel Persema bahkan sempat melego harga tiket dengan harga 2500 rupiah untuk kelas ekonomi dan 4000-5000 rupiah untuk VIP. Panpel Persema turut merasakan manisnya penjualan tiket ketika Persema menjamu PSIM Yogyakarta dalam pertandingan yang disaksikan lebih dari 18 ribu penonton. Sekitar seribuan diantaranya meluber di pinggir sentelban untuk hasil pertandingan yang berakhir dengan skor kacamata.

Sementara itu Arema sempat menangguk untung besar ketika menjamu Mitra Surabaya di akhir laga kandangnya. Dengan banderol tiket sebesar 3500 rupiah untuk ekonomi, dan 7500 rupiah untuk VIP ludes di tangan penontonnya. Sekitar 20 ribu penonton sudah memenuhi stadion sejak pukul 2 siang. Bahkan ketika pintu masuk stadion dibuka sekitar pkl 12.30 WIB sudah terdapat ribuan orang yang antre masuk stadion. Antrean dengan panjang puluhan meter mengular dan masih berlangsung hingga beberapa jam kemudian.

Laga melawan Mitra Surabaya itu berakhir dengan skor 2-1. Sejak pukul 2 siang tribun VIP ditutup karena tidak mampu menampung penonton yang berjubel. Ratusan penonton yang tidak masuk ke stadion terpaksa dialihkan dengan memasuki tribun ekonomi yang juga mulai penuh. Penghasilan kotor panpel Arema diperkirakan mencapai 50 juta rupiah dari sekitar 17 ribu lembar tiket yang dijual.

Di musim berikutnya Panpel Arema sempat menaikkan harga tiket untuk pertandingan bigmatch. Laga bigmatch melawan tim-tim besar untuk ekonomi dibanderol sebesar 5000 rupiah, termasuk lawan Persema. Meski laga derby melawan Persema hanya dihadiri sekitar 9000 penonton, Arema baru merasakan manisnya hasil penjualan tiket ketika menjamu Persebaya.

Lebih dari 18000 penonton menyaksikan laga yang digelar selepas libur hari raya Idul Fitri tersebut. Pertandingan berakhir dengan skor 3-0. Ketika itu seluruh skuad Arema dipenuhi pemain lokal, sementara lawannya diperkuat 3 pemain asal Yugoslavia diantaranya Antonic Dejan (musim berikutnya memperkuat Persema dan mencetak beberapa gol), Plamen Iliev Kazakov dan Nadoveza Branko.

Di beberapa musim berikutnya tidak banyak perubahan terhadap penjualan tiket laga Arema. Arema sempat menaikkan tiket ekonomi sebesar 6000 rupiah di tahun 1998 dan 7500 rupiah ketika Liga Indonesia 1999.

Di setiap musim pastinya terdapat laga yang dipenuhi penonton mengingat rivalitas maupun gengsi tinggi pertandingannya. Jika di Liga Indonesia 1996/1997 terdapat sekitar 20 ribu penonton yang menyaksikan jalannya laga Arema melawan Persebaya dengan skor 1-1 maka di tahun 1999 laga Arema melawan Pelita Jaya mencatat jumlah pendapatan tertinggi.

Kabarnya laga itu mampu menembus rekor jumlah penonton sebanyak 25 ribu orang mengingat saking banyaknya orang yang berdiri di sentelban. Pertandingan yang berakhir dengan skor 0-0 tersebut menurut informasi yang beredar hasil penjualan tiket menembus angka 125 juta rupiah. Angka tersebut adalah angka diatas 100 juta rupiah yang pertama kali disandang oleh tim Arema. Dalam kurun waktu sekitar 11 tahun kemudian hasil penjualan tiket Arema mampu menembus hingga 8 kali lipatnya !

Semua hasil yang didapat Arema bukanlah tanpa usaha. Semuanya juga tidak tercipta atas keajaiban semata. Butuh dorongan berbagai pihak terutama Aremania selaku suporter. Hadirnya Aremania turut membantu pendapatan dari hasil jualan tiket pada pertandingan Arema. Satu point yang juga patut diperhitungkan adalah prestasi tim. Prestasi tim yang stabil turut membantu 'stabilitas' pada animo penonton untuk datang ke stadion.

Selain pertandingan Arema dan Persema saya seringkali menyaksikan jalannya kompetisi internal Persema di pertengahan tahun 90an hingga tahun 2002. Sama seperti pertandingan sepakbola profesional, kompetisi internal Persema atau yang lazim disebut sebagai Liga Persema Junior juga seringkali ditiketkan.

Dibandingkan dengan bentuk tiket pertandingan Arema yang mulai berwarna-warni karena sudah memakai teknologi print digital di awal tahun 2000an, maka tiket pertandingan kompetisi internal Persema lebih mirip dengan karcis bis. Warna tiketnya 'stagnan' bisa berwarna kuning atau biru dengan tulisan yang dicetak dengan printer berwarna hitam. Terkadang bentuk tiket terlihat seperti hasil fotokopian yang dicetak/dipotong sedemikian rupa, dan penomoran atau pencantuman tim yang bertanding pada tiket menggunakan tulisan tangan yang terbuat dari spidol.

Harga tiket untuk kompetisi internal Persema dibanderol seharga 600 rupiah sekitar tahun 1996, dan 2000 rupiah di tahun 2002. Dulunya kompetisi internal Persema ini dimainkan di Stadion Gajayana Malang. Sejak tahun 2003 seluruh laga penyisihan yang berjumlah ratusan ini ditempatkan di beberapa stadion kecil yang tersebar di penjuru kota Malang.

Dan kini 'perubahan' terhadap venue kompetisi internal Persema masih tetap dipertahankan. Agaknya ini bisa dimaklumi untuk menjaga kualitas rumput stadion sebelum dipakai tim seniornya, sekaligus agar memberikan peluang kepada UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) sebagai pengelola Stadion bisa memaksimalkan pendapatan dari sewa stadion sesuai dengan amanat Perda setempat.


bersambung...

(post-original:http://wearemania.net/aremania-voice/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90an-3)

Nostalgia Sepakbola Malang di tahun 90-an (2)

Persema Malang memang diidentikkan sebagai tim 'kelas dua' di Malang. Kehadiran penonton yang minim menjadi guyonan satir bahwa Persema identik dengan klub 'plat merah' dan birokrasi politik.

Klub yang telah berusia lebih dari setengah abad ini bagaikan klub 'pinggiran' dimana tidak hanya jumlah penonton yang kalah jauh ketimbang saudara mudanya, Arema tetapi juga porsi perhatian publik kepada Persema meski sudah diperkuat sederetan pemain 'tenar' seperti Irfan Bachdim dan Kim Jeffrey Kurniawan.

Namun, di era tahun 80an hingga sekitar tahun 1999 pendukung kedua tim relatif seimbang !

Persema di akhir tahun 80an hampir dibilang hilang peredaran ketika tim berjuluk Bledek Biru(sebelum diubah menjadi Laskar Ken Arok di tahun 2004 pada masa kepemimpinan Drs Peni Suparto) masih berkutat di Divisi 1 liga perserikatan. Di Jawa Timur perhatian publik masih terpusat pada Persebaya yang sedang dalam masa kejayaan menjelang akhir dekade 80an.


 Nasib sedikit berubah ketika Persema menapaki tangga juara Divisi 1 Liga Perserikatan 1990. Pada final yang digelar di Stadion Mandala Krida Jogjakarta pada tanggal 3 Maret 1990 Persema mengungguli Persijatim(sekarang Sriwijaya FC) 1-0 lewat gol Harry 'Hunter' Siswanto. Ketika itu Persema dilatih oleh Rohanda atau yang akrab disapa sebagai Kandut.

Pelatih berpenampilan sederhana dan menjadi salah satu pelatih dengan masa jabatan terlama di Persema ini sukses meramu tim sejak awal penyisihan hingga babak semifinal menghadapi tuan rumah PSIM Yogyakarta. Di era ini masih terdapat nama Suliadi, pemain yang berkarakter keras dan akhirnya pernah memperkuat Arema Malang. Pemain lain yang juga memperkuat Persema adalah Maryanto(musim selanjutnya membela Arema), Sugiarto, Sulis Andri Asmawan(masih memperkuat Persema di tahun 1995/1996) dan Bambang Sumantri(pernah memperkuat Persela Lamongan di Divisi Utama Liga Indonesia beberapa tahun lalu).

Sukses Persema di Divisi 1 Perserikatan dan keberhasilan Arema menembus papan atas Galatama membuka perhatian penggemar sepakbola di Malang. Publik di Malang tidak lagi silau dengan gemerlap prestasi tetangganya di Surabaya namun dibarengi dengan kiprah Arema semakin membuka semangat loyalitas kepada klub yang ditunjukkan oleh Arek Malang.

Ketika Stadion Gajayana Malang selesai direnovasi oleh PT Putra Arema yang dikomandoi Sam Ikul, Persema turut merumput di Stadion ini ketika mengikuti Liga Perserikatan 1992/1993. Sayangnya selepas keberhasilan menembus Divisi Utama Perserikatan tidak dibarengi dengan peningkatan prestasi. Persema kerap tampil angin-anginan dan hampir terjerembab di papan bawah.

Kondisi ini diulangi lagi ketika Persema mengikuti kompetisi Liga Indonesia I di tahun 1994/1995. Dimotori oleh pemain senior Maryanto, dan dibantu sederet pemain asli Malang seperti Muchlis Tajudin, Syaifuddin Zuhri, M. Rochim(memperkuat Arema di tahun 1998-2000), dan penyerang muda M. Amin Zakaria(pensiun di tahun 2003) prestasi Persema berkutat di papan bawah. Secara perolehan hasil Persema masih kalah dengan saudara mudanya Arema yang sukses menempati peringkat 5 meski gagal melaju ke babak 8 besar.

Mundurnya beberapa tim menjelang musim 1995/1996 tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Persema. Prestasi tim terjun ke papan bawah(setingkat dibawah Arema) dan hampir terjun bebas ke jurang degradasi. Persema yang berkostum kaus biru tua dan celana putih sering mengalami inkonsistensi ketika bermain. Kekalahan perdana Persema di kandang didapat ketika tim berjuluk Bledek Biru ini menjamu Gelora Dewata yang diperkuat Vata Matanu Garcia dan I Made Pasek Wijaya dengan skor 0-2.

Harapan untuk berprestasi sempat terukir ketika Persema melakoni kompetisi 1996/1997. Mendapat pasokan pemain asing seperti Derryl Sinnerine, Antonic Dejan, dan Ketcha Serryl(direkrut hanya beberapa pertandingan di Putaran II namun sanggup mencetak minimal satu gol dari setiap pertandingannya bersama Persema) dan mantan gelandang Arema Domingus Nowenik sempat memantabkan Persema di papan atas pada awal kompetisi. Namun ketika pertengahan musim Persema bermain buruk termasuk di beberapa laga kandangnya.

Persema baru bisa tancap gas menjelang berakhirnya kompetisi. Memanfaatkan perubahan Stadion Gajayana dengan penambahan lampu stadion membuat Persema memiliki kesempatan bermain pada malam hari. Keuntungan ini disadari Persema karena beberapa tim Divisi Utama ketika itu kurang terbiasa dengan laga yang dimainkan di malam hari.

Dengan serangan tim yang bertumpu pada Ketcha Serryl, Persema sukses membekuk Petrokimia Putra(finalis Liga Indonesia 1994/1995) dengan skor 3-0(3 gol dicetak hanya dalam waktu 20 menit di babak pertama), Persedikab Kediri 5-1 dan Persiba Balikpapan dengan skor 4-1(sempat tertinggal 1 gol terlebih dahulu namun Persema sukses membalikkan keunggulan).

Sayangnya kesempatan untuk tancap gas dan memperbaiki posisi perlahan sirna. Ketcha Serryl dinonaktifkan sebagai pemain oleh manajemen Persema dengan alasan 'kenakalan remaja'. Laga Persema ketika menjamu Persipura di Stadion Gajayana Malang seolah tidak berarti apa-apa. Persema sempat unggul 1-0 lewat gol cepat M. Amin Zakaria, namun Persipura membalas lewat 2 golnya. Beruntung pemain Persema tidak kalah arang dan membalasnya untuk memaksakan skor seri 2-2. Apapun hasilnya Persema tidak dapat meraih posisi yang lebih baik dari sekedar peringkat 8 di klasemen akhir Divisi Timur dan membalas kekalahan 2-3 atas Persipura pada Liga Indonesia 1994/1995.

Harapan Persema untuk berprestasi sempat dipundakkan pada skuad yang berkompetisi setahun kemudian. Diperkuat Trio pemain Chile seperti Nelson Leon Sanchez, J.C. Manu Vega Lara dan Juan Rubio mengangkat prestasi Persema.

Meski kompetisi berhenti karena situasi politik dan laju Persema terhenti di peringkat 5 masih mendapat apresiasi dari penggemar sepakbola di Malang. Terbukti pendapatan Persema hampir menyamai pendapatan yang diraih oleh Arema. Di tahun itu rata-rata setiap pertandingan Persema mendapat pemasukan sekitar 30juta rupiah dengan jumlah penonton sekitar 7000-9000 penonton. Di tahun-tahun sebelumnya seringkali pendapatan Persema mentok di angka 10juta rupiah saja.

Meski Persema sedang mendapat durian runtuh dengan limpahan penonton, namun sesungguhnya klub tidak bergantung dengan prestasi tim semata. Berbagai terobosan dilakukan Panpel Persema, salah satunya adalah tiket berhadiah rumah senilai 100juta rupiah yang dikumpulkan dan diundi ketika akhir musim kompetisi. Namun, tidak jelas kabar undian rumah ini karena kompetisi berakhir akibat situasi politik yang melanda ibukota.

Agaknya di musim 1997/1998 adalah musim terbaik Persema. Di musim selanjutnya prestasi Arema kalah mentereng dengan Arema yang 'sukses' duduk di peringkat ketiga penyisihan grup meski tidak lolos ke babak 10 besar di Jakarta. Di masa itu Arema mulai memanen dukungan penonton dengan kehadiran Aremania.

Hal inilah yang kurang disadari oleh manajemen Persema ketika itu. Terbukti ketika Arema mendapat dukungan penuh dari suporternya, jumlah pendukung Persema di stadion cenderung stagnan (kalau tidak boleh disebut sebagai penurunan). Persema baru membentuk suporternya ketika tim ini terjerumus ke jurang degradasi Divisi Utama.

Suporter Persema atau yang saat ini akrab dipanggil dengan sebutan Ngalamania baru muncul di tahun 2003. Bisa dibilang kemunculan ini terlambat ketika klub sepakbola di Indonesia sudah mendapatkan dukungan penuh suporternya dalam jumlah masif.

Awal kemunculan Ngalamania ini bukanlah 'segempita' seperti sekarang ini. Ketika itu Persema memulai laga perdana di Divisi 1 melawan Persela. Persela didukung sekitar 500 LA Mania yang menempati tribun timur, sementara Ngalamania baru terdapat di tribun selatan dengan jumlah tidak lebih dari sepersepuluhnya.

Ketika Persema berganti 'kostum' dan julukan berubah menjadi Laskar Ken Arok Ngalamania berekspansi ke beberapa sudut Kota Malang. Dari kemunculan Korda Boldies hingga munculnya belasan Korda lainnya. Meski pertumbuhan jumlah suporter Persema tidak terlalu signifikan, kerapkali mendapat sindiran antara dukungan klub dengan pertautan politik dari salah satu background pengurusnya.

Lepas dari stigma klub plat merah yang sempat menghinggapi Persema ketika memakai APBD, tim yang kini berjuluk Laskar Ken Arok ini masih harus bekerja keras dan membuktikan diri bahwa Persema bukanlah klub 'terpinggirkan' yang berasal dari Malang. Salah satunya adalah lebih berekspansi dalam hal idealisme ketimbang mendewakan figur-figur tertentu.

Masa kejayaan seseorang bisa jadi temporer, namun masa kejayaan klub bisa bersifat lebih panjang. (Muaddib)

Bersambung...

(post original : http://wearemania.net/aremania-voice/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90an-2)

Nostalgia Sepakbola Malang di tahun 90-an (1)

Saya lupa kapan pertama kali mengikuti pertandingan sepakbola di Malang. Awal kali saya mengenal sepakbola, di Malang nama Arema lebih dielu-elukan ketimbang saudara tuanya, Persema. Padahal ketika itu Arema masih terhitung singa yang masih balita.

Mungkin saya sedikit 'iri' dengan rekan saya Sam Gimen, Aremania yang tinggal di Pejaten. Dia sudah mengenal Arema ketika bertanding pertama kali sebagai tim baru melawan juara dari Korea - FC Hallelujah. Meski pahit dimana hasil akhir Arema menelan kekalahan telak dan dicaci maki penonton tidak membuatnya kapok. Entah kebetulan atau tidak, salah satu pemain FC Hallelujah yang bertanding di hari itu akhirnya pernah bermain di Arema, Han Yong Kuk.

Saya teringat ketika Arema menginjakkan kaki di Stadion Gajayana setelah renovasi pada tahun 1992. Bersamaan dengan berakhir kompetisi Galatama Arema diwajibkan untuk membentuk tim untuk mengikuti putaran kompetisi berikutnya. Jadilah Arema melakukan proses rekruitmen dengan jalan seleksi pemain.

Barisan pemain yang bermaterikan gabungan pemain senior dan junior menyebar di Arema. Mecky Tata, Singgih Pitono berada dalam kondisi matang dan didampingi sederet pemain muda seperti Aji Santoso (22 tahun), Kuncoro, dan Mahmudiana. Sektor kiper dipercayakan kepada Nanang Hidayat, Sukriyan dan Yanuar Hermansyah(nama terakhir pernah menjadi asisten pelatih Arema musim lalu).


Joko Susilo Yang Mencetak Gol Untuk Arema
 
Masih belum cukup, proses seleksi akhirnya mendapatkan tambahan pemain seperti Agus Yuwono (dari Persema) yang akhirnya pernah merasakan karir sebagai pemain Timnas dan bintang iklan (pernah muncul iklannya pada tahun 1994-1995 dengan Agus Yuwono memamerkan tendangan salto sebagai salah satu scene dari iklan yang dibintanginya).

Yang menarik kondisi stadion gajayana ketika tim Arema (dan Persema) melakukan seleksi ketika itu masih belum selesai proses renovasinya. Meski lapangan sepakbola sudah ada dan belum lama dipasang gawang dan 'dikapuri' sudah dipakai kedua klub untuk menggelar seleksi. Tak heran kondisi tribun stadion masih terdapat banyak material yang belum dibereskan.

Meski 'risih' ratusan penonton masih setia menunggu proses seleksi Arema sambil melihat calon jagoan yang akan beraksi membela tim kebanggaannya. Sesekali terdengar celetukan kencang 'Coret', 'Buang', dan sejenisnya jika penonton yang hadir menganggap pemain yang bersangkutan memiliki skill dibawah rata-rata atau dipandang kurang layak membela klub Arema.

Di era kepemimpinan Ir. Lucky Acub Zaenal(Sam Ikul) posisi Arema benar-benar sebagai klub yang mandiri. Background Sam Ikul yang bukanlah seorang pengusaha membuat Arema bukanlah tim yang diperhitungkan sebagai klub yang 'miskin' urusan dana. Di masa itu Arema harus bersaing dengan Arseto Solo yang dibekingi Sigit Harjojudanto(anggota keluarga Cendana), Pelita Jaya dengan dukungan Nirwan D. Bakrie, Pupuk Kaltim dan Petrokimia Putra dengan dukungan dana dari perusahaan besar berskala BUMN, dan sebagainya.

Mengingat Arema bukanlah tim yang mumpuni masalah dana, proses seleksi pemain kerap menghasilkan pemain 'seadanya'. Namun tidak ada yang jauh lebih mengasyikkan selain melihat barisan pemain seleksi Arema selain bertanya-tanya nama pemain 'baru' yang sedang mengikuti seleksi pemain Arema.

Kata baru disini bukanlah menunjukkan bahwa pemain yang dimaksud adalah pemain yang wajah/namanya familiar namun baru seleksi di klub Arema. Seringkali kata baru disini merujuk pada bahwa pemain yang sedang melakukan seleksi di Arema adalah pemain yang belum pernah bertanding di Galatama. Seringkali pemain yang dimaksud adalah hasil 'blusukan' manajemen Arema yang blusukan ke daerah-daerah atau dengan menariknya dari kompetisi internal Persema.

Istilah pemain yang dimaksud diatas sekarang ini familiar dengan nama pemain debutan atau rookie. Singgih Pitono ditemukan manajemen Arema ketika blusukan ke penjuru Jawa timur untuk mencari pemain berbakat. Beberapa tahun sesudahnya Arema masih melakukan hal demikian dan menemukan bakat terpendam pada Agung Prasetyo(Ligina 1999), Wawan Widiantoro(Ligina 2001), dan sebagainya.

Ada kalanya juga pemain seleksi Arema berasal dari kompetisi internal Persema. Di masa itu Persema rajin menggelar kompetisi internal dengan peserta berjumlah puluhan tim yang terbagi ke dalam beberapa divisi. Setiap musim digelar kompetisi dan masing-masing klub pada suatu divisi bisa bertanding sekitar 20 pertandingan semusimnya. Di masa itu inilah cara terbaik untuk menggelar kompetisi berjenjang tanpa direpotkan urusan birokrasi politik.

Banyak klub internal Persema yang menyumbangkan pemainnya ke Arema. Kuncoro adalah jebolan PS Kakimas, nama lainnya adalah Aji Santoso. Sampai sekarang kompetisi internal Persema kerap menyajikan pemain berbakat untuk Arema maupun tim nasional, diantaranya Ahmad Bustomi dan Arif Suyono(sekarang memperkuat Sriwijaya FC).

Banyak momen menarik ketika Arema menggelar seleksi pemain seperti misalnya kostum pemain yang mengikuti seleksi tampak 'berwarna-warni'. Kadangkala saya menyaksikan ada seorang pemain menggunakan kostum berwarna biru tua khas Arema, namun ada pemain lain yang menggunakan kostum tim luar negeri seperti AC Milan, Juventus, ataupun kostum Tim Nasional seperti Argentina. Bahkan ada juga pemain yang menggunakan kostum 'tanpa merk' alias tidak terdapat logo/keterangan klub/tim mana dari kostum tersebut.

Di klub 'sebesar' Arema di tahun 90an jarang sekali terdengar pemain bintang mengikuti seleksi bersama Arema. Jika terdapat pemain yang familiar dikenal publik namun mengikuti seleksi di Arema biasanya mereka mengaku hanya sekedar mencari keringat atau menunggu negosiasi harga. Namun, banyak sekali pemain 'buruan' atau yang diharapkan oleh suporter tersebut lepas dari genggaman karena ketidakcocokan harga dengan manajemen Arema.

Maklum ketika itu dana Arema untuk mengontrak pemain serba terbatas, jadilah Arema kerap mendapatkan pemain 'sisa'. Namun barisan pemain yang dijuluki sebagai pemain kelas dua inilah kerap terlihat sosok-sosok yang menjelma sebagai pemain bintang.

Aji Santoso adalah pemain didikan Arema yang menjelma sebagai pemin bintang. Ia ikut dalam barisan skuad Timnas ketika meraih Medali Emas Sea Games 1991 di Filipina. Agus Yuwono pernah mengikuti seleksi Timnas di tahun 1994-1996, Singgih Pitono selain meraih 2 kali gelar top skorer Arema juga pernah mengikuti seleksi Timnas bersama eks pemain PSSI Primavera dan ditambah lagi banyak pemain lainnya.

Sampai kini Arema masih rajin mengirimkan pemainnya ke Timnas. Hanya untuk urusan seleksi sudah terlihat jauh perbedaannya. Jika di tahun 90an seringkali digelar seleksi yang berskala masif karena melibatkan seratusan pemain yang diseleksi, kini seleksi tim lebih 'eksklusif' karena hanya melibatkan beberapa pemain saja.

Barangkali kita tidak bisa memperkirakan betapa puyengnya pelatih Arema seperti Gusnul Yakin, M. Basri, Suharno dan lainnya ketika menyeleksi ratusan pemain untuk dipilih sekitar 20an pemain saja. Terlalu banyaknya pemain yang diseleksi juga menyulitkan pelatih untuk memantau potensi masing-masing pemain. Dengan jumlah personel kepelatihan yang berkisar 3-4 orang seringkali hanya memiliki waktu efektif beberapa hari saja untukmenyeleksi pemain.

Kendala lainnya adalah kedatangan pemain seleksi tidaklah selalu serempak. Seringkali ketika tim pelatih Arema menyelesaikan seleksi tahap pertama dengan membuang puluhan pemain, besoknya datang lagi sekitar 5, atau bahkan 10 pemain baru untuk diseleksi.

Mungkin Miroslav Janu ataupun Robert Albert akan tersenyum melihat kondisi sepakbola Indonesia belasan tahun silam. Namun bagi Joko 'gethuk' Susilo dan Dwi Sasmianto yang sekarang berada di Arema bisa jadi masa itu adalah nostalgia bagi mereka karena pernah mengikuti seleksi bersama klub Arema di masa itu. (Muaddib)

Bersambung :::...
(post original : http://wearemania.net/aremania-voice/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90an-1)

Senin, 27 Agustus 2012

10 Momen Magis Arema Indonesia Musim Ini 2011/2012 (3)


8.Silver Anniversary 25 Arema
Meski tidak sesemarak di Hajduk Split tetapi ini adalah pesta ulang tahun klub Sepakbola di Indonesia yang paling semarak. Hanya Aremania yang menganggap ulang tahun klub dirayakan sedemikian meriah sama dengan pesta juara. Berada di peringkat 12 seolah tidak diperdulikan lagi karena bulan Agustus adalah Arema Day.

 
Pesta flare, konvoi, hujan meteor, yang kemudian ditutup oleh ceramah agama oleh Kyai Kanjeng Emha Ainun Najib terasa spesial. Bahkan dalam pengajiannya Emha mengaku takjub, "Saya sudah berkeliling dunia mulai dari dunia jin hingga dunia manusia, namun baru kali ini saya ikut memberikan ceramah ulang tahun tim sepakbola," katanya.
Luar biasa.


Luar biasa.
http://www.wearemania.net/arema-news/2301-foto-semalam-ini-baru-sebagian-dan-permulaan

http://www.wearemania.net/arema-news/2309-foto-inilah-cara-kami-untuk-kebanggaan


http://www.wearemania.net/arema-news/2310-cak-nun-saya-bangga-kepada-aremania

9. Pertandingan Terbaik Vs Mitra Kukar


Tema teror Aremania kali ini dialamatkan kepada Bustomi. Sosok jenderal lapangan yang pernah ada di Arema Indonesia selama 3 tahun. Melalui perjuangan yang ekstra berat, Arema bisa menang atas Mitra Kukar.
Bustomi sendiri meskipun dalam tekanan masih sanggup menahan gempuran keroyokan dua pemain Arema, Hendro dan FAS. Hingga akhirnya dia mencetak gol melalui tendangan bebas.
WEAREMANIA memberikan rating tinggi di laga itu. Dan merupakan pertandingan terbaik Arema musim ini meski Arema kudu kebobolan 3 buah gol.

 
10. Dzumafo: Saya Gabung Karena Aremania
Wawancara Eksklusif pertama kami dengan Dzumafo Epandi. Sosok pemain yang lama membela Pekan Baru.Berikut ini adalah petikan wawancara wartawan kepada Dzumafo.
Apa yang membuat Anda pindah dari PSPS Ke Arema Indonesia?
Malang adalah kota yang sangat bagus dan indah, lebih nyama kondisi udaranya dibandingkan di Pekanbaru. Suasana kota Malang juga lebih menarik bagi saya, terutama Aremania dimana mereka adalah suporter yang fanatik dan luar biasa. Siapapun pasti akan senang bermain dan akan bangga dilihat supporter seperti Aremania.
PSPS berada di peringkat 13, Sedangkan Arema di dasar Klasemen, Kenapa tetap Ke Arema?
Arema adalah tim besar, dan ini peringkat adalah sementara dan itu bukan jaminan. Saya yakin, di putaran kedua Arema akan lebih bagus dibanding putaran pertama. Prestasi sekarang mungkin kurang persiapan dan karena ada perpecahan manajemen. Coba kalau masih seperti sebelumnya, satu Arema. Ya benar, Kalau Arema tetap satu tidak dua, tim ini akan tetap kuat di Indonesia.
Lalu anda akan melakukan apa untuk putaran kedua nanti?
Saya adalah striker, sehingga saya akan melakukan tugas saya, dan mengerahkan semua kemampuan untuk bisa mencetak gol dan mengangkat Arema dari dasar kalsemen sementara. Tentunya itu harus melalui perjuangan keras dan kerjasama tim. Tidak bisa saya sendiri yang melakukannya. Tapi, saya yakin, Arema dengan dukungan Aremania akan mampu mencapainya. (Abi/Wea)

Sumber:http://www.wearemania.net/arema-news/2351-10-momen-magis-arema-indonesia-musim-ini-1